Move on

21 1 0
                                    

Sebotol vodka dalam genggaman menemani malam terang bercahayakan rembulan. Di atas rumput hijau menghadap laut lepas itu Cody berada. Linangan air mata tak mampu ia bendung. Cairan itu terus mengalir dari sudut mata sejak satu jam lalu. Sesenggukkan sendiri dan hanya bertemankan sebotol air mabuk. Tidak semudah itu merelakan wanita yang telah lama ia sukai, sangat lama.

Perasaan suka untuk pertama kali jatuh kepada wanita yang tidak bisa ia miliki tentu sangat berat. Menegak air dari botol lalu mengusap wajah yang basah, namun percuma. Air mata itu tetap saja turun. Nafasnya putus-putus disertai isakkan. Setelan formal yang dikenakan berantakkan pun lusuh. Tiga kancing kemeja terbuka pun basah oleh air mabuk. Aroma alkhohol menyengat dari tubuh pria itu.

“Mentari akan tetap terbit dari timur,” celetuk Drixy yang tiba-tiba datang dan ikut duduk di atas rumput hijau.

Menyambar botol yang tengah di pegang Cody lalu menegak santai dari botol langsung. Meletakkan kepala di bahu Cody dengan pandangan yang terlempar ke depan jauh.

“Seterang cahaya mentari akan kalah jika langit mendung sedang menyelimuti,” sambung Cody.

Kembali menegakkan tubuh lalu menegak minuman dari botol lagi, merasakan air panas melewati kerongkongan Drixy. Ia bukan peminum, tapi melihat Cody kacau setidaknya pria itu tidak sendiri. Selama ini dialah yang menjaga dirinya selama di London, tidak sekalipun melihat pria itu murung atau bahkan sekacau malam ini.

“Ya, kau benar. Akan tetapi, mentari tetaplah mentari yang tidak pernah bisa bergeser. Tapi mendung, kau bisa menggeser agar sinar hangat itu kembali jatuh pada dirimu.” Tutur Drixy sedikit memberi sedikit kesadaran pada Cody.

Merubuhkan tubuh ke belakang dan menyelipkan lengan untuk dijadikan bantalan. Berpayungkan langit malam bertabur bintang, ia pandangi dengan kosong. Meresapi ucapan Drixy yang memang ada benarnya. Sejak awal Glowry sendiri juga tidak memberi peluang untuk dirinya masuk, tidak seharusnya ia merasa tersakiti. Rasa ini dirinya sendiri yang membuat. Lantunan janji suci mereka seharusnya memadamkan segala rasa dalam hati Cody.

“Sudahlah, jangan seperti mayat hidup tak berdaya begini. Carikan aku lawan di aspal, itu lebih baik,” ucap Drixy.

Jujur, ia muak melihat orang terdekatnya galau tak berkesudahan.
Menoleh cepat kepada Drixy yang duduk sambil menikmati air mabuk. Memutar kedua bola mata malas, setelahnya bangun dan menatap Drixy dari samping.

“Tidak mau. Kalau kau celaka, aku yang akan dibakar hidup-hidup oleh bibi!” tolak Cody tegas pun bola mata agak melotot pada Drixy.

“Bahkan mom membelikanku mobil sport bermodifikasi khusus.” Drixy menyahut cepat.

“What!” Cody tak percaya. Bola mata mendelik dengan tubuh agak condong ke Drixy.

Menjauhkan wajah sedikit mundur,
“Apa?” Drixy mengulang ucapan Cody.

Memundurkan kembali pada posisi tegak. Membuang nafas kasar. Lalu menoleh kembali pada Drixy yang masih menatapnya dengan kedua alis terangkat.

“Bibi membelikanmu mobil modifikasi?” tanya Cody penuh ingin tahu.

“Ya,” jawab singkat mantap.

“Bibi tahu, jika kau hobi menghancurkan mobil?” tanyanya lagi.

“Ya. Bahkan koleksi mobil balapan di wariskan kepadaku,” jelas Drixy, setelahnya menegak lagi air mabuk yang masih ia pegang.

Menatap sinis pada Drixy lalu menyambar kasar botol air miliknya yang tinggal sedikit. Kembali ia tenggak hingga tandas. Membuang botol ke sembarang arah lalu mengacak rambutnya frustasi. Wanita di keluarga mereka memang tidak ada yang waras. Sangat suka bermain nyawa, entah mereka memiliki cadangan nyawa berapa.

Take your heart (Auston Series 4 Adult Romance)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang