Atmosfer Lain

5 0 1
                                    

Menghadapi sikap Julien yang seolah mematikan, Audrey kembali ragu untuk menyebutkan sebuah nama.

"Ck, seseorang itu pasti bernama kan, Dey? Bahkan sosok tak kasat mata saja punya nama, tau!" Ada tekanan pada suaranya saat menyebut 'tak kasat mata', yang mengakibatkan bohlam kuning berkedip lagi. Audrey masih bergeming tanpa kata. Dirinya terpengaruh Zen dalam diri Julien.

"Mendingan kamu masuk biara aja, daripada pacaran sama hantu!" serang Julien mengungkap lagi masa lalunya. Lanjutnya,

"okey, kalo kamu nggak mau ngaku, lihat aja besok aku akan bongkar rahasia masa lalu kamu." Audrey sama sekali tak takut ancaman itu. Dia lebih ngeri melihat sosok yang kini tengah berdiri membelakanginya. Dia sedang memandang ke arah taman.

Audrey bangkit berdiri. Dia memutuskan untuk kembali pulang. Namun, tiba-tiba Julien berbalik. Berhadapan dengan Audrey yang kembali mematung menatap sosok yang dulu pernah membuatnya menangis dan meninggalkannya di halaman samping gereja.
Perasaan ini hampir seperti melihat hantu di panggung saat Pensi. Audrey berusaha mengendalikan kesadarannya. Kali ini dia tidak mau pingsan.

"Dey, Dey! Kamu jangan pingsan!" Suara Julien berubah panik. Namun, Audrey melihat kilatan cahaya kuning bola lampu pada mata cowok yang sedang menahan bahunya supaya tak jatuh itu. Iris matanya berubah kelabu, sewarna dengan rambutnya yang dibiarkan tumbuh memanjang tanpa poni. Benarkah sosok ini yang dirindukannya? Tidak mungkin! Dia tidak pernah kembali.

"Dey, kamu jangan pingsan. Waktu itu aja aku yang gendong kamu ke UKS. Kamu tuh, kecil-kecil berat, tau." Terdengar suara Julien menggerutu.

Audrey masih tidak percaya pada matanya, sosok itu tidak berubah menjadi Julien. Hanya suaranya saja yang mirip Julien. Ini pasti Julien lagi cosplay! Batin Audrey meyakinkan dirinya sendiri. Akhirnya dia kembali duduk di kursinya.

"Julien, aku nggak kenal kamu, kamu nggak kenal aku. Jadi, buat apa jadian?" papar Audrey setelah berhasil menenangkan diri.

"Kata siapa nggak kenal? Papi kamu udah kasih ijin aku," jawab Julien. Rambutnya kembali memendek.

"Bohong!" sahut Audrey cepat.

"Dey, kamu perlu tau, ya ... aku tuh udah susah payah memenuhi permintaannya. Aku tuh udah ngorbanin separuh hidup aku buat ngejagain kamu. Dan satu lagi, yang aku nggak habis pikir, ya ... kamu tuh, ternyata susah ditemukan."

"Siapa yang suruh kamu kayak gitu? Papi aku? Nggak mungkin!" balas Audrey.

"Emang enggak. Aku yang mau. Aku yang mengagumi kamu. Kamu itu orangnya tulus dan tabah dalam hidup."

"Jadi, aku perlu tau nama cowok kamu. Biar aku menyingkirkannya."

Audrey kembali diam. Perlukah dia memberi tahu masa lalunya? Selagi dirinya menimbang-nimbang pernyataan Julien, antara 'mengagumi kamu' dan 'menyingkirkannya' yang dirasa ambigu itu, bohlam kuning di langit-langit ruangan kembali berpendar seiring pertanyaan yang sama,

"Kasih tau aku, siapa namanya!" Suara itu begitu mencekam, sedingin suhu ruangan yang semakin menurun.

Sorot mata Julien mulai meredup. Namun, kilatan kuning tadi kembali berpendar. Sikap duduknya tidak lagi santai. Dengan warna rambut kelabunya yang kini panjang dan sikapnya yang berubah serius, pria ini tampak mirip cowok masa lalunya. Irisnya kelabu!

Tidak mungkin Julien cosplay lagi. Tatap lembut itu bukan milik Julien. Kali ini dalam kesadaran penuh, Audrey menatap baik-baik siapa cowok yang sedang berada di hadapannya. Atau dia tertipu lagi.

"Wili?" sapanya.

"Wili siapa? Banyak yang namanya Wili." Itu suara Julian. Sekarang Audrey sedang menatap Wili sejelas saat dulu cowok itu pergi meninggalkannya begitu saja.

Chemistry di Antara AnomaliTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon