#03

1.1K 59 0
                                    

"Kenapa sih natapnya pada sinis banget," ucap Fathan menatap kakak-kakaknya dengan malas.

Adnan menghela nafas berjalan mendekat lalu duduk di tepi ranjang sang adik. "kamu baru sehari disini  tapi udah bikin panik seisi rumah, kamu sadar gak dek? Abang gak marah, abang cuma khawatir sama kamu dek,"

Fathan mendelik sebal, merasa sedikit geli saat mendengar kata khawatir dari mulut kakaknya. Sejak kapan ada yang khawatir dan peduli padanya? Apa ia cukup pantas untuk di khawatirkan? 

"Gak usah lebay bang! Ini cuma keseleo besok juga udah bisa lari kali. Lagian gue bukan anak kecil lagi kalau loe lupa. Jadi ga--"

"Jangan pikir keseleo itu bukan sesuatu yang bahaya, jangan di anggap sepele Fathan!" ucap Arzi sedikit meninggikan suaranya pada sang adik.

Fathan terkejut mendengar suara tinggi kakak keduanya, ternyata kakaknya yang ramah dan sering tersenyum itu kalau marah menakutkan juga. Nyali Fathan jadi sedikit menciut dihadapan kakak-kakaknya.

Adnan memberi isyarat pada Arzi untuk tenang dan tidak meninggikan nada bicara pada sang adik. Arzi menghela napas, dan keluar dari kamar sang adik.

***

Menjelang siang Fathan berniat keluar dari kamar karena perutnya terus berbunyi minta diisi, padahal kakak pertamanya sudah mewanti-wanti untuk meminta bantuan jika ia membutuhkan sesuatu. Karena dasarnya Fathan memang anak keras kepala, ia hanya menganggap wejangan sang kakak hanya angin lalu.

Baru saja Fathan menyembulkan kepalamya dibalik pintu, seorang pengawal tiba-tiba menghampiri.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan Muda?" ucap pengawal bername tage Rama itu.

Fathan berdecak saat melihat di sekitarnya banyak pengawal yang berjaga. Rumah ini sudah benar-benar satu tingkat diatas keamanan istana presiden. Ketat dan menyeramkan.

"Abang-Abang pada ngapain disini?" ucap Fathan sinis.

"Kami ditugaskan oleh Tuan Besar untuk menjaga anda Tuan Muda," Rama menjawab.

Fathan menghela nafas berat. Sangat lebay sekali pikirnya.

"Bang Rama kan ya? Asal Abang tahu ya, gue itu udah besar udah punya KTP, udah punya SIM yang artinya udah bisa kemana-mana sendiri. Gak perlu dikawal-kawal kaya gini, Malu Bang udah gede,"

"Saya tahu Tuan Muda, tapi berdasarkan prosedur dan perintah dari Tuan Be--"

"Stop! Haduh pake prosedur dan perintah segala lagi. Kenapa sih orang kaya hidupnya ribet amat. Ada yang gampang kenapa harus pake yang susah dan ribet sih, gak paham gue!" ucap Fathan dengan nada kesal.

***

Fix! Fathan sangat jengah seharian ini. Bagaimana tidak, ia tidak bisa bersantai tanpa diawasi oleh Rama dan para bawahannya itu. Benar-benar membuat emosinya naik sampai ubun-ubun.

Jujur kalau caranya seperti ini meski diberi uang banyak dan kehidupan yang mewah pun ia tak akan mau. Tak bebas dan tidak bisa melakukan apapun yang dia mau. Ternyata jadi adiknya Sultan itu sama sekali tidak enak. Lebih enak jadi orang biasa saja.

"Bang Rama?"

"Siap Tuan Muda"

"Bisa gak sih jangan ikutin gue terus? Asli gak nyaman Bang, kaya anak Paud," ucap Fathan memelas.

"Maaf Tuan Muda, tidak bisa. Saya dan rekan-rekan harus menjalankan pro--"

"Oke cukup gue paham." ucap Fathan  putus asa. Berjalan tertatih menuju sofa. Lelah sekali pikirnya.

"Fix! Kosan dan kehidupan gue sebelum ini lebih enak dan seru," gumamnya

***

"Dari tadi tidurnya, Bang Ram?" tanya Arshan yang baru pulang dari kampus.

"Ya Tuan Muda,"

Arshan tersenyum tipis dan menghampiri sang adik. Meski hanya berbeda dua tahun darinya tapi adiknya terlihat sangat lucu dan menggemaskan saat tidur. Membuat Arshan ingin mengelus kepala sang adik karena gemas.

Ternyata semakin ditatap Arshan tidak bisa menahan diri. Dengan lembut ia mengelus kepala sang adik. Dan sesekali mengacak rambutnya.

Fathan yang merasa terusik pun terbangun. Ia sangat terkejut saat melihat kakak ketiganya itu. Ia mencoba mengumpulkan kesadarannya takut-takut ia salah lihat.

Dia tidak salah, itu memang kakak ketiganya. Sedang apa kakaknya itu disini? seingatnya kakak ketiganya  selalu bersikap acuh dan dingin padanya.

"Eh, Kak Arshan. Baru pulang kak?" tanya Fathan diiringi senyum canggung.

"Hmm"

Jawaban yang singkat dan datar. Membuat suasana jadi semakin canggung. Tak ingin terjebak dengan suasana yang canggung Fathan berdehem dan kembali bersuara.

"Em... Kalau gitu kakak istirahat aja, gue eh Fathan ke atas dulu."

Fathan menyabar kruknya dan berdiri dengan cepat dan hampir tersungkur. Untung saja Rama dan Arshan dengan sigap menahan tubuh Fathan.

"Hati-hati. Gak usah buru-buru. Jangan ceroboh," ucap Arshan

Fathan tersenyum kikuk. Berjalan perlahan dibantu Rama. Dengan kata 'Canggung' yang terus tergiang di benaknya.

Hai! Fathan balik lagi nih, maaf lambat! Semoga suka jangan lupa tinggalkan jejak ya!

Sukabumi, 30 Desember 2022

MENDADAK SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang