#05

803 41 7
                                    

"Maksud bang Ad, apa?"

"Kamu boleh keluar rumah, boleh pergi kemana pun yang kamu mau tapi Rama dan rekan timnya tetap harus ikut." Adnan berucap santai.

Fathan mengepalkan tangannya menahan rasa kesal. Apa bedanya dengan tidak keluar dari rumah kalau begitu. Kemana-kemana diikuti pengawal itu risih, Fathan tak terbiasa. Dia bukan tipikal anak manja yang kemana-kemana harus diikuti, ia terbiasa hidup bebas melakukan apa yang dia suka tanpa gangguan.

"Bang, Fathan udah sembilan belas tahun kalau bang Ad lupa,"

"Memangnya kenapa kalau sembilan belas tahun dek?" Arzi bersuara

Fathan memutar bola matanya jengah.

"Bang Ad, Bang Ar, sama kak Ar paham gak sih? Apa kalian pura-pura bego! Gue tuh jengah diikutin sama orang-orang kaku itu! Gue pengen bebas kaya semula. Kalau gini caranya gak ketemu kalian itu lebih baik dibanding harus hidup mewah tapi terkekang!"

Adnan menatap adik bungsunya tajam. Tidak bertemu mereka lebih baik katanya. Apa adiknya tidak memikirkan perasaannya yang selama 18 tahun merasa bersalah karena tidak bisa menjaganya.

"Fathan jaga ucapanmu!" Bentak Adnan. Kesabarannya benar-benar sudah terkuras menghadapi bocah yang sulit diatur ini.

"Abang melakukan ini demi kebaikan kamu. Abang ingin kamu merasa aman!"

"Kebaikan abang bilang?! Ini itu berlebihan bang. Gue gak suka!"

Adnan memijat keningnya, sedikit merasa pusing dengan tingkah sang adik. Apa susahnya untuk menurut saja,  ini pun ia lakukan demi kebaikan sang adik, agar ia dan adik-adiknya merasa sedikit tenang meninggalkan adik bungsu mereka saat sedang bekerja.

"Keputusan abang dan kedua kakakmu sudah final. Suka tidak suka kamu harus suka!" ucap Adnan penuh penegasan.

"Bang Ad! Loe gak bisa seenaknya ngatur hidup gue. Gue gak--"

"Rama antarkan Tuan muda untuk istirahat." Arshan bersuara.

"Baik Tuan."

"Bang! Abang dengerin gue! Bang Ad!" Fathan berteriak kesal dibalik kukungan badan para pengawal.

***

"Gimana Zaf ? Bang Ad oke 'kan?" tanya Arzi khawatir.

Zafran tersenyum tipis, menepuk pundak sang sahabat pelan. "Gak usah panik Zi. Abang Loe baik-baik aja, dia cuma kecapean. Terlalu over ngurusin kerjaan kayanya. Tekanan darahnya sedikit tinggi sih, mungkin efek stres. Udah gue kasih obat. Tunggu infusnya abis baru lepas, jangan asal lepas. Bilang ke abang loe hari ini dan tiga hari ke depan gak usah dulu ngurusin kerja, istirahat dulu sampe pulih. Dia gak bakal jatuh miskin karena libur tiga hari,"

Arzi tekekeh medengar ucapan terakhir sahabatnya itu.

"Thanks Zaf, nanti gue bilangin."

"Kalau gitu gue balik ke rumah sakit, masih ada pasien. Nanti malam gue datang lagi cek bang Ad,"

Arzi mengangguk paham, lalu mengisyaratkan Bima kepala pengawal sekaligus orang kepercayaan keluarga Bratajaya untuk mengantarkan Zafran. Setelahnya Arzi masuk ke kamar sang kakak, untuk melihat keadaannya.

"Gimana bang udah enakan?" tanya Arzi, berjalan mendekat kearah tempat tidur sang kakak.

"Lumayan. Zafran udah balik?" sahut Adnan

"Udah. Zafran bilang abang harus istirahat total hari ini dan tiga hari kedepan. Dilarang memikirkan pekerjaan. Zafran bakal cek abang tiap hari,"

"Lama banget Zi. Padahal satu hari aja cukup kalau cuma istirahat,"

Arzi mendelik tajam ke arah sang kakak. "Satu hari itu gak cukup bang. Lagian abang itu punya banyak bawahan yang bisa diandalkan, kenapa harus repot-repot sih bang."

Adnan tertawa kecil, "Memangnya gak boleh ya abang kerja keras demi kalian?"

"Ck. Bukan gitu bang. Kerja keras boleh, tapi gila kerja mah jangan kali!" sewot Arzi.

Adnan tertawa lagi. "Kamu nasihati abang jangan gila kerja, kamu gak ngaca kamu gimana kalau urusan kerjaan?"

Arzi menatap kakaknya sebal. Tapi memang benar sih kalau dia pun sama dengan sang kakak kalau urusan pekerjaan. Bisa dibilang sebelas duabelas.

"Fathan dimana?" tanya Adnan

"Fathan dikamar. Abang gak usah khawatir ada Rama yang menemani,"

"Apa kita bikin Fathan gak nyaman Zi? Apa abang salah khawatir sama Fathan?"

Arzi berdecak. "Ck. Abang gak salah dan itu hal yang wajar. Arzi dan arshan dukung keputusan abang. Fathan cuma terbiasa bebas, dia belum terbiasa dengan kehidupan barunya bang."

Adnan menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran penuh akan sang adik bungsu. Sedangkan Arzi menghela napas melihat sang kakak demikian. Ia mengelus pelan bahu sang kakak.

"Gak usah terlalu dipikirkan bang. Arzi yakin pada waktunya Fathan pasti paham dengan keputusan abang. Lebih baik abang istirahat supaya cepet sembuh." ucap Arzi menenangkan.

Adnan mengangguk patuh, perlahan memejamkan matanya untuk menyelami alam mimpi.

Hai apa kabar? Semoga selalu sehat. Semoga suka yaa dengan part ini. Silahkan tinggalkan jejak. Maaf baru update lagi, biasa kehidupan nyata lagi sibuk. Hehe

Salam Rindu💕

Sukabumi, 19 Mei 2023

MENDADAK SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang