Jealous

58 2 1
                                    

“Aku percaya sepenuhnya kepada putriku.” Celetuk Diego.

“Apa maksudmu?” tanya Elvrince ingin tahu. Ia tidak mengerti dengan bahasa Diego. Seingat Elvrince, Diego adalah ayah yang sangat protective.

“Dia telah berusia sembilan belas tahun. Cukup dewasa untuk memilih apa yang dia inginkan. Aku membebaskan mereka bukan berarti aku melepaskan begitu saja. Kau sendiri pasti tahu rasanya hidup dalam lingkup penjagaan,” jelas Diego.
“Itu sangat menyedihkan,” Elvrince mendengus. Seketika ingat masa remajanya.

“Aku tidak ingin anak-anak seperti hidup kita yang membosankan itu,” timpal Nancy.

“Apa itu sindiran?” seru Neilh.

Tentu saja ia tersinggung dengan ungkapan Nancy. Dirinya sendiri yang menjaga dan mengawasi mereka. Dirinya sendiri yang mengatur setiap langkah mereka.

Nancy dan Elvrince saling menatap lalu terbahak. Mereka menyatukan telapak tangan hingga menimbulkan bunyi.

“Glow!” teriak lantang salah satu pria yang baru saja keluar dari arah lain.
Dua pria seusia Glowry yang datang dari arah samping melangkah cepat saat mengetahui Glowry berada diantara keluarga. Sepasang mata itu berbinar bahagia. Memeluk tubuh Glowry erat hingga membuat si pemilik tubuh merasa sesak.

“Ya. Astaga, Cody! Aku sesak!” keluh Glowry dengan suara tertahan.

“Maaf,” ucap Cody sambil melepas pelukkannya dan menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Lalu mengambil duduk di bangku yang berseberangan dengan Glowry.

“Apa kabar sepupu?” tanya Marvel santai setelah mendaratkan bokong di bangku sama dengan Cody.

“Aku baik. Kau tidak berubah, masih seperti terakhir bertemu,” jawab Glowry lalu melempar pujian.

“Semua yang kau lihat tidak akan selalu sama Glow. Siapa ‘pun bisa berubah kapan saja. Hati dan keinginan terkadang bersekongkol untuk menembus jalur berbeda,” ucap Marvel penuh dengan makna dalam.

Glowry meletakkan hotdog di piring. Menatap penuh ke arah Marvel. Sedangkan yang ditatap dengan santai menimbun piring dengan macam-macam makanan.

“Hal ini yang selalu membuatku rindu padamu. Tanpa basa-basi, tapi tepat pada point yang dibidik. Huh! Sepertinya aku harus lebih  giat belajar, agar cerdas sepertimu,” ucap Glowry mengakui kecerdasan sepupunya.

“Kau bodoh jika iri kepadaku. Kau tidak kalah cerdas dariku. by the way, selamat datang kembali sepupu,” balas Marvel. Setelahnya ucapan kedatangan dan disusul kekehan rendah.

Suara ribut yang menggema dari dalam rumah hingga terdengar sampai tempat semua berkumpul. Semua saling melempar pandangan.

“Fala! aku mengantuk. Berhenti mendorongku!”

“Jika kau berbalik ke kamarmu, akan ke pukul dengan sepatuku.”

Muncul dua anak berbeda jenis. Satu mendorong punggung si pria, dan satunya meronta tapi terlihat pasrah. Wajah lhas bangun tidur itu tidak menyadari bahwa seluruh keluarganya telah berkumpul.

“Kau masih jadi tukang tidur?” Glowry melontar kata.

Pria yang di dorong Nefala seketika melebarkan kedua mata. Mengerjap beberapa kali untuk memastikan. Menggelengkan kepala cepat lalu melangkah ke meja panjang yang dikelilingi semua orang. Mengambil duduk samping Marvel dengan tatapan yang tak beralih. Mengatur mimik wajah tenang pun datar.

“Aku hanya lelah,” elaknya dengan nada santai.

Glowry mengangkat bahu cuek. Lalu, menyantap kembali hotdog yang sempat tertunda.
Sedangkan Key yang berada di samping Glowry menatap tajam kedua pria seusianya dengan mata sipit yang dimiliki. Hanya beberapa menit. Setelahnya ia kembali menikmati makanan dengan tenang.

“Key! Oh, ya Tuhan!” teriak Nefala setelah terpaku beberapa detik. Berlari mengintari meja lalu memeluk leher Key dari belakang. Di posisi Key yang duduk cukup memudahkan Nefala untuk memeluk leher pria itu tanpa berjinjit.

“Astaga! Kau mencekikku!” kata Key tertahan karena lengan Nefala yang menekan batang leher.

“Maaf,” ucap Nefala dengan cepat melepas lilitan tangan di leher Key.

Menggaruk tengkuk yang tidak gatal karena merasa konyol dengan tindakan spontannya. Tidak ingin dicurigai atas tingkahnya, ia duduk di pangkuan sang ayah yang kebetulan berada tak jauh darinya.

“Ada apa denganmu?” tanya Diego yang sedikit terlonjak karena Nefala tiba-tiba duduk di pangkuan dan melingkarkan tangan pada tubuhnya.

“Aku masih ingin menjadi bayi kecilmu dad,” jawab Nefala. Menenggelamkan wajah di dada bidang sang ayah.

“Kau akan tetap menjadi bayi ayah,” sahut Diego.

Hari itu, semua kembali bahagia. Keluarga yang hangat, damai, penuh canda tawa. Ketenangan dan senyum lebar menghiasi bibir semua orang. Tapi tidak untuk Glowry. Apa yang ia lakukan hari ini, itu karena dirinya tidak mau yang lalu terulang kembali.
Setelah  acara makan malam sederhana itu, mereka beralih ke ruang keluarga untuk sekedar bertukar cerita. Sedangkan anak-anak mereka memilih untuk menyibukkan diri masing-masing.

“Kau baik-baik saja,” ucap Key lembut tepat di samping telinga Glowry.

Raut wajah yang biasa saja harus terpaksa berubah sehangat mungkin. Setelah acara makan tadi, Glowry sengaja menyingkir ke tempat yang lebih sepi pun tenang. Tanpa ia duga ternyata Key bisa menemukan dirinya.

“Sungguh, aku baik Key,” jawab Glowry sambil mengusap lengan pria itu yang melingkar di lehernya.

Key membuang nafas pelan. Melepas lalu berputar dan duduk di samping Glowry. Menatap lurus ke arah danau yang terpantul cahaya rembulan. Kini mereka duduk di tanah beralaskan tikar.

“Saat bawahan memberitahu jika kau terbang ke Kanada aku masih bisa tenang. Namun setelah Nefala mengirim pesan beserta foto kalian, jantungku seakan ingin lepas.” Jelas Key tanpa mengalihkan pandangan.

Mengambil batang rokok lalu mematik api. Menghisap kuat dan menghembuskan ke atas.
Mendengar penuturan Key membuat hati Glowry tenang dan terlindungi. Melingkarkan tangan ke lengan Key dan menyandarkan kepala disana.

“Nikahi saja aku Key,” celetuk Glowry. Dalam pikirannya saat ini memang kosong dan kata itu spontan keluar dari bibirnya.

Key menoleh cepat ke samping. Menunduk meneliti seluruh wajah Glowry tanpa ekspresi itu. Bahkan pandangannya jauh. Mengangkan kembali wajahnya. Mengangkat telapak tangan dan mengacak rambut Glowry pelan sambil terkekeh rendah.

“Jika aku menyukaimu seperti aku menyukai lawan jenis, sudah pasti kau kumiliki Glow. Tapi, sayangnya rasa itu tidak ada. Semua aku lakukan atas dasar kau saudaraku yang harus ku sembunyikan dari balik punggungku,” tutur Key panjang lebar.

“Itulah alasanku ada disini,” dengus Glowry.

“Lalu membuatku jantungan. Begitu?” sahut Key cepat. Menatap Glowry dari samping dengan sebelah alis yang diangkat.

Glowry memukul lengan Key pelan. “Jika suatu saat menemukan wanita yang kau cintai, aku bagaimana? Aku tidak mau bersembunyi di balik punggungmu terus Key,” marah Glowry dengan raut wajah yang dibuat seperti marah. Tapi malah terlihat sangat menggemaskan.

Key menangkup kedua pipi Glowry lalu meremas pelan pipi itu dengan bibirnya yang komat kamit.

“Key! Lepaskan!” teriak Glowry pada Key.

Bukannya melepaskan tapi Key semakin gemas dengan Glowry. Menyelipkan tangan di bawah kedua lutut Glowry lalu mengangkat tubuh mungil itu dengan Mudah. Gesit ia lakukan sehingga membuat Glowry terpekik. Tidak membawa tubuh Glowry pergi, melainkan menggendong sambil berputar. Key tertawa lepas melihat Glowry yang memekik takut dengan mencengkram kuat baju militer yang masih ia kenakan.

Di bawah langit hitam yang menghadap langsung ke danau serta cahaya rembulan yang menerangi tempat itu, Glowry dan Key berbagi kebahagian. Kasih sayang juga cinta yang tidak akan terputus. Ikatan saudara yang akan selalu terjalin erat diantara mereka. Tidak peduli jika jutaan pasang mata mengartikan lain tentang kedekatan mereka.

“Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Key dengan nafas yang masih terengah.

Kini mereka merebahkan tubuh di atas tikar. Setelah puas tertawa yang mereka anggap itu menyenangkan. Key sukses menjadi sosok kakak bagi Glowry. Ada dan peduli setiap saat Glowry butuhkan.

“Kembali ke London,” jawab Glowry tanpa beban. Nafas tak beraturan masih sedikit terdengar.

Jawaban Glowry membuat Key terkesiap dan langsung terduduk. Menatap gadis di sampingnya dengan lekat. Menyelami bola mata itu untuk mencari sesuatu. Namun, tidak ia temui sesuatu yang dicari.

“Aku tidak setuju.” Key mengungkapkan pendapat.

Membuang nafas singkat lalu mendudukkan diri dan membalas tatapan Key yang terlihat khawatir. Ya, ia tahu jika Key akan menolak mentah-mentah keputusannya ini. dirinya tidak boleh egois. Sebagai keturunan Agatha tentu dirinya tidak mungkin bisa santai menikmati masa muda. Meski kedua orang tuanya tidak pernah memaksa dirinya untuk menggeluti dunia bisnis, tapi ia cukup sadar dimana hidup dan lingkungan bagaimana. Paling terpenting takdir garis yang tuhan berikan kepadanya beserta menjaga keagungan kerajaan bisnis yang telah turun temurun.

“Kakek sering mengeluh sakit pinggang Key. Tidak akan aku biarkan dia melewatkan hari tua dengan rentetan bisnis. Tubuh renta itu sudah waktunya bersantai sambil menikmati teh mint kesukaannya,” jelas Glowry pada key.
Tanpa mengeluarkan suara, Key memegang kedua pundak Glowry lalu membawa dalam dekapannya. Menenggelamkan wajah Glowry pada dada bidang miliknya.

“Aku takut yang dulu terulang,” lirihnya sambil memejamkan kedua mata pun bibirnya melengkung bawah.

“Aku tahu tempatku pulang jika itu kembali terjadi,” jawab Glowry.

Key mengurai pelukkan sehingga sedikit ada jarak antara mereka. Menunduk menatap wajah sayu wanita di depannya. Tersenyum tipis pun hangat. Mengusap dagu Glowry lembut tanpa sepatah kata, hanya senyum tipis yang terukir nan hangat.

Tanpa mereka sadari, dari atas lebih tepatnya balkon berdiri seorang pria yang sejak tadi mengamati setiap gerak. Menyaksikan kebersamaan dua manusia berbeda jenis itu yang kental dengan aura kemesraan. Itu yang terlihat oleh netranya. Hal itu tentu membuat darahnya semakin mendidih. Meremas kuat pembatas besi yang melintang. Rahang tegas nan kokoh mengeras hingga samar-samar otot terlihat. Naik ke bibir yang mengetat kuat, lalu kedua mata itu semakin lama semakin memerah karena menahan kesal dan cemburu. Melepaskan tangan dari besi lalu pergi meninggalkan balkon.

Take your heart (Auston Series 4 Adult Romance)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang