Fathan bergidik ngeri kala para bodyguard berbaris rapi menyambut kedatangannya. Pikiranya jadi melayang kemana-mana. Ia jadi menduga-menduga apa ia telah tertipu dan masuk ke sarang mafia? atau mungkim penjual organ? Fathan jadi merasa was-was.
Fathan mengedarkan pandangannya meneliti setiap sudut mansion yang mewah bak istana peri ini, mencari celah dimana tidak ada pria berbaju hitam dengan lengan berotot yang berjaga, antisipasi jikalau tempat ini benar-benar sarang mafia atau penjual organ. Jadi dia bisa kabur dari tempat ini.
Pikiran anehnya buyar saat tangan Adnan merangkulnya membawa ia masuk melewati para bodyguard yang menunduk hormat.
***
"Ini siapa lagi sih yang meluk gue" gerutu Fathan dalam hati.
"Maaf abang baru bisa peluk kamu sekarang,"
Fathan berdehem pelan, perlahan melepas pelukan pria yang lagi-lagi mengaku sebagai kakaknya. Jujur ia sedikit tak nyaman.
Adnan yang melihat ketidaknyamanan sang adik, menuntunnya untuk duduk di sofa. Ia akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi secara perlahan.
"Abang tahu adek pasti gak nyaman berada di tengah-tengah kita bertiga. Adek juga pasti bingung siapa kedua pria yang tadi peluk adek, Ini Bang Arzi kakak kedua kamu. Ini Bang Arshan kakak ketiga kamu. Abang harap adek bisa terima kita sebagai keluarga,"
Fathan menatap ketiga pria yang ada di depannya secara bergantian. "Gue minta penjelasan. Kalau memang gue adalah bagian dari keluarga ini tolong jangan tutupi apa pun dari gue,"
***
Fathan merebahkan dirinya di atas kasur king size. Kakak pertamanya bilang ini adalah kamarnya yang sudah dipersiapkan untuknya. Fathan hanya mengangguk saja, toh dia memang sudah sangat lelah.
Setelah dia mendengarkan semua penjelasan dari ketiga kakaknya, akhirnya dia paham bahwa sang bunda yang selalu ibu panti ceritakan adalah istri pertama ayahnya yang pergi dari rumah karena ternyata sang ayah berselingkuh dengan Ibu dari kakak keduanya. Dari hasil perselingkuhan itu ternyata sang ayah sudah memiliki satu putra berusia tiga tahun yaitu abang ketiganya, Bang Arshan.
Sedangkan sang bunda yang merasa kecewa dan dikhianati oleh ayahnya memilih pergi dengan membawa serta ia yang waktu itu baru berumur satu tahun.
Rumit sekali kisah keluarganya ini.
Fathan menghela nafas dalam, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Disisi lain ia merasakan rasa sakit yang sang bunda rasakan, tetapi disisi lain dia merasa sedikit bahagia karena ternyata masih memiliki keluarga.
Sekali lagi Fathan menghela nafas dalam, berusaha mengeyahkan segala pemikirannya itu. Lebih baik ia tidurkan dari pada memikirkan hal-hal rumit itu?
***
Ini masih pagi dan tenggorokannya sudah kering meminta dibasahi. Untuk itu Fathan keluar dari kamarnya berniat untuk pergi ke dapur. Namun mansion ini terlalu luas, sudah hampir sepuluh menit dia mencari keberadaan dapur tetapi Fathan belum menemukannya juga. Moodnya benar-benar hancur hanya karena perkara mencari dapur.
"Ini rumah kelewat gede. Nyari dapur aja susah bener," gerutunya kesal.
Akhirnya Fathan pasrah. Ia mendudukan dirinya di undakan tangga, mungkin duduk sebentar rasa kesalnya akan hilang.
Sedang asik-asiknya Fathan berhalu sambil duduk santai. Seorang menepuk bahunya pelan.
"Ngapain duduk disini dek? Dingin," ucap Arzi.
Fathan hanya menoleh enggan berbalik melihat sang kakak. Dia masih bad mood gara-gara perkara dapur.
Arzi yang melihat raut kesal adiknya, duduk di sebelah sang adik. "kenapa hm? Kayanya pagi-pagi udah bete aja. Adek pengen sesuatu?"
"Enggak bete. Gue cuma haus!" jawab Fathan datar.
"Lagian ini rumah kegedean jadi susah cari dapurnya,"
Arzi tertawa, jadi adiknya bad mood hanya karena tidak bisa menemukan dapur. Arzi mengacak rambut adiknya gemas, sedangkan Fathan mendelik tak suka.
"Kamu gak harus ke dapur sendiri buat ambil minum. Kamu bisa panggil maid lewat interkom dek,"
Fathan mengernyit bingung. Apa harus selebay itu kah pikirnya. Eh tapi sultan mah bebas kan ya pikirnya.
"Gak usah lebay, kalau masih punya kaki sama tangan mah ambil aja sendiri ye kan, jangan kemanjaan. Udah kasih tau aja dapurnya dimana?" Fathan mendelik sebal.
Lagi-lagi Arzi tertawa adiknya ini ternyata imut juga kalau lagi kesal. Arzi jadi gemas sendiri.
"Udah ketawanya, lagian apa yang lucu sih! Cepet kasih tau dapurnya dimana?" Fathan berucap lagi.
Arzi menghentikan tawanya.
"Adek lurus terus belok ke kanan, dari situ lurus lagi terus belok kiri. Sampe deh," jelas Arzi sambil tersenyum tipis pada Fathan.Fathan menatap sebal abang keduanya. "Dari tadi kek," gerutunya
Fathan berdiri. Ia berjalan menuruni tangga dengan cepat.
"Gak usah cepet-cepet jalannya dek nanti ja--"
Bruk
Fathan sudah jatuh duluan karena tersandung kakinya sendiri.
______
Makasih udah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak. Saran, komentar, dan kritiknya juga ditunggu ya.
Salam sayang 💕

KAMU SEDANG MEMBACA
MENDADAK SULTAN
De TodoKisah tentang Fathan pemuda yang terbiasa hidup sendiri namun kini harus merasakan aturan hidup yang rumit karena mereka yang mengaku sebagai kakaknya. Akankah Fathan terbiasa? Atau malah tak betah dan ingin menikmati hidup sebagai anak kosan seper...