Entah berapa kali Lilith berjalan bolak-balik di dalam kamar. Sejak percakapannya dengan Claudius semalam, hatinya terasa tak tenang.
Tinggal di kastil merah tak begitu buruk. Ia sudah bersahabat dengan Ferguso. Anjing hitam itu sangat penurut. Tidak seperti pertama mereka bertemu di hutan.
Setiap pagi, Claudius mengajak Lilith untuk berjalan-jalan di taman bersama Ferguso. Anjing itu hampir tak pernah menggonggong. Dia sangat suka jika Lilith mengajak bermain lempar tangkap.
Yah, satu-satunya hal mengerikan adalah makanan Ferguso. Jika Claudius dan Martin meminum darah binatang, anjing itu pun melakukan hal yang sama. Bedanya, jika dua manusia vampir itu minum dengan gelas, sehingga Lilith tidak melihat secara langsung bentuk cairan merah kental itu. Sedangkan Ferguso, setelah minum maka darah akan menetes dari mulutnya.
Selain Ferguso, Lilith mulai terbiasa dengan sikap kaku Martin. Panggilan 'my lady' untuknya pun sudah mulai bisa ia terima. Atau saat Martin menerapkan aturan jam makan, tak lagi jadi masalah bagi Lilith. Salah satu hal yang Lilith suka dari Martin adalah masakannya. Setelah hari kedua, akhirnya lidah Lilith kembali seperti semula. Ia bisa merasa lagi. Walau Martin tidak bisa merasakan rasa—kata Claudius, lidah vampir mati rasa akan makanan manusia—tapi masakan Martin benar-benar lezat.
Hal yang paling Lilith suka dari kastil ini adalah rumah kaca. Dia selalu takjub dengan tempat itu. Tak pernah ada cahaya matahari masuk, tapi udaranya terasa hangat. Bunga-bunga selalu bermekaran. Kupu-kupu indah dengan berbagai rupa sayap selalu beterbangan.
Perlakuan Claudius pun teramat sopan dan lembut. Lilith paling suka dengan iris mata merah dan bibir milik Claudius. Saat mereka berhadapan, tak pernah sekali pun Lilith dapat melepaskan pandangan dari wajah Claudius. Pria itu benar-benar tampan.
Bukan hanya fisik. Sikap ksatria yang Claudius tampakkan pun tak pernah gagal membuat Lilith terkesan. Dia selalu menanyakan pendapat Lilith akan berbagai hal. Pernah sekali Claudius membawa Lilith berkeliling hutan. Awalnya Lilith berpikir keras. Namun, lagi-lagi rasa ingin tahunya begitu besar.
Malam itu mungkin akan menjadi satu kenangan terindah sekaligus menegangkan bagi Lilith Green. Ia tak akan lupa bagaimana sensasi terbang di antara pepohonan tinggi. Ia akan selalu ingat saat Claudius mengajaknya ke puncak pohon tertinggi. Pemandangan hutan terlarang di malam hari sungguh menakjubkan. Sinar bulan jatuh tepat di ujung atap kastil merah. Berbagai suara binatang malam menjadi satu harmoni lagu yang menenangkan.
Lilith tidak bisa lagi menganggap kegelapan dan hutan sebagai satu hal yang mengerikan. Kenangan itu terlalu indah.
Namun, ucapan Claudius semalam membuatnya bimbang. Lilith tak keberatan tinggal beberapa saat lagi di sini. Lain soal jika ia harus tinggal selamanya. Bahkan menjadi makhluk abadi.
Lilith belum siap.
Langkahnya terhenti di tengah ruangan. Ia mengerjap beberapa kali setelah menyadari pikirannya.
"Belum siap? Apa maksudku?" Dicengkeramnya gaun merah bermotif mawar yang ia kenakan. "Apa aku akan siap di saat yang tepat?"
Lilith terus bermonolog. Heran dengan pemikirannya yang tidak masuk akal. Seolah ada dua orang Lilith di dalam otaknya. Yang satu membujuknya untuk menyetujui ucapan Claudius. Dan satu lagi menolak.
* * *
"Aku tidak akan memaksamu, My Lady," ucap Claudius saat mereka telah selesai santap siang.
Baru saja Lilith mengungkapkan pikirannya. Tak ada alasan pasti. Ia hanya ingin Claudius tahu.
"Namun, kau juga tidak akan membiarkanku pulang bukan?"
Seandainya Claudius masih bernapas, tentu Lilith percaya jika saat ini ia merasa pria itu tengah menghela napas panjang.
"Aku hanya ingin kau terbiasa dengan rumah ini. Tak pernah sekali pun aku memaksa untuk mengubah seseorang. Kecuali atas permintaan mereka sendiri."
Lilith sudah mendengar kisah cinta antara Claudius dan kekasihnya. Tepat seminggu menjelang hari pernikahan mereka, seorang vampir menggigit Claudius. Seandainya saat itu seluruh darah Claudius dihisap habis, tentu dirinya tak akan jadi makhluk abadi seperti ini.
Butuh waktu lama bagi Claudius untuk keluar dari persembunyian. Rasa hausnya akan darah manusia benar-benar menyiksa. Namun, kerinduannya terhadap kekasihnya lebih besar.
Hingga akhirnya Lilith mengetahui apa yang terjadi pada Claudius. Lilith akhirnya tahu, alasan apa yang membuat kekasihnya tak hadir di altar pernikahan mereka.
Rasa cinta mereka begitu besar. Lilith tak ingin kehilangan Claudius. Oleh karena itu, ia meminta pria itu untuk mengubahnya. Bukan keabadian yang diinginkan Lilith saat itu. Namun, agar ia bisa selalu bersama dengan Claudius.
Pun demikian dengan Claudius saat ini. Dia hanya tidak ingin kehilangan Lilith untuk kedua kalinya.
"Aku akan menunggu sampai kau siap, My Lady."
* * *
701 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
The Red Castle (TAMAT)
FantasyDi pulau Vrykolakas, terdapat larangan yang sudah melegenda. "Jangan pernah memasuki hutan terlarang." Konon katanya, tak ada yang dapat keluar setelah masuk ke sana. Namun, sekelompok remaja metropolitan itu tak memercayainya. Mereka melanggar lara...