Part 2

110 9 0
                                    

Keesokan harinya Lian turun ke area restoran hotel dengan view kolam renang untuk menemui kedua orangtua Lisa yang sedang sarapan. Dirinya hanya turun sendiri tanpa Lisa.

"Selamat pagi" sapanya pada kedua orangtua Lisa.

"Lian, Lisanya mana?" tanya Pak Mahesa ayah Lisa.

"Tadi abis subuhan Lian suruh tidur lagi Pa, kepalanya agak pusing katanya. Biar nanti Lian yang bawain sarapan ke kamar" jawab Lian seraya duduk dihadapan kedua mertuanya itu.

"Heleh... kok malah jadi suaminya yang ngelayanin istrinya. Maafin Lisa ya Lian" ucap Bu Rani meminta maaf untuk putrinya.

"Gapapa Ma. Lian paham kalau Lisa pasti masih sedih" balas Lian sama sekali tak terlihat keberatan meski mungkin saat ini Lisa masih kepikiran soal mantannya.

"Makasih ya Lian. Sudah menolong menjaga kehormatan kami" ucap Bu Rani mengelus bahu menantunya lembut dengan mata berkaca- kaca.

"Iya Ma sama- sama. Lian senang bisa membantu keluarga ini. Makasih juga sudah menyayangi Lian selama ini" balas Lian lagi.

"Ya udah yuk sarapan dulu. Keburu dingin makanannya" ajak Pak Mahesa mengalihkan perhatian Lian dan Bu Rani agar tak lagi bersedih.

---
Usai dengan sarapannya kini Lian kembali ke kamarnya dan Lisa dan menemukan istrinya itu masih bergelung dibawah selimut. Tampaknya efek patah hatinya kali ini begitu dahsyat hingga membuat Lisa benar- benar kehilangan banyak energi.

"Sa... Sasa... bangun dulu Sa" ucap Lian menggoyangkan pelan tangan kanan Lisa yang berada di luar selimut yang membungkus tubuhnya.

Lisa terbangun dan perlahan membuka matanya. Dahinya mengkerut saat merasakan sedikit pening menyerangnya.

Lisa menarik napas dan menghembuskannya kembali sebelum akhirnya bangun dan duduk dibantu Lian yang menarik pelan kedua tangannya. Lian sendiri langsung duduk dihadapan Lisa.

"Udah jam berapa Lian?" tanya Lisa mencari keberadaan ponselnya.

"Jam 9 pagi" jawab Lian menunjukkan jam tangan merk terkenal di pergelangan tangan kirinya.

"Kok gak bangunin sih? Mama sama Papa dah sarapan. Loe dah sarapan?" tanya Lisa panik sendiri.

Lian terkekeh melihat tingkah Lisa yang suka panik tidak jelas itu.

"Udah kok. Tinggal kamu aja yang belum makan. Nih makanya aku bawain sarapan" tunjuk Lian pada nampan berisi makanan dan susu serta jus jeruk yang dia bawakan untuk Lisa.

"Kok dibawain? Masak loe yang repot" ucap Lisa merasa tak enak karena dihari pertama menjadi istri malah Lian yang melayaninya dan bukan dirinya.

"Gapapa donk. Akunya juga ikhlas" jawab Lian santai.

Lian melihat jam tangannya dan menatap Lisa.

"Oh iya aku ada urusan di studio jadi aku harus kesana dulu. Gapapa kan aku tinggal dulu?" tanya Lian meminta izin bagaimana pun kini dirinya adalah suami yang apa- apa juga harus berunding dulu dengan istrinya.

"Kok pake harus pamit sih. Aneh loe" ucap Lisa membuat Lian tertawa pelan.

"Sa... gimana pun saat ini status kita udah beda. Aku sudah jadi suami dan kamu sudah jadi istri terlepas dari bagaimana proses kita bisa bersatu. Menurutku aku dan kamu punya kewajiban, hak, dan tanggung jawab yang sama dalam rumah tangga terlebih untuk aku yang menjadi kepala keluarga. Aku bukan maksud menekan kamu buat menerima pernikahan ini tapi aku juga gak mau menjalani rumah tangga yang kaku apalagi pernikahan kita ini sah dimata hukum maupun agama" ucap Lian membuat Lisa terkejut sekaligus terpana. Usia mereka terpaut setahun dimana Lisa lebih tua dari Lian, tapi cara berpikir pria ini sudah lebih dewasa daripada dirinya.

For RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang