2.1 Ino dan Hinata

542 83 7
                                    

Jam istirahat kantor tiba, Ino memilih untuk pergi ke kafe baru yang berdiri tak jauh dari kantornya. Dia ingin memastikan lagi bahwa yang di katakan Naruto itu benar. Dia harus bertemu Hinata entah bagaimana caranya, dia ingin bertanya banyak hal pada gadis itu. Gadis cantik yang sangat dia rindukan.

Apakah Hinata masih sama seperti dulu? Masih gadis naif yang mudah tertipu atau waktu telah merubahnya menjadi gadis yang lebih kuat.

Ino menjejakan kakinya di kafe bernuansa putih lavender yang sejuk itu, karena jam istirahat makan siang kondisi kafe ini jadi penuh Ino kesulitan mencari kursi kosong di sana.

"Perlu bantuan kak?"

"Ah iya, saya mau satu tempa-" suara Ino seketika tercekat di tenggorokan saat melihat siapa yang ada di hadapannya.

Dia benar-benar Hinata, gadis itu memakai dress selutut yang di lapisi apron khas pegawai toko. Dia terlihat sangat anggun dan juga cantik.

"Hinata..." Ino terperangah, gadis itu membeku sedangkan Hinata justru tersenyum seolah sudah siap menyambut kedatangan Ino. "Lo, beneran Hinata?" Mata gadis itu berkaca-kaca, dia langsung memeluk Hinata detik itu juga. Tangisan histeris pecah begitu saja dari keduanya membuat para pengunjung kafe mengalihkan pandangan ke arah mereka.

"Gue kangen banget sama lo Nat, lo kemana aja selama ini..." Hinata menggenggam tangan Ino dengan tanganngan yang bergetar hebat.

"Ayo masuk ke dalem aja, kita cerita." Ujarnya sambil berusaha menahan tangisannya. Ino menurut saja, dia mengikuti Hinata masuk ke dalam ruangan di kafe itu, ruangan yang terlihat nyaman dan juga hangat. Hinata mempersilahkan Ino duduk di sofa sementara dia pergi ke luar untuk mengambil minuman.

Ino mengamati sekeliling ruangan yang seketika mengingatkannya pada seseorang. Cat warna coklat dan abu-abu gelap serta aroma citrus yang sangat khas. Sepertinya ruangan ini sengaja di design untuk mengingat seseorang. Ada beberapa figura lukisan abstrak yang memiliki makna dalam.

Hinata kembali, dengan dua gelas minuman hangan untuk keduanya. "Ino.." panggil Hinata, gadis berkucir kuda itu menoleh lalu mengikuti Hinat kembali ke tempat duduknya.

"Kamu udah lama kerja di sini?" Tanya Ino.

"Kafe ini punya aku, baru aja buka beberapa hari lalu.." Ino ber 'Oh' kecil, kini semuanya menjadi jelas di kepala Ino. Kenapa ruangan ini di design demikian tentu saja karena Hinata adalah pemilik kafe ini.

Nuasa ruangan ini sangat identik dengan Naruto, menjadi sahabat lelaki itu sejak lama membuatnya sangat mengingat apapun tentang pemuda itu. Pemuda manja dan merepotkan itu selalu ada di sekelilingnya setiap hari.

"Ruangan ini ngingetin gue sama seseorang.." Ino membuka obrolan sambil memperhatikan sekeliling ruangan.

"Naruto.." ujar Hinata sambil tersenyum pedih. "Emang sengaja gue buat untuk mengenang dia." Hinata mengeluarkan sesuatu dari laci meja. Sebuah figura berisi foto Naruto yang sedang tertawa bahagia. Foto itu di ambil sudah sangat lama, mungkin sewaktu mereka masih bersama.

"Mengenang? Lo masih belum bisa lupain dia?"

Lagi lagi Hinata hanya tersenyum namun kali ini air matanya kembali berlinang. "Gue gak akan bisa lupain dia, No. Dia se-berharga itu di hidup gue."

Ini mengepalkan tangannya kuat hingga kuku-kuku lentiknya menusuk telapak tangan tanpa dia sadari. "Lo masih mau ngejar dia?" Tanya Ino.

Mata amethyst itu menatap figura foto Naruto lekat, "Gak. Gue sayang sama dia sampe di titik dimana gak ada satupun laki-laki yang bisa gantiin, tapi itu bukan berarti gue bakal ngejar dia lagi."

"Jadi, tujuan lo balik ke sini apa?" Ino masih belum mengerti kenapa Hinata berkata seperti itu, jika kebanyakan orang yang terluka oleh masalalu akan memilih untuk menutup diri dari apapun yang bisa membuatnya mengingat tentang luka hatinya. Hinata justru sebaliknya, gadis itu seperti sengaja membuat pojok kenangan untuk luka-lukanya di masalalu. Ino pikir, orang bodoh macam apa yang memilih untuk mengenang orang yang sudah membuatnya terluka namun nyatanya orang seperti itu benar-benar ada di dunia ini. Konyol sekali.

"Cuma pengen hidup gue yang dulu, gue sadar lari bukan penyelesaian masalah. Nyatanya bertahun-tahun gue pergi perasaan gue gak berubah, gue malah makin sayang sama dia. Mungkin dengan gue balik ke sini hati gue bakalan bisa terbiasa dan rela. Meski mungkin rasanya lebih sakit daripada lari, tapi gue mau luka gue sembuh dengan sendirinya tanpa paksaan."

"Kalau dia mau balik sama lo lagi gimana?"

"Gue masih sangat sayang sama dia, tapi gue gak siap buat terluka lagi."

"Lo gak mau?"

"Gue gak pernah ngarepin dia balik, gue tau Naruto bukan laki-laki yang pantas gue perjuangin. Dia pasti punya banyak wanita di luar sana, mustahil dia masih inget gue yang bertahun-tahun hilang dari hadpaannya."

"Kalau Naruto ngejar lo lagi gimana?" Sekali lagi Ino bertanya karena menurutnya jawaban gadis itu masih rancu, sedangkan Ino melihat sendiri bagaimana Naruto tadi.

"Gue akan tolak, sekali dua kali gue yakin dia pergi dengan sendirinya."

"Tapi lo tau kan, Naruto bukan cowok yang gampang nyerah. Makin lo tolak dia bakalan makin ngejar."

"Dan gue bukan Hinata yang dulu yang gampang luluh, tenang gue bisa ngendaliin diri." Hinata menatap Ino dengan yakin. Dia sudah memilih jalan ini, jalan terjal dimana Hinata harus berjalan di bawah batu runcing sambil berusaha membalut lebam di hatinya yang tak kunjung membaik.

"Nat, lo gak sendirian. Gue percaya lo bisa.."

"Makasih, No.."

"Gue selalu ada buat lo kalau lo butuh.." Hinata mengangguk, dia sangat kagum pada Ino. Gadis itu masih sama baiknya seperti dulu, bahkan meski bertahun-tahun berlalu dia tidak berubah. Ino masih merentangkan tangannya dengan lebar menyambut dirinya yang penuh luka ini.

"Makasih banyak, Ino."

***

Naruto menatap jendela kantornya sambil melamun, tiba-tiba dia kehilangan seleranya makan padahal sekarang jam makan siang. Bayangan wajah Hinata menghantui dirinya terus menerus.

Dia masih tidak mengerti alasan apa yang membuat gadis itu pergi meninggalkannya dulu. Seperti ada hal ganjil yang sulit dia pecahkan.

Ponsel Naruto berdering menampilkan nama yang entah kenapa membuatnya hanya bisa menghela nafas kesal. Shion, kekasihnya itu sangat menyebalkan akhir-akhir ini, mungkin lebih baik Naruto memutuskannya saja.

Komitmen omong kosong, padahal Naruto ingin fokus pada satu wanita saja namun nyatanya wanita-wanita yang datang ke kehidupannya tidak lebih hanya singgah dan berganti. Tidak ada satupun dari mereka yang menetap dan berakhir jadi pemilik hatinya seutuhnya seperti Hinata.

Hinata.

Lagi-lagi naruto mengingatnya, dan itu berhasil membuat hatinya berdeyut ngilu.

"Nata..."

Tbc.....

R e g r e t | Hyuuga Hinata ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang