Naruto menetralkan nafasnya yang semula tertahan kala mendengar untaian kata Hinata yang menusuk hatinya. Entah kenapa rasa percaya dirinya seketika menghilang begitu saja.
Dia seperti terlempar pada kenyataan yang sesungguhnya dimana Hinata adalah sosok yang pernah dia sakiti di masalalu. Dan bagaimana perasaannya sekarang Naruto masih belum mengetahuinya.
"Sorry, gue gak bermaksud Nat.."
Hinata mengangguk, gadis itu memilih untuk berbalik dan memunggungi Naruto. Sepertinya Naruto tidak akan tau jika dia tidak mengambil langkah tegas. Naruto menanggap Hinata sudah melupakan semuanya padahal kenangan buruk itu masih membekas di hatinya.
Namun sepertinya Naruto memang tidak pernah berubah, lelaki itu tetap mendekati Hinata dan kini dia sedang memegang pucuk kepala Hinata. Hangat jemarinya bahkan masih membuat hati Hinata bergetar.
"Aku jahat banget ya Nat di masalalu dulu, aku minta maaf dulu aku bener-bener bodoh."
Naruto seperti kehilangan kepercayaan dirinya yang sudah dia pupuk tinggi-pinggi sebelumnya. Pemuda itu merasa kecil dan tak berdaya.
"Ada yang bisa aku hubungi gak buat jagain kamu di sini? Aku minta maaf ya kalau adanya aku di sini kamu jadi gak nyaman." Sejujurnya Naruto tidak rela, dia ingin berada di sini lebih lama. Menemani Hinata setidaknya sampai dia di perbolehkan pulang.
"Gak ada, kamu boleh pulang."
"Nanti kalau kamu butuh apa-apa gimana? Aku tungguin di luar aja ya biar kamu masih ada yang jagain."
"Gak perlu Nar, aku bisa sendiri lagian habis satu infus ini aku mau pulang."
"Aku tungguin di luar ya? Aku gak tenang kalau ninggalin kamu sendiri."
Mendengar perkataan Naruto yang begitu panik membuat Hinata tertawa. Tertawa menahan luka lebih tepatnya. Kekecewaannya pada Naruto sudah sangat mendalam. Namun lihatlah pemuda itu, dia bahkan tidak punya rasa bersalah sama sekali.
"Sebenernya yang sakit itu gue apa lo sih Nar?"
"Maksudnya?" Naruto mengerutkan keningnya bingung. Otaknya tidak mampu memahami maksud Hinata.
"Enam tahun sama sekali gak bikin lo berubah Nar, lo masih aja nganggep perasaan orang lain sepele."
"Nat, aku minta maaf. Tolong untuk hari ini aja lupain masalalu kita aku mau kamu sembuh dulu."
"Oh ternyata gue yang sakit ya? Gue yang harusnya sembuh?" Hinata tertawa kecil, gadis itu bangkit dari tidurnya lalu duduk. Dia menatap Naruto dengan matanya yang memerah dan berkaca-kaca. "Padahal gue tuh pengennya lo udah lupain gue dan anggep gue orang lain, bukan malah dateng lagi ke kehidupan gue dan nambah banyak masalah! Lo tuh kenapa? Masih kurang lo ngancurin hidup gue selama ini?"
"Nata, aku minta maaf. Aku gak bermaksud kaya gitu. Aku bisa pergi kalau itu yang kamu mau. Plis, jangan nangis kaya gini." Naruto berusaha menghapus air mata Hinata namun gadis itu menepisnya dengan kasar.
"Capek gue ekting pura-pura baik ke lo padahal aslinya gue gak sudi liat lo, gue muak!"
Jujur ego Naruto ikut terluka mendengar perkataan Hinata, dia bahkan tidak bisa menyahut apapun. Dia merasa harga dirinya sudah di jatuhkan.
"Gue juga gak pernah maksa lo mau ketemu gue, lo yang dateng sendiri kan?" Balasan sinis itu justru yang keluar dari mulut Naruto padahal dia tidak ingin mengatakan itu, pemuda itu menyesal namun tidak dapat menarik kembali kata-katanya.
"Lo kira gue pulang ke sini karena gue mau ketemu lo? Sakit sih. Jangan pernah berpikir semua wanita itu mau sama lo Nar, gak semua orang buta sama status dan kekayaan lo."
Hinata berdiri dan mencabut paksa selang infusnya hingga membuat tangannya berdarah. "Salah kalau lo kira gue balik ke sini karena gue masih mau sama lo, bahkan buat ngelupain kesalahan lo aja gue gak bisa!"
Hinata berdiri lalu berniat pergi namun Naruto mencegahnya. "Nat, lo mau kemana?"
"Bukan urusan lo!!"
Hinata menghentak tangan Naruto kasar hingga pegangannya terlepas. Sebelum pergi dia masih sempat memberi tatapan sinis pada Naruto yang cukup menusuk.
Naruto terdiam beberapa detik sebelum akhirnya dia mengacak rambutnya frustrasi.
"Arghh!!! Naruto bego! Kenapa lo gak bisa kontrol emosi sialan!!!" Pemuda itu memukul tembok dengan segenap tenaganya untuk meluapkan emosinya yang memuncak.
Tentang perasaannya pada Hinata yang belum berubah, Naruto memang mengakuinya. Namun apa yang di katakan Hinata memang ada benarnya, Naruto masih belum bisa menghargai perasaan orang lain. Dia masih egois, sama seperti enam tahun yang lalu.
"Nat, maafin gue.." sesal Naruto dengan tubuh yang melorot bersandar di dinding rumah sakit. Dia benar-benar menyesali semua perbuatannya.
***
Kalau di tanya hal apa yang ingin Hinata lakukan di dunia ini, dia akan menjawab dengan lantang dan berani bahwa dia ingin menjadi pribadi yang pemaaf dan juga berdamai dengan masalalu. Tapi apalah daya, Hinata tidak lebih dari manusia biasa yang juga punya dendam dan benci.
Hinata masuk ke dalam apartemennya setelah melalui perjalanan yang melelahkan. Dia harus menghadapi dua masalah sekaligus dan itu membuat tubuhnya terguncang.
Gadis itu masih pucat, dia bahkan masih belum bisa merasakan kakinya menapak dengan sempurna di lantai. Hinata membuka kulkas di apartemennya, tubuhnya butuh asupan energi sementara.
Dia mengambil susu UHT yang ada di kulkas lalu dua lembar roti tawar. Hinata ingin langsung istirahat namun dia tidak yakin dengan tubuhnya. Daripada tidur dan tidak akan bangun lagi lebih baik Hinata mengisi sedikit tenanganya.
***
Naruto kembali ke kantor dengan perasaan campur aduk, moodnya berantakan namun Ino sama sekali tidak memberinya izin untuk bolos hari ini. Sialan, Naruto ingin mengumpat namun sepertinya hal itu belum cukup untuk membuatnya puas.
"Muka lo kusut banget Nar.." celetuk Ino saat pemuda tampan itu duduk di kursinya sambil memijit pelipisnya.
"Gue habis berantem sama Hinata."
Ino mendelik lalu sontak meletakan ponselnya. "Lo bahkan belum minta maaf ke dia dan sekarang lo udah berantem sama dia? Lo gimana sih Nar?!"
Naruto hanya bisa menghela nafas panjang, "Gue emosi waktu dia bilang gue masih belum berubah dari dulu. Gue nyesel banget sekarang.."
"Emang sejak kapan lo berubah Nar? Lo tuh masih ngerasa diri lo sendiri bener dan orang lain gak berhak nyalahin lo." Ino ikut memijit pelipisnya pening, dia menyesal membiarkan Naruto berusaha mendekati Hinata lagi padahal dia tau hasilnya akan sia sia.
"Hinata itu udah berubah Nar, lo gak bisa perlakuin dia kaya dulu. Jangankan dapetin dia lagi, kalau lo masih kaya gini bahkan maaf pun gak akan bisa lo dapetin."
Suasana hening setelah itu, Naruto tidak tau harus berkata apa dan Ino sudah cukup lelah dengan sikap bossnya itu.
Biarkan saja dia merasakan seperti apa berjuang yang sebenarnya. Dia harus tau, dunia tidak selalu berporos kepadanya dan dia bukan satu satunya pemeran utama di sini.
Tbc____
KAMU SEDANG MEMBACA
R e g r e t | Hyuuga Hinata ✔️
أدب الهواةTentang rasa yang tetap utuh tanpa dia sadari, tentang hati yang ternyata kesepian meski banyak hati telah di singgahi. penyesalan yang percuma karena kesalahan dahulu tidak bisa mengembalikan semuanya. a naruhina fanfiction story by MhaRahma18 Ra...