Haahh...
Entah sudah keberapa kalinya aku menghela nafas. Hari ini terasa sangat panjang... tentu saja. Hari ini aku tak ingin melakukan apapun, namun aku merasa bosan. Tak hanya itu, aku juga gugup. Besok adalah hari pertamaku mengajar, wajar bukan jika aku gugup?
Tik... Tik...
Suara jarum jam memenuhi ruangan yang lengang tempatku berbaring ini. Aku hanya memandangi jam dinding berwarna biru laut itu dengan bosan.
12 jam lagi.
Brr... aku baru merasakan dinginnya berbaring di lantai sekarang. Mau tidak mau, aku harus menggerakkan tubuhku dari zona nyamanku ini untuk mengambil selimut.
TOK TOK TOK
Baru saja aku berdiri, dan sekarang ada tamu. Aku menghela nafas, mengapa Asaki datang semalam ini? Jarang-jarang dia datang jam segini saat jadwal kuliahnya tengah sibuk. Yah, dugaanku mungkin ia rindu aku yang sebagai 'Daiki'.
"Asaki, bukankah jadwa-..." aku memutuskan omonganku ketika yang kudapati bukan gadis bersurai cokelat yang kukenal. Yang berada di depanku hanya seorang pemuda yang kurasa lebih muda dariku.
"Umm..." aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku baru saja ingin menanyakan siapa dirinya, namun entah mengapa aku mengurungkan niatku. Entah mengapa... aku seperti pernah melihatnya.
"Nii-san. Biarkan aku masuk."
Aku membulatkan mataku. Aahh... benar, aku pernah melihatnya di memori Daiki. Pemuda bermata sipit ini tak lain ialah orang yang paling disayangi Daiki, alias Aki, sang adik.
"Nii-san? Kapan kau akan membiarkanku masuk?"
Aku mendecih pelan. Kalau saja dia bukan adik Daiki, pasti dia sudah kuhajar. Namun dia adalah seseorang yang paling disayangi Daiki, tak mungkin aku melakukannya. Tetap saja, menurutku dia sangat menyebalkan. Dia dingin dan datar seperti Shiro, ditambah dia juga arogan. Haaa...
"Masuklah." ucapku, sembari tersenyum selebar mungkin untuk menutupi kekesalanku. Ia membalas senyumanku itu hanya dengan tatapan datar, lalu dengan acuh tak acuh memasuki apartemen'ku' dengan leluasa seakan apartemen ini miliknya.
"Apa yang kau inginkan disini?" tanyaku, tanpa sadar nada kekesalanku keluar.
"Hoo... kau sekarang mulai berubah." Aki - nama pemuda tersebut - duduk di salah satu sofa, sembari menyilangkan kakinya, "Sejak kau memperoleh segalanya, kau menjadi begini."
"Ap-!" Aku hampir saja mengatainya jika aku tak langsung mengontrol emosiku. Daiki begitu baik, bahkan dengan adik semacam ini juga dia menganggap pemuda menyebalkan ini sebagai orang yang paling disayanginya di dunia ini.
"Perubahanmu ini... Jadi kau sudah tahu." ucapnya, "Aku tak bermaksud melakukannya, tapi karena kau yang memulainya aku hanya mengikutimu. Toh kau masih bernafas sekarang. Ja-"
"Apa yang kau bicarakan?" potongku. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Apa maksudnya dengan aku yang memulainya?
"Jadi kau belum tahu." Aki tersenyum sinis, "Lebih baik kau tidak tahu. Karena-"
"Dai~ki!"
Aku dan Aki segera bersamaan menoleh ke arah pintu masuk. Gadis berlesung pipi yang kukenal, dialah sumber suara tersebut. Namun, wajah cerianya segera menjadi wajah serius ketika ia melihat Aki.
"Aki?" Asaki mengepalkan tangannya, "Apa yang kau lakukan disini?"
"Tidak ada hu-"
BRAK
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance
Teen FictionCinta pertamaku. Bagaikan musim panas dan musim dingin. Takdir memisahkan kami. Saatku berpasrah diri menerima kenyataan pahit, Tuhan memberiku kesempatan kedua. Natsuki (Summer) and Fuyuki (Winter) ⓒspringinsouth [D I S C O N T I N U E D]