Bab 8

35 9 0
                                    

"Terima kasih, tapi enggak usah repot-repot, Mas." Ratri kembali mencoba menyalakan mesin motornya sendiri.

"Atau, Mbak Ratri ada kenalan orang bengkel yang bisa ke sini?"

Ratri menggeleng. Ia menghela napas panjang, kemudian mengambil ponsel dari dalam tasnya. Beberapa saat, jemarinya bergulir di layar nyala. Entah apa yang sedang ia lakukan.

"Gi?" Koko mendekat kepada Giri dan Ratri. "Kok enggak masuk?"

"Oh, motornya Mbak ini mogok, Ko. Umak* ada kenalan orang bengkel?" tanya Giri.

"Ada, sih, bengkel langgananku. Tapi jam segini, ya, sudah tutup," jawab Koko.

"Enggak bisa dipanggil, Ko?"

Koko menggeleng. "Bengkelnya tutup jam empat. Ini sudah jam enam, Gi. Montir langgananku itu rumahnya di Tumpang."

Usai mendengar penuturan Koko, Giri kembali menatap ke Ratri. "Bagaimana Mbak? Kalau Sampean mau, boleh bawa motorku dulu buat pulang. Ini kunci motor dan STNK-nya."

"Apa enggak merepotkan? Soalnya ini motornya sama sekali enggak mau nyala, terus Mas pulangnya bagaimana?" tanya Ratri. Tampak sekali kalau perempuan itu masih ragu bertukar kendaraan dengan Giri.

Giri tersenyum. "Kalau saya gampang, Mbak. Nanti motornya saya coba cek dulu, kalau tetap enggak bisa nyala, saya pastikan motornya ada di tempat yang aman sampai bisa dibawa ke bengkel besok. Saya enggak bisa cek sekarang soalnya saya mau kerja."

Akhirnya, Ratri menerima kunci dan STNK dari tangan Giri, lalu menghadapkan ponsel kepada pria itu. "Saya boleh minta nomor teleponnya?"

Barter motor dan nomor ponsel pun terlaksana. Ratri pulang mengendarai motor milik Giri, sedangkan Giri masih berdiri memandang perempuan yang perlahan menjauh. Giri memendam pertanyaan yang sedari tadi ingin terlontar soal pacarnya Ratri yang lebih dulu pulang kala ia melirik Ratri mengusap pipi. Bisa jadi mereka sedang tidak baik-baik saja.

"Siapa, Gi?" tanya Koko yang sedang menyiapkan keyboard-nya, ketika Giri menghampirinya di atas panggung kecil.

Giri mengeluarkan bass dari dalam tasnya, lalu merunduk meraih kabel jack. "Kenalan."

"Calon pacar baru?"

Giri terkekeh mendengar ucapan Koko. "Temen, Ko."

"Jangan terlalu perhatian sama cewek, Gi. Koen wis sering mematahkan hati banyak orang gara-gara mereka salah tangkap sikap baikmu."

***

Riuh tawa dan obrolan pengunjung jadi suara di antara jeda nada-nada yang Giri dan teman-temannya bawa. Cindy, vokalis mereka, menoleh ke belakang. Perempuan berambut bob sebahu itu mengode Giri dan Koko dengan telunjuk dan jari tengah yang diturunkan beberapa kali sambil terus menyanyikan bagian awal lagu Treat You Better dari Shawn Mendes.

"Naik setengah," terang Giri kepada Koko.

Ketika memasuki bagian reff, Cindy mengacungkan jempol di punggungnya. Giri memandang Koko sekilas, kemudian kembali menatap ke arah pengunjung yang mulai memenuhi bangku-bangku restoran.

Ketika Cindy mengisi sela di antara satu lagu dengan lagu berikutnya dengan sapaan kepada para pengunjung, panggilan seorang anak laki-laki kecil berusia kisaran lima tahun membuat Giri menoleh ke arah pintu masuk.

"Om Giri!" Anak laki-laki bercelana pendek dan kaus biru itu melambaikan tangannya di depan panggung kecil.

"Joshua enggak boleh ganggu Om." Sosok pria berambut cepak membopong anak itu, kemudian tersenyum tipis kepada Giri.

Meet Me in the MiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang