"Aku, Dewa Kematian."
DEG
Mendadak tubuhku bergetar. Jantungku berdegup kencang, terkejut dengan perkataan gadis itu. Gadis itu menatapku datar, sangat datar. Tatapannya itu menambah kesan dinginnya. Kulit putih pucat, rambut lurus panjang dengan warna putih berkilau, hingga pakaiannya pun berwarna putih. Layaknya putri dari negeri dongeng, atau lebih mirip dengam boneka hidup. Ia... tidak mirip sama sekali dengan dewa kematian yang selama ini kubayangkan.
"A... Apa yang kau inginkan dariku?!" tanyaku setelah mengumpulkan keberanian, "Kau... ingin mengambil nyawaku?"
Hening. Gadis itu tidak menjawab, masih menatapku dengan datar. Aku tak dapat menebak apa yang dipikirkannya sekarang.
"Buh."
Huh? Apa yang-
"HAHAHAHA! KAU LUCU SEKALI!" gadis itu tiba-tiba tertawa riang, saking riangnya sampai-sampai kesan dinginnya tadi itu bukan dirinya, "Kau takut denganku, Natsuki-chann~? Kau bergetarr~"
"H-Hei, apa yang sebenarnya yang-"
"Oke, sekarang serius." Gadis itu kembali menjadi dirinya yang sedingin es tadi, "Aku disini untuk menjelaskan beberapa hal tentang apa yang kau alami kini."
"Jadi... kau tahu?!" seruku, reflek. Bagaimana tidak? Berjuta-juta pertanyaanku yang menghantui pikiranku akan terjawab sekarang!
"Ya." Gadis itu berdehem, "Aku akan menjelaskannya sekarang, tapi tidak ada pengulangan dan aku tidak akan menjawab satupun pertanyaan."
Aku mengangguk pasti. Dewa kematian yang rupawan itu lalu kembali berdehem sebelum mulai menjelaskan.
"Satu, apa yang terjadi dengan dirimu sekarang ini? Mungkin kau berpikir kemungkinan kau memang Daiki dan ingatanmu tentang Natsuki itu palsu, atau beberapa kemungkinan lain. Namun, yang sebenarnya ialah, kau memang Natsuki." tutur gadis itu, "Lalu mengapa hal ini terjadi? Ini semua karena ragamu telah mati, namun jiwamu tidak. Jiwamu inilah yang sekarang hidup di dalam tubuh Daiki."
Penjelasan macam apa ini?! Aku hidup di era modern dan aku mengalami hal fantasi semacam ini? Aku sudah memastikan diriku tak bermimpi dengan mencubit lenganku namun hal ini terlalu tidak masuk akal. Mengapa? Mengapa aku harus mengalami ini? Mengapa harus Daiki? Mengapa-
"Tidak ada pertanyaan." sela gadis itu, tampaknya ia tahu mulutku sudah gatal sekali ingin melontarkan pertanyaan, "Yang kedua, mengapa Daiki? Mengapa tidak orang lain?"
Pas sekali. Mungkin dia bisa membaca pikiranku?
"Kau sendiri pasti sudah tahu, hal ini terjadi sejak kecelakaan di musim salju sewaktu kau bersama seorang gadis bernama Fuyuki." lanjut sang Dewa kematian itu, "Saat itu kau seharusnya mati tertabrak mobil. Tetapi yang terjadi adalah kau masih hidup, di dalam raga Daiki. Mengapa? Karena Daiki berkaitan pula dengan peristiwa itu!"
"Apa?!" seruku. Wajar jika aku terkejut, bukan? Aku tak pernah menyangka jika Daiki berhubungan dengan kejadian itu. Tetapi... jika mengingat cerita Asaki tentang kecelakaan Daiki, mungkin penjelasan dewa kematian ini masuk akal juga. Bagaimanapun, terlibat atau tidaknya Daiki, bagaimana nasibnya sekarang? Jika aku menggunakan tubuhnya sekarang, dimana jiwanya sekarang?
"Daiki sudah mati." Lagi-lagi, seperti membaca pikiranku, gadis itu menjawab pertanyaanku, "Mengapa? Hal ini agak sulit dijelaskan, karena aku juga tidak terlalu tahu. Yang aku tahu pasti adalah kronologi kecelakaan."
Jeda 5 detik. Aku menatapnya dalam, menunggunya melanjutkan penjelasannya dengan penasaran.
"Kau benar-benar penasaran ya. Tenanglah, aku akan menjelaskan apa yang kuketahui." Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dadanya, kini dengan senyum meledek di wajahnya, "Saat itu kau berlari tanpa arah karena emosimu. Dan ketika kau tersadar, kau sudah di tengah jalan raya. Kau terpaku, menunggu ajalmu menjemput. Itulah saat mobil silver milik Daiki melaju kencang ke arahmu. Mobil itu menghantam tubuhmu, membuat seonggok daging itu bersimbah darah."
"Tetapi, sebenarnya sebelum ia menabrakmu, ia sempat membanting setir untuk menghindarimu. Usahanya berbuah kegagalan, yang juga membuat mobil berserta dirinya menghantam pembatas jalan." lanjutnya, "Keajaiban terjadi saat itu. Tubuhnya masih bernafas, meski kondisinya kritis. Dan yang paling mengejutkan adalah, yang berada di dalam tubuhnya bukan jiwanya, melainkan jiwamu, Natsuki."
Aku mengerutkan keningku. Tak hanya penjelasan ini menjawab pertanyaanku, namun juga memunculkan pertanyaan lain. Satu hal yang paling menggangguku,...
Apa itu artinya Daiki mati karenaku?
Jika dipikir secara logis, seharusnya yang masih hidup adalah Daiki, bukan aku yang sudah tertabrak mobil!
"Uh... A-Anu..."
"Aku sudah bilang, aku tidak menerima pertanyaan."
Wajah datarnya yang anggun itu sekarang membuatku kesal. Seiring dengan melonjakkan emosiku, semakin cepat aku berjalan mendekatinya. Aku mengepalkan tanganku, ingin sekali aku memukulnya meski ia seorang gadis. Ini berhubungan dengan hidupku! Mengapa ia menjelaskan semua itu seakan itu semua adalah hal yang sepele?
"Apapun hidup yang akan kau jalani nantinya, pada akhirnya kau akan mati." celetuk gadis itu, "Jangan menatapku seperti itu. Aku tahu betul apa yang kujelaskan ini sangat berkaitan dengan hidupmu. Percayalah, meski begini, aku sudah membantumu dengan menjelaskan semua yang kutahu padamu."
"Aku sama sekali tidak mengerti dirimu." ucapku, "Mengapa kau membantuku dengan menjelaskan semua ini?"
"Aku tidak akan menjawab pertanyaan apapun." balasnya, "Namun penjelasan ini bukan tujuan utamaku menemuimu."
"Lalu apa?"
"Dengan kondisimu yang sekarang, orang-orang di sekitarmu pasti akan curiga, terutama gadis bernama Asaki itu." terangnya, "Aku ingin menawarkanmu memori Daiki."
Memori Daiki?
"Tunggu, tunggu. Tentu saja aku mau, tetapi kau terlalu mencurigakan! Apa yang kau inginkan dariku sampai membantuku seperti ini!?"
"Hanya... membantumu. Tak ada yang kuinginkan."
Aku hampir saja mengatainya pembohong kalau saja kau tidak melihat ekspresinya itu. Ekspresi datar nan dingin layaknya es itu berubah walaupun hanya sejenak. Ekspresi itu entah mengapa, membuat otakku mengatakan ia tidak berbohong.
Keputusanku detik ini bisa saja merubah seluruh hidupku ke depannya. Meski begitu, aku memutuskan...
"Aku tidak mengerti mengapa, tapi..." aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, "Uh, kurasa aku bisa mempercayaimu. Tolong berikan memori Daiki padaku."
"Keputusan yang tepat." Gadis itu melangkah mendekat padaku, lalu dengan tingginya yang terbilang pendek itu ia berusaha memegang kepalaku, " Tak bisakah kau menunduk?"
Aku tertawa sembari menundukkan kepalaku, "Tentu saja bisa."
Gadis itu tidak mempedulikan aku yang tengah bergurau dan segera memegang kepalaku. Mungkin ia akan mentransfer memori Daiki?
"Selesai." ucapnya, kemudian mengambil 2 langkah ke belakang, " Oh ya, memori ini akan muncul perlahan lahan, tidak segera."
"Uhn." Aku mengangguk mengerti, "Terima kasih... err... siapa namamu?"
"Aku harus pergi sekarang." Lagi-lagi ia mengabaikanku. Mungkin saja ia tidak mau menjawab pertanyaanku. Cih, menyebalkan sekali.
"Namaku, Shiro."
Aku tersentak. Kukira ia tidak ingin menjawab pertanyaanku?
Ini mungkin hanya perasaanku saja, tapi sepertinya aku melihat senyumnya sekilas...
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance
Teen FictionCinta pertamaku. Bagaikan musim panas dan musim dingin. Takdir memisahkan kami. Saatku berpasrah diri menerima kenyataan pahit, Tuhan memberiku kesempatan kedua. Natsuki (Summer) and Fuyuki (Winter) ⓒspringinsouth [D I S C O N T I N U E D]