4.1 Tidak tau diri

356 53 2
                                    

Naruto pantas mendapatkan julukan itu. Dia yang dulu sudah memporak porandakan hati Hinata kini berlaku seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

Salah satunya adalah dengan mendatangi kafe Hinata.

Hinata menebalkan hatinya sekuat mungkin, dia sudah sangat paham gelagat lelaki itu. Apakah membuatnya terluka beberapa tahun lalu masih kurang hingga membiarkannya hidup dengan tenang pun sangat sulit?

Persetan dengan itu, Hinata tidak akan lari dari jalannya.

"Selamat siang Naruto, Mau pesan apa hari ini?" Sapa Hinata sambil  mengulas senyum. Sungguh senyumnya terlihat sangat manis hari ini. Naruto tidak bisa menahan gelora dalam dirinya.

"Vanila latte aja," sahut Naruto. Hinata terlihat menerima kedatangannya dengan baik, mungkin memang dia sudag di maafkan. Naruto bernafas lega, bayangan-bayangan indah yang pernah mereka lalui dahulu kembali berkelebatan di kepalanya. Sepertinya impian hidup dan menikah bersama Hinata bukan hanya mimpinya belaka. Dia akan mengejar Hinata, mendapatkan hatinya kembali pasti tidak sesulit itu mengingat dulu Hinata adalah gadis lemah lembut yang mudah di taklukan.

Naruto merasa dia ada di awang-awang saat ini.

Hinata terlihat lebih dewasa namun sepertinya dia masihlah sama. Seperti kekasihnya dahulu, yang begitu bodoh dan naif.

Beberapa menit Naruto menghabiskan waktunya berselancar mengingat masa lalu, tanpa sadar Hinata sudah kembali membawa pesanannya.

Vanila latte kesukaan Naruto, persis seperti yang dia sukai meski dia tidak memesan dengan toping spesial.

Lihat, sekecil ini saja Hinata masih mengingatnya. Dia benar-benar lelaki bodoh yang beruntung.

"Silahkan minumannya," Hinata meletakan pesanan Naruto di atas meja. Gadis itu hendak beranjak namun Naruto mencegahnya dengan cepat.

"Hinata, bisa temani aku minum sebentar?" Awalnya agak ragu namun Naruto memberanikan diri untuk mencobanya.

Beberapa detik Hinata terdiam, lalu kemudian dia tersenyum. "Maaf, kondisi kafe sedang sangat ramai tidak mungkin rasanya aku duduk di sini menemanimu sementara mereka semua bahkan tidak bisa duduk barang sekejap." Tolak Hinata, dia menunjuk beberapa pegawainya yang terlihat sangat sibuk.

"Tapi kau bosnya kan? Itu sudah menjadi tugas mereka, bukan tugasmu." Sanggah Naruto, dia tidak terima Hinata lebih memilih pekerjaannya daripada dia.

Hinata memang bosnya, lalu kenapa? Apa ada sebuah aturan yang melarang bos membantu karyawannya?

"Selain karyawan, mereka juga teman-temanku Naruto. Mereka yang membantuku di saat-saat sulit merintis tempat ini. Jadi apa salah jika aku ingin membantu temanku?"

Naruto terdiam, sepatah katapun dia tidak bisa membantah lagi. Lidahnya benar-benar kelu untuk berargumen lagi.

"Baiklah kalau begitu selamat bekerja!" Pada ahirnya Naruto mengikis habis egonya dan mengalah.

Hei, memangnya siapa dirimu Naruto? Kau bukanlah seseorang yang penting untuk Hinata.

"Terimakasih pengertiannya, Naruto."

Namun ya, Hinata memang sebaik itu. Dia bahkan bisa berucap selembut itu pada Naruto padahal jika di tilik kembali jejak kelakuan pemuda itu. Dia sangat pantas mendapatkan tatapan kebencian penuh dari Hinata.

"Tapi lain kali..." lagi-lagi ucapan Naruto menghentikan Hinata. "Lain kali, bisa kan makan berdua dengan ku?"

Tanpa berfikir panjang Hinata langsung mengangguk, "Tentu saja." Lalu dia meninggalkan Naruto yang terngah tersenyum bahagia.

Tidak ada salahnya dia mengalah hari ini, karena dia mendapatkan kesempatan yang lebih menjanjikan daripada itu. Pemuda itu tersenyum puas, dia meneguk habis minumannya kemudian pergi membayar dan pulang.

Naruto sudah cukup dengan ini. Senyumnya yang sangat  cerah menggambarkan hatinya yang gembira. Naruto merasa, dia benar-benar bisa mendapatkan Hinata kembali di hidupnya.

Keberuntungan tidak datang dua kali, Naruto tidak akan menyia-nyiakan ini.

***

Hinata menghela nafas lelah saat ahirnya pengunjung kafenya mulai surut, jam istirahat kantor sudah usai yang artinya jam istirahat mereka baru di mulai.

Para karyawan terlihat duduk lunglai di kursi-kursi pengunjung sambil menikmati minuman kafe. Kebaikan hati Hinatalah yang membuat mereka bisa merasakan bekerja di tempat senyaman ini. Mereka boleh makan dan minum apapun yang mereka mau di sini, jam istirahat tidak di patok dan mereka bisa bekerja dengan sangat gembira.

Hinata sendiri memilih duduk di pojok ruangan dekat dengan kaca yang memperlihatkan kegiatan di luar ruangan. Dia tengah memikirkan keputusannya tadi yang tanpa berpikir dua kali.

"Hinata bodoh! Lo malah kasi kesempatan buat dia mendekat lebih jauh!" Runtuk Hinata sambil menjatuhkan kepalanya di meja.

Dia sangat kesal tiap kali melihat Naruto, dia benci pemuda itu yang dengan seenak hati memporak-porandakan perasaannya. Dia lelaki bajingan yang bermuka sangat tebal dan tidak tau malu.

Hinata ingin menjauh ketika dia datang namun rasanya sudah cukup dia berlari selama ini, mungkin sekarang memang waktu yang tepat untuk mengikuti apa yang pemuda itu inginkan. Lalu dia akan membuat Naruto paham siapa dia sekarang.

Hinata meraih ponselnya yang sedari tadi bergetar ada beberapa panggilan tak terjawab dari nomor baru dan juga sebuah pesan singkat. Pesan singkat yang sangat memuakkan tentunya.

"Kapan kita bisa ketemu?"

Sebuah kalimat menjengkelkan yang membuat Hinata ingin menghancurkan dunia rasanya.

Lalu pesan berikutnya membuat kesabaran Hinata habis.

"Aku minta maaf atas kesalahanku dulu.."

"Persetan!!"

***

"Ayolah Ino, ku mohon!!!"

Naruto mati-matian membujuk Ino agar gadis itu mau memberikan nomor ponsel Hinata, dia sudah kehabisan cara untuk mendapatkannya. Mulai dari para pegawai hingga teman-teman lama Hinata tidak ada satupun yang sudi memberi tahu nomor gadis cantik itu padanya.

Mereka seolah kompak menjauhkan Hinata darinya padahal Hinata sendiri terlihat menerima keberadaannya.

"Lo bisa gak sih diem sejam aja? Ini udah di luar jam kantor dan lo masih aja ganggu gue?!"

Ya, sekarang sudah selesai jam kantor namun Ino masih belum menurunkan kebaikan hatinya pada Naruto.

"Lo tinggal kasih nomor dia dan selesai, gue gak akan ganggu jam istirahat lo. Kan gue udah minta dari tadi siang!" Tak mau kalah, Naruto ikut sewot menjawabnya.

"Nar, lo kalau mau nomor dia tuh usaha sih! Jangan mau gampangnya aja!!"

"Ya ini kan gue usaha Ino!!"

"Usaha itu minta langsung ke dia, jadi laki-laki yang berwibawa sedikit!"

"Masalahnyaaaaa...." Naruto terlihat sangat frustrasi dan juga ingin menangis. "Gue gak beraniiii...." lanjutnya.

Ino menghela nafas berat, dia memilih untuk mengunci pintu rumahnya sebelum Naruto melengsak masuk dan mengganggu ritual tidurnya yang nyaman.

"Lah jangan di kunci Ino!!!"

"Balik lo *njing, gue mau istirahat!"

"Gue gak akan balik sebelum lo kasih nomor Hinata!!"

"Dasar gak tau diri lo!"

Ino muak, dia membuka pintu kemudian melemparkan kertas ke arah Naruto kemudian membanting kembali pintu rumahnya. "PERGI SEKARANG!!!"

Tanpa mendebat apapun lagi Naruto langsung pergi meninggalkan rumah Ino. Dia benar-benar lelaki yang sangat beruntung.

Tbc___


Sampai sini kalian paham seberapa tebel muka Naruto?

R e g r e t | Hyuuga Hinata ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang