Dua tahun kemudian...
Dua gadis berbalut setelan hitam melangkah beriringan. Kaca mata hitam bertengger di hidung. Sebelah tangan mereka menggendong buket bunga. Kedua dagu diangkat tinggi. Tatapan tajam nan datar lurus di balik kaca mata hitam itu.
Sampai di tempat tujuan berjongkok. Menatap nisan yang bertuliskan nama. Bibir yang datar melengkung ke atas. Raut wajah keduanya berubah hangat.
“Hai mom, apa kabar? Ah,mungkin kau akan memarahiku karena lama tidak berkunjung bukan,” ucap salah satunya.
Setelah menyelesaikan kalimat lalu meletakkan buket bunga di depan batu nisan itu. Mencium seolah batu itu ibunya. Mereka beralih ke makan lain yang berada di samping.
“Hai paman, kami datang. Lihatlah! keponakkanmu sangat cantik,” serunya dengan ceria.
“Fala!” desis salah satunya memperingati.
“Maaf,” cicitnya.
“Paman, maafkan kami yang tidak bisa lama. Tapi kami janji akan mengunjungi kalian lagi.” Glowry berpamitan dan meletakkan buket bunga di samping batu nisan.
Dua gadis itu Glowry dan Nefala. Setelah hari liburnya datang mereka melakukan penerbangan ke Belanda untuk mengunjungi makam keluarga ibu Nefala.
Bangun dari tempatnya berjongkok dan pergi dari tempat pemakaman itu. Tiba-tiba angin berhembus menerpa mereka. Seketika langkah mereka terhenti dan memejamkan mata sejenak menikmati angin yang berhembus kepada mereka.
“Sepertinya mereka marah?” tanya Nefala setelah membuka kedua kelopak mata lalu di susul dengan Glowry.
“Mereka senang kita telah mengunjunginya,” jawab Glowry dengan bibir melengkung ke atas.
Segera mereka melangkahkan kaki meninggalkan tempat sunyi dan tenang itu. Menghampiri mobil dan melesatkan dengan cepat. Tujuan mereka mansion Neilh.
Mansion yang biasanya sepi mendadak ramai karena semua sahabat juga keluarganya berkumpul. Kini mereka sibuk menyiapkan hidangan untuk makan malam. Para istri maupun suami semua bekerja sama.
“Hei! Siapa yang membeli sosis aneh ini?” teriak seorang wanita berwajah asia kepada semua orang yang ada di halaman samping itu.
“Aku. Memangnya kenapa?” jawab Diego dengan nada ketus sambil berkacak pinggang.
“Seleramu aneh,” ejek wanita itu.
“Agride! Kenapa istrimu cerewet sekali,” adunya pada sang sahabat.
“Hei! Istrimu pun sama,bung.” Balas Agride.
“Pak inspektur! Tidak bisakah kau diam?” teriak Nancy dari jarak yang cukup jauh sambil berjalan mendekat. Terlihat wanita itu sedikit kerepotan membawa ember besar berisi macam-macam jenis daging siap bakar.
Teriakkan Nancy mengomeli Diego membuat seisi taman itu tertawa. Meski tidak ada dua sosok berharga diantara mereka tapi mereka yakin jika dua sosok itu melihatnya dari atas.
“Hallo semua!” teriak Glowry dan Nefala lantang.
Tawa yang menghiasi taman mendadak sunyi. Semua yang ada menoleh ke arah pintu pembatas. Dua gadis yang tidak pulang hampir dua tahun itu berdiri tegap. Rambut panjang keduanya melambai saat desir angin menerpa mereka.
“My girl!” seru Nancy dengan kedua mata melotot.
Nancy merentangkan kedua tangan dan kedua gadis itu menghambur ke pelukkannya. Tanpa sadar kedua tangan masih memegang capit bara dan sebelahnya kipas.
“Apa mommy sehat?” tanya Glowry sambil mengurai pelukkan namun sebelah tangannya masih menempel di punggung sang ibu.
“Seperti yang kau lihat,” jawab Nancy pasti.
“Mom, aku sangat merindukanmu,” ucap Nefala dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
“Merindukan tapi tidak ingat pulang,” omel Nancy pada keduanya.
“Salahkan nenek moyang kita yang terlalu kaya,” jawab Glowry dengan nada yang dibuat merajuk.
“Ekhm.” Diego berdehem sehingga ketiga wanita yang berpelukkan itu menoleh serentak.
Glowry dan Nefala saling memandang dengan senyum tipis. Mereka melepas pelukkan Nancy lalu melangkah menghampiri sang ayah yang pura-pura acuh sibuk mengipasi daging di atas panggangan bara. Glowry maupun Nefala memeluk punggung Diego dan menyandarkan kepala di lengan kekar pria itu.
“Tidak ada yang ingat untuk meluangkan waktu menemani makan hotdog. Tidak ada yang ingat meminta uang untuk belanja, semua melupakan ayahnya,” celetuk Diego tanpa menghentikan aktifitasnya membolak-balikkan daging.
“Maafkan kami,” jawab keduanya serentak.
Diego membuang nafas pelan. Meletakkan capit besi dan kipas yang sedang di pegang di meja samping pemanggang. Membalas pelukkan kedua putrinya. Mengecup puncak kepala keduanya bergantian. Tidak pernah ia sangka jika dirinya memiliki dua gadis di sisa nafas. Suatu keindahan yang telah tuhan berikan kepadanya.
“Sejauh apapun kalian berada, tetaplah pulang. Daddy tidak melarang kalian untuk berkelana kemana pun yang kalian inginkan, tapi terkadang daddy merindukan dua bayi daddy,” Diego menasehati.
“Bijak sekali ucapanmu hari ini,” seru Neilh dengan menaikkan sebelah alisnya.
Seruan Neilh membuat anak dan ayah itu menoleh. Ketiganya menaikkan kedua alis serentak. Glowry melepas pelukkan lalu berlari menabrak tubuh kekar Neilh. Memeluk erat pria itu. Menutup kedua mata erat sambil menghirup aroma tubuh pamannya itu.
“Kau sudah dewasa,” ucap Neilh lembut sambil mengusap lembut punggung Glowry. Mengecup puncak kepala keponakan lama.
Setelahnya mereka menghampiri satu persatu keluarga yang berkumpul. Saling berpelukkan melepas rindu. Terutama Glowry. Dua tahun berada di negeri lain tanpa berkunjung membuat dirinya merasa bersalah.
“Dimana Marvel,Cody,Lio?” tanya Nefala pada semua orang.
“Cody dan Marvel berkuda. Sedangkan Lio tentu saja menikmati bantal empuknya,” jawab Elvrince.
“Astaga, anak itu tidak berubah. Benar-benar putra tidur,” desah Nefala sambil memegang kepala seolah frustasi.
“Bangunkan dia! Jika perlu lempar ke danau belakang!” Elvince menyuruh Nefala dengan geram.
“Bibi keras sekali. Bagaimana pun juga dia satu-satunya sepupu yang bisa aku ajak main game,” bela Nefala.
Setelah menyelesaikan ucapan lantas Nefala beranjak dari tempat. Masuk ke dalam menuju lantai dua. Hanya di rumah Neilh yang menyiapkan kamar masing-masing untuk semua anggota keluarga. Bahkan setiap pintu tertulis nama masing-masing.
Glowry memilih untuk bergabung dengan ibu dan bibi lainnya. Membantu menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Menceritakan sedikit apa yang dilakukan selama di negara lain.
“Glow! Dimana kau!”
teriakkan lantang mengalihkan fokus semua orang. Serentak semua melihat ke arah pembatas ruangan. Beberapa detik tidak ada yang datang hanya suara lantang saja. Diego dan Glowry yang telah siap akan menggigit hotdog terpaksa menjeda dan fokus pada teriakkan lantang.
Tak lama sosok pria masih lengkap dengan seragam militer keluar dari rumah utama. Wajah panik dan rambut acak-acakan berjalan cepat menghampiri Glowry yang masih terbengong dengan hotdog di depan mulut. Pria itu langsung memeluk Glowry dari belakang dengan nafas memburu. Mengabaikan tatapan semua orang.
“Astaga, tidak bisakah kau menungguku sampai akhir pekan. Mengapa senang sekali membuatku panik,huh!” ucapnya tanpa melepas pelukkan.
“Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir,” ucap Glowry menenangkan. Mengusap lengan pria itu yang melingkar di lehernya.
Terdengar membuang nafas. Melepaskan tangan yang dilingkarkan lalu duduk di bangku samping Glowry. Bangku yang di tempati Glowry dan Diego panjang, bisa muat empat orang. Pria itu mengambil gelas berisi jus yang ada di depan Glowry lalu meminumnya hingga tandas tak bersisa. Mengusap bibirnya dengan jempol.
“Bisa kau jelaskan, Key?” pinta wanita berwajah asia yang sejak tadi bingung dengan anaknya yang lama tidak pulang tiba-tiba muncul dan seakrab itu dengan putri Nancy.
“Oh. Mommy! Aku merindukanmu,” sapanya. Lalu berdiri menghampiri sang mama. Memeluk, menciumi berkali-kali.
Keynzo Jeliuneuse, putra tunggal dari Agride dan Meysa. Jika berkumpul begini Keynzo yang berbeda. Wajah Keynzo sembilan puluh persen mewarisi ibunya yang berdarah asia. Tidak heran jika ketampanannya mirip karakter kartun sering membuat iri para sepupu.
“Bisakah kau jelaskan, Keynzo?” seru Elvrince yang sejak tadi tidak sabar dengan keingintahuannya.
“Apa yang harus dijelaskan bibi,” jawab Keynzo santai. Tangan terulur mengambil piring untuk meletakkan daging panggang, kentang dan asparagus.
“Kalian...”
“Dia bersamaku di Korea selama dua tahun. Aku terpaksa tutup mulut karena permintaannya,” jawab Keynzo cepat sebelum semua orang berasumsi kedekatan dirinya dan Glowry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take your heart (Auston Series 4 Adult Romance)
Romansaarea khusus 21+ setelah perjuangan panjang Glowry untuk menyatukan keluarga,kini di usia 19 tahun ia harus kembali bertarung dengan dunia baru yang melibatkan hati. jatuh pada tempat yang rumit. "Harus dengan cara ini agar kau terus terikat denganku...