7 - Confession

68 21 1
                                    

"Namaku, Fukushiro Fuyuki!"

Fu...yu...ki?

Aku membeku di tempat. Gadis itu, tak salah lagi adalah Fuyuki. Gadis bersurai cokelat dan berlesung pipi layaknya Asaki. Tetapi dia berbeda, karena dia adalah cinta pertamaku.

"Umm... sensei? Boleh aku duduk?" tanyanya ragu.

"Ah? Eh, iya... duduklah." balasku terbata-bata, "Jangan terlambat lain kali. Aku memaafkanmu karena hari ini hari pertama."

"Oke, sensei!" serunya riang, kemudian berlari menuju tempat duduknya. Salah satu temannya menepuknya, dan dibalas dengan tawa kecil khasnya. Tak lama kemudian, mereka sedikit bergurau sebelum duduk rapi untuk mendengarkan pelajaranku.

"Baiklah... kita lanjutkan pelajarannya."

.

"Sensei, kau kenapa? Tidak enak badan?"

"Huh?" aku yang tengah melamun hanya melongo saat gadis berlesung pipi itu bertanya. Dia tertawa.

"Sensei, maaf aku membuyarkan lamunanmu... ahahaha." candanya, "Kau seharian ini terlihat aneh, sensei."

"O-oh, benarkah?" aku bertanya balik. Sungguh, rasanya aku ingin menangis dan memeluknya sekarang. Tetapi...

"Aku harus pergi sekarang." Lagi-lagi ia mengabaikanku. Mungkin saja ia tidak mau menjawab pertanyaanku. Cih, menyebalkan sekali.

"Namaku, Shiro."

Aku tersentak. Kukira ia tidak ingin menjawab pertanyaanku?

Ini mungkin hanya perasaanku saja, tapi sepertinya aku melihat senyumnya sekilas...

"Oh ya, satu lagi sebelum aku pergi." ucap Shiro sebelum menghilang dari hadapanku, "Jangan pernah bocorkan identitasmu pada siapapun."

"Hahhh?"

"Kalau kau tidak mau mendengarkanku dan membocorkan identitasmu... Kau akan mati."

"Eyy, sensei! Kau melamun lagi." celetuk Fuyuki, "Kau yakin kau tidak apa-apa?"

Seperti memiliki otak sendiri, tanganku bergerak mengelus kepala Fuyuki tanpa sadar.

"Tentu saja." jawabku, "Ini waktunya istirahat, lebih baik kau ke kantin. Lihat, Chouco-san dan Hibiki-san sudah menunggumu."

"Hahaha, tentu saja. Aku duluan, sensei!" pamitnya, seraya melambaikan tangan dan berlari menuju teman-temannya. Aku membalas lambaiannya, tersenyum sebisaku.

Untunglah kelas sudah kosong. Karena itu, aku dapat membiarkan airmataku luruh, mengeluarkan semua emosiku.

"Fuyuki..." lirihku. 2 bulan berlalu setelah terakhir kali aku melihatnya, dan dia benar-benar berubah. Wajah putih bersih cerianya tetap sama, namun dia terlihat lebih dewasa sekarang. Aura kelembutan memancar darinya, aku bisa merasakannya. Ya, dia lebih dewasa sekarang. Rambut cokelat panjangnya yang indah itu kini menjadi pendek, membuat kesannya lebih dewasa.

Dia semakin cantik.

Kesempatan kedua ini membuatku masih bisa melihatnya berubah. Walau aku... tak bisa berbincang akrab dengannya seperti dulu. Aku dan dia, hubungan kami dulunya adalah sahabat, dan sekarang kami bertemu kembali sebagai guru dan murid.

Tuhan, kupikir Engkau ingin memisahkanku dengan Fuyuki. Kupikir... Kau tak akan mempertemukan kami lagi agar aku lebih mudah menghilangkan perasaanku padanya.

Lantas mengapa Engkau kembali pertemukan kami?

.

Aku memandang langit biru tak berawan itu. Cerah cuacanya, aku tahu itu. Cuaca yang indah... Aku berharap suasana hatiku juga bisa sama dengan langit biru itu.

One More ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang