8.1 Rindu

252 47 2
                                    

Waktu terus bergulir, tanpa terasa Hinata sudah menghabiskan cukup banyak waktu di kafenya. Semakin hari kafe yang dia kelola semakin ramai dan Hinata berniat menambah cabang di lokasi lain. Mungkin setelah ini Hinata akan jadi semakin sibuk, tapi tak apa itu cukup menyenangkan untuknya.

Gadis itu sudah bisa mengelola hidupnya dengan lebih baik. Hinata hanya berharap dengan dia menyibukkan diri seperti ini, hatinya perlahan-lahan membaik. Dia tidak lagi memikirkan Naruto yang masih saja menghilang sampai saat ini.

Ya, Hinaya terus di hantui pikiran tentang Naruto. Hatinya terlalu munafik memang meski dia berusaha keras untuk menampik namun sudut terkecil hatinya menghawatirkan pemuda itu. Egonya yang cukup besar membuat dia mampu mengontrol semuanya.

Hinata hanya berharap Naruto baik baik saja.

Dan mungkin tidak akan lagi menemuinya.

***

Naruto sudah mirip mayat hidup sekarang, kantung matanya menghitam bahkan pipinya jadi lebih tirus sekarang. Dia bekerja keras untuk mengembalikan kejayaan perusahaannya, dan ternyata itu menguras sangat banyak tenaganya.

Tapi tak apa, setidaknya sekarang tatanan perusahaannya sudah menuju ke arah lebih baik meski progresnya belum terlihat jelas.

Naruto memijit pelipisnya pening, hampir dua bulan dia tidak melihat Hinata. Jangan tanya seberapa rindunya dia, namun kembali pada tanggung jawab Naruto lebih memilih untuk fokus mengerjakan pekerjaannya. Mungkin dia akan menemuinya nanti saat semua di rasa yakin untuk di tinggal bersantai.

Sedang apa gadis itu?

Apa dia merindukannya?

Atau justru senang karena Naruto tidak lagi menganggunya?

Agak pedih saat Naruto memikirkan kemungkinan terakhir itu. Naruto hanya bisa berharap pada Tuhan apapun yang terbaik untuknya, setidaknya untuk sekarang dia akan berusaha semampunya.

Baru-baru ini orang tuanya terus menerornya dan mengomentari banyak hal. Membandingkannya dengan sang Kakak yang tidak pernah memiliki kekurangan itu membuat hatinya sakit.

Mennma sangat berbeda dengan Naruto harusnya mereka tau itu.

Bahkan bagian terburuknya, dalam waktu satu tahun jika kemajuan perusahaan itu tidak juga terlihat. Orang tua Naruto akan mencabut hak Naruto atas perusahaannya dan menjadikannya pegawai biasa di bawah salah satu anak cabang yang di kelola Mennma. Mimpi buruk macam apa ini, Naruto bahkan tidak bisa bernafas dengan baik ahir-ahir ini, kenapa harus di tambah dengan beban seberat ini?

Naruto ingin menyerah saja.

Satu hal yang tidak pernah dia pahami adalah. Kenapa ketika kita sedang berusaha untuk berubah menuju lebih baik, selalu ada badai topan yang menghadang?

Saat dia berada di jalan yang salah, hidupnya terasa baik-baik saja dan sangat terkendali. Semua seolah ada di bawah telapak kakinya.

Tuhan menguji keteguhannya kah?

***

Pagi itu Naruto tidak menuju kantor, agaknya rindu ini benar-benar membuatnya setengah gila. Dia benar-benar ingin melihat Hinata, setidaknya sekilas sebelum dia kembali melanjutkan pekerjaannya yang menguras banyak tenaga ini.

Jujur Naruto butuh teman untuk mengeluh dan mengeluarkan semua yang dia pendam namun apa daya dia hanya mampu memikul ini seorang diri. Ino sudah tidak lagi bisa jadi tempatnya berkeluh kesah karena sejak di terapkannya kedisiplinan di kantor, dia adalah orang yang bertambah pekerjaannya dua kali lipat.

Naruto membuat perusahaan semakin aktif dan itu artinya apa yang di kerjakan Ino akan semakin banyak.

Dia tidak tega menambah beban sahabatnya itu.

Dan begitulah pagi itu berlangsung, setelah melewati banyak pertimbangan ahirnya Naruto menyempatkan diri untuk sekedar mampir ke kafe Hinata. Harapannya, dia bisa melihat gadis itu walau sekilas. Namun kenyataan lagi-lagi menamparnya. Setelah menunggu beberapa menit Hinata tak juga menunjukan batang hidungnya.

Padahal biasanya pada jam seperti ini, Hinata sedang bersih-bersih bersama karyawannya.

Kecewa?

Tentu saja, bahu Naruto melorot seolah-olah beban di pundaknya bertambah tiga kali lipat.

Seorang karyawan keluar dari kafe karena menyadari keberadaan Naruto yang cukup mencurigakan. Dia berdiri di depan kafe tanpa niat masuk namun berulang kali melihat ke dalam seperti mengintai seseorang.

Menyeramkan!

"Maaf pak, ada yang bisa kami bantu?" Tanya karyawan itu, dia di utus teman-temannya untuk menghampiri Naruto yang sedari tadi berdiri di sana.

Naruto gelagapan, seperti seseorang yang tertangkap basah hendak mencuri.  "Enggak, saya lagi nunggu temen.." jawab Naruto gugup.

"Di tunggu dari dalem aja pak daripada di sini, temen-temen saya takut." Karyawan itu berkata jujur apa adanya dan itu membuat Naruto kian malu. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Hinata, apa dia di dalam?" Tanya Naruto ragu-ragu.

"Kak Hinata masih sibuk ngurus cabang baru, jadi beberapa hari ini dia gak pernah dateng."

Naruto ber-oh kecil, semakin lesu lah dia mendengar kenyataan itu. Pemuda itu mengeluarkan sebuah kotak makan berisi sanwich yang sempat ia buat tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, kemudian menempelkan note di atasnya.

"Tolong kasi dia ya, kalau sampai sore dia gak dateng kasi notenya aja makanannya boleh buang." Naruto mengulurkan kotak makanan itu pada karyawan itu. Pemuda itu menerimanya tanpa banyak pertanyaan, jujur dia juga tidak sabar menunggu Naruto agar lekas pergi. Pekerjaannya menumpuk di dalam dan dia tidka bisa bersantai di sini.

"Ini aja pak?" 

Naruto terlihat ragu bertanya, sejenak dia hanya terdiam namun ahirnya perkataan itu terucap dari mulutnya juga. "Apa dia sehat-sehat saja?"

"Maksudnya pak?"

"Ah lupakan, saya pergi dulu."

Naruto langsung pamit dan menuju mobilnya, entah kenapa dia merasa tidak berhak bertanya seperti itu. Hinata pasti baik-baik saja, lebih baik Naruto ke kantor sekarang sebelum masalah di kantornya bertambah karena keterlambatannya ini.

Karyawan kafe itu melihat Naruto dengan tatapan aneh kemudian mengendikkan bahunya acuh. Dia memilih masuk kembali ke kafe, dan tanpa dia duga Hinata ada di dalam. Gadis itu menatap kepergian Naruto dari balik kaca jendela sambil mengulas senyum tipis.

"Loh, kak Hinata di sini?" Tanya pemuda itu.

"Iya, baru aja sampe." Hinata menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya sama sekali dari Naruto yang tengah berjalan menuju mobilnya.

"Ini titipan dari orang itu," ia mengulurkan kotak makanan itu pada  Hinata kemudian pergi ke dapur setelah Hinata menerimanya.

Gadis itu membuka kotak makanan itu kemudian matanya tertuju pada note di atasnya.

'Aku gabisa janji kapan dateng lagi, kalau ada waktu aku pasti dateng.
Kamu sehat-sehat ya.

Aku juga sehat kok :)

Naruto'


Perasaan lega seketika memenuhi hatinya. Gadis itu membuka plastik pembungkus sandwich itu kemudian menyantapnya tanpa ragu. Entah kapan terkahir Hinata memakan sandwich buatan Naruto yang jelas Hinata masih ingat dengan baik, rasa sandwich itu tidak pernah berubah sampai saat ini.



Tbc____

R e g r e t | Hyuuga Hinata ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang