Masih ada yang mengaku manusia setengah dewa di zaman ini?
Tentu. Meskipun tidak terang-terangan, setidaknya masih banyak yang ingin dianggap keluarga ningrat, dihormati sebagai sebagai keturunan raja-raja dinasti tertentu dan diperlakukan istimewa dalam suatu tataran masyarakat. Namun, yang sungguh-sungguh memiliki galur murni sampai jaman ini hanyalah Wangsa Sung. Keturunannya mengaku mampu mempertahankan kemurnian Dinasti Erlao, walaupun katakanlah dengan cara tak lazim.
Konon, pemimpin suku terkecil keturunan Erlao ini adalah raja yang sakti. Umurnya mencapai dua ratus tahun bahkan bisa lebih jika dihitung berikut jantaka-nya. Sebuah anugerah kehidupan baru yang tingkatannya lebih tinggi dari masa hidup sebelumnya.
Dikatakan, keturunan Erlao bisa berumur sangat panjang. Bahkan mereka memiliki kesempatan hidup abadi saat Itzu yang telah sempurna memiliki Ecca, kemampuan mencapai kesempurnaan, melintasi dimensi. Terutama dimensi waktu dan ruang.
Karena Erlao sendiri adalah makhluk abadi, ia mampu melintasi keempat dimensi. Kemampuan ini juga memungkinkan Erlao untuk menciptakan kekuatan dari keempat penjuru mata angin. Mereka bersemayam pada elemen-elemen alam.
Radian dan Kuadran diciptakan Erlao dengan maksud menghasilkan keturunan yang kelak menjadi suku-suku bangsa manusia. Mereka ini diberi hak menguasai kekuatan elemen-elemen alam. Namun, pada akhirnya mereka semua mengaku sebagai manusia setengah dewa yang diciptakan oleh tangan Erlao. Mereka yakin, pada saat jiwa terbentuk, dirinya mendapat sentuhan langsung dari jemari Erlao Yang Agung.
Sung hanyalah salah satu Wangsa yang masih mampu bertahan. Mereka berasal dari suku terkecil generasi kedelapan puluh sembilan Radian dan Kuadran yang pada kenyataannya di akhir abad sudah kocar-kacir akibat perang saudara berkepanjangan.
Tidak ada yang tahu persis bagaimana seluruh sejarah Erlao ini dapat dipercaya. Namun, hingga saat ini Wangsa Sung terbukti mampu mempertahankan ajaran, mitos, keyakinan, dan kebudayaan unik mereka ini dengan cara hidup yang unik pula.
Cara mereka beradaptasi menyelaraskan diri dengan alam, bergaul akrab dengan beretika sopan dan santun. Kesabaran bertoleransi terhadap kehidupan di mana mereka tinggal memang tidak lazim. Namun, patut dipuji. Mereka memang pantas dihormati. Karena mereka senantiasa menjunjung tinggi martabat manusia. Sekalipun di dalam diri, mereka tetap mengaku sebagai manusia setengah dewa ciptaan Erlao yang Agung.
Wangsa keluarga Sung memang sudah tidak dikenal lagi oleh awam. Masa kejayaannya seolah meredup seiring berlalunya zaman. Kini, tidak banyak yang masih dapat mengenali penyandang nama Sung. Namun, keturunannya masih ada tersebar di berbagai kota. Salah satu keturunan Wangsa Sung yang mewarisi berhektar-hektar tanah yang mereka jadikan lahan perkebunan, adalah Sungkono dan Sungkowo. Segelintir dari peninggalan Wangsa Sung. Mereka adalah pemilik peternakan dan perkebunan legendaris yang merupakan keturunan ketigabelas menurut pengakuan mereka sendiri.
Berbaring santai di atas dipan dengan punggung saling menempel, keduanya asyik bertutur dengan penuh semangat. Ini kesekian kalinya aku bertemu Liam di rumahnya saat liburan kenaikan kelas. Siang itu udara terasa panas dan pengap.
Bertiga bersama saudara sepupunya, kami berbincang akrab di area belakang rumahnya yang lumayan sejuk. Dinaungi atap gazebo yang sengaja dibangun tersembunyi di antara pepohonan rindang, aku duduk bersila bersama mereka yang berbaring dengan santainya di ujung kakiku.
Kisah tentang asal usul mereka dituturkan bergantian mengalir membanjiri indera pendengaranku. Alih-alih terlihat sebagai putra bangsawan, di hadapanku, mereka berdua tampil apa adanya, layaknya anak-anak sebayanya. Sebagaimana Liam yang terkesan lebih dewasa, Chandra mampu mengimbangi sikap saudaranya yang elegan, meskipun usianya terbilang masih sangat muda. Dari cara bertutur mereka yang anggun, harus kuakui bahwa keduanya sama-sama cerdas.
Pada satu menit pertama, aku sudah mendapat kesan pamer dari cara Chandra berkelakar dan berucap. Dia jauh berbeda dengan saudaranya yang mengandalkan pengendalian kata dan mampu bertutur tenang, persis seperti saat pertama kali aku mengenal dirinya. Seseorang yang mampu mengendalikan diri dalam sikap rendah hati.
Secanggung apapun cara mereka menyembunyikan rasa jengah mereka terhadap para pendatang seperti aku dan keluargaku, tampaknya tidak menyurutkan usaha mereka untuk sengaja membuat diriku terkesan. Sementara itu, hanya salah satu dari mereka yang gesturnya menyandera netraku.
Wajah itu begitu manis dihiasi sepasang mata dengan iris kelabu yang jernih. Jemari lentik berkuku pendeknya bergerak seirama intonasi suara dalam ceritanya. Meski sedang berbaring dengan hening, selagi menunggu saudaranya selesai bercerita. Dari iris kelabunya yang terus-menerus menatapku, biar kutebak jenis gelombang rasa yang tengah mendera hati pemuda berambut landak itu.
"Do you want to be my girl friend?" Terdengar suara lirih dari balik punggung pemilik iris kelabu itu.
Terkejut mendengar suara itu, tiba-tiba dia berguling dan menatap tajam ke arah punggung saudara sepupunya itu,
"Chan!" Yang ditegur tak acuh melanjutkan,
"Would you ..."
"Chaaan ..."
"Marry me?" Chandra menoleh.
"Chan! Jangan gitu!" tegurnya sekali lagi.
Aku tertawa geli melihat tingkah konyol mereka. Chandra membuat isyarat seperti, 'teruskan!'
"Why?" lanjut Chandra berbisik gemas.
"You made her blush, Chan!" kata Liam seraya menunduk menyembunyikan wajahnya.
Chandra menoleh ke arahku, meminta jawaban,
"He is proposing to you." Nada suaranya terdengar ceria.
Sejujurnya aku tidak mengerti pembicaraan ini. Namun, agaknya kata-kata Chandra telah membuat pemilik iris kelabu itu terdiam tertunduk.
BINABASA MO ANG
Chemistry di Antara Anomali
Fiksi RemajaBersentuhan dengan Keluarga Sung, Wangsa yang mewarisi darah Erlao, memberi warna tersendiri bagi hidup Nicka. Sebagai keturunan bangsawan, Liam dengan sisi tradisionalnya memesona siapa saja. Perjumpaannya dengan Nicka, membuka gerbang dua budaya...