MRP - Rasus Menggagahi Wastu dan Edi (5)

3.1K 29 0
                                    

MRP - Mbah Mo dalam Raga Rasus (5)


Masih ada 3 hari sebelum hari ulang tahun Rasus dan selama 3 hari ini akan digunakan Wastu untuk benar-benar mencari tahu tentang penangkal dari kalung itu. Namun, ada satu hal yang tak Wastu tahu jika adiknya sekarang telah benar-benar sempurna, menyatu dengan kalung tersebut, dengan sisi mbah Mo yang berada disana. Sebuah ritual kecil yang sangat mudah, persenggamaannya kemarin itulah yang menjadi awalannya.

Rasus sendiri merasakan ada sebuah perubahan yang terjadi lagi pada tubuhnya. Kali ini ia melucuti semua pakaiannya, ia berdiri menatap cermin memandangi badan yang terpantul seluruhnya. Dipandangi tubuhnya itu dengan seksama. Wajahnya sekarang terlihat semakin bersinar, bahunya berubah menjadi semakin kokoh, dadanya menjadi tegap berisi semakin bidang, perutnya menunjukan guratan otot sixpack yang sangat jelas, badannya seperti berubah semakin padat dan besar walau tidak lebay ukurannya, dan yang paling penting, ukuran kontolnya sekarang yang sedang lemas saja sudah cukup besar.

Ia mulai memegang kontolnya, mencoba merancap untuk melihat ukurannya saat tegang. Bayangannya kembali pada pengalaman sex yang ia alami beberapa waktu yang lalu. Dengan mudah kontolnya mengeras, begitu dibuat takjub Rasus sekarang oleh ukurannya. Dari pantulan cermin pula nampak kontol Rasus yang besar dan panjang, dipenuhi dengan urat-urat pada batang kontolnya. Ukurannya mungkin setara dengan milik Agung yang dirasuki mbah Mo kemarin.

Nafsunya mulai beranjak naik, tangannya mulai tak henti-henti merancap terus. Sambil memandangi wajah juga tubuhnya sendiri, Rasus mendesah-desah pelan. Gerakan tangannya sesekali beranjak pelan dan cepat, bergantian begitu terus menerus.
"Issshhh ooohh.. Aahhhh aaaaghh.. Ooouuhh.."

Tubuhnya pun mulai panas terbakar oleh nafsu birahi atas kepuasan sendiri. Pada akhirnya Rasus tak mampu lagi membendung luapan birahinya. Tangannya bergerak semakin kencang, badannya mulai kelojotan sendiri, juga kakinya yang mengejang. Kontolnya sendiri sudah ia rasakan berdenyut-denyut hebat. Dengan sekali dorongan ke belakang, keluarlah kini semburan demi semburan pejuh kentalnya yang banyak mengenai cermin di depannya. Semburan itu begitu banyak berceceran di cermin. Sejenak setelah Rasus menuntaskan seluruh tembakan pejuhnya, ia berjongkok di depan cermin.

Diambilnya lelehan pejuhnya di cermin dan segera ia masukan ke dalam mulutnya sendiri. Perlahan pula ia mendekatkan wajahnya sekarang, dijulurkan lidahnya menyapu sisa pejuh yang masih berada di cermin hingga bersih tak bersisa.
Tak terduga, ada yang melihat aksi Rasus ini dan orang itu adalah Fifi, kakak iparnya sendiri.

-

Malam itu dihabiskan dengan Rasus yang sekali lagi mengeluarkan pejuhnya pada diri Wastu. Kontolnya berkali-kali menghajar lobang Wastu, erangan mas nya itu begitu erotis dan menggairahkan. Apalagi saat Wastu menduduki kontol Rasus, ia terlihat begitu menikmati, begitu puas dengan kontol Rasus yang berada di dalam pantatnya tersebut. Tangannya tak henti-henti meraba tubuhnya sendiri, maupun tubuh Rasus. Tak ada bosannya juga Wastu menjilati keringat Rasus, menikmati lekuk tubuh adiknya ini sampai akhirnya pejuhnya keluar dengan sendirinya tanpa perlu ia kocok sedikit pun.

Besok paginya, Rasus sudah berkumpul kembali dengan keluarganya untuk sarapan sebelum ia berangkat bersama Wastu ke tempat orang pintar kenalannya tersebut. Kembali, seperti tak terjadi apa-apa. Setelah keduanya puas saling berhubungan sex sejenis antara kakak adik itu, Wastu segera kembali ke kamarnya dan tidur. Baik dengan Ibu ataupun Fifi, mereka juga tak melihat ada yang aneh pada sikap Rasus atau Wastu ini karena memang keduanya tidak tahu tentang segala hal mistis yang terjadi pada pria dari keluarganya.

"Rasus, udah siap kamu?" Tanya Wastu sambil memanaskan motor.

"Udah mas, mau jalan sekarang?" Waktu Rasus di kampung ini tinggal 2 hari lagi sebelum hari ulang tahunnya. Wastu berharap jika pertemuan hari ini akan berhasil karena jika tidak, ia tak tahu apa yang akan terjadi nanti pada hidup Rasus, maupun hidupnya nanti.

Perjalanan ditempuh dengan lancar tanpa ada hambatan selama 2 jam. Hingga akhirnya mereka pun sampai di kampung tempat kenalan orang pintar Wastu ini tinggal. Rumahnya sedikit terpencil, sedikit lebih menjorok masuk ke daerah hutan jika dibandingkan dengan kampung utamanya.
Di rumah itu, Wastu sudah disambut oleh salah seorang temannya, Edi, dialah yang menyarankan Wastu untuk pergi ke sini.

Edi menyambut Wastu dan Rasus untuk masuk ke dalam rumah yang sudah berada seorang kakek tua yang duduk di ruang tamu. Ia memperkenalkan diri dengan nama mbah Juki. Usianya sudah sangat tua, mungkin sekitar 70 an tahun. Setelah berbincang sebentar menjelaskan mengenai kedatangan Wastu dan Rasus ke sini, mbah Juki mengantar ketiga orang tersebut ke dalam salah satu kamar di rumahnya tempat ia melakukan praktik.

"Coba buka bajumu Rasus, saya mau lihat kalung itu." Ujar mbah Juki yang tahu bahwa kalung itu tak bisa terlepas dari leher Rasus.

Rasus mulai melepaskan jaket dan kaos yang ia pakai. Ketiga pasang mata ini menatap tubuh Rasus tajam-tajam. Wastu yang takut akan terhasut oleh keperkasaan tubuh Rasus (entah karena pengaruh kalung atau memang dia yang sudah berubah), memilih untuk membuang muka. Sedang Edi tak ada berkedipnya sekarang menatap tubuh Rasus yang jauh lebih bagus dari tubuhnya meski badannya sendiri juga bukanlah terbilang tak terurus.

Sebentar mbah Juki menatap kalung tersebut dan ia langsung berbicara tak jelas sendiri, merapal mantra atau kata-kata ajaibnya. Rasus sendiri tak merasakan apapun saat ini meski mbah Juki sedang melakukan ritual dengan tangannya sambil merapal mantra itu. Sampai saat mbah Juki masih melakukan ritualnya, ia mendengar bisikan yang berasal dari mbah Mo.

"Hahaha! Ilmu rendahan seperti itu tak akan bisa menghalangi langkah saya!"
"Kamu sudah sepakat dengan saya Rasus. Kamu sudah menjadi bagian dari saya." Suara itu membuat Rasus tersentak kecil.

Kemudian, badan mbah Juki nampak bergetar.
Duar!!
Suara kencang terdengar oleh ketiga orang disini. Mbah Juki sendiri terpental ke belakang mengenai tembok. Dari mulutnya mengeluarkan darah. Saat itu Wastu dan Edi segera mencoba menolong mbah Juki. Tetapi kali ini, badannya tak bisa bergerak.

Rasus tiba-tiba berdiri, ia berbalik badan menatap ke arah mas dan temannya itu.
"Usaha kalian sia-sia, waktu juga sudah menipis. Lebih baik kalian sudahi saja dan menyerahkan raga kalian untuk saya." Suara yang keluar dari mulut Rasus ini tak mereka kenal. Itu bukan suara Rasus!

****

Terimakasih atas dukungan kalian selama ini! Melalui pesan pendek disini, Author ingin menyampaikan rasa bahagia Author atas antusiasme dari para pembaca setia semua. Oleh karena itu, Author akan terus berkarya demi memberikan kepuasan bagi kalian semua melalui cerita-cerita yang Author lahirkan.

Semoga dari cerita-cerita Author seluruhnya bisa membuat kalian terbawa oleh suasana dan tentunya kalian bisa selalu Coli dengan puas hingga tenaga terkuras!

Kisah lengkap "Menduduki Raga Pria" kini dapat kalian akses melalui https://karyakarsa.com/rakarsag

Begitu pula dengan kisah lain milik Author seperti "Keluarga Berbeda" ; "Para Pejantan" ; "Ero-Mantica" ; "Para Pejantan II" ; "Terapi 'Kejantanan'" ; "Laki-Laki Perkasa" ; "Pemijat Sensasional" ; "Top Series #1 - InterSext" ; "Bot Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Vers Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Bot Series #2 - Desahan penuh Desahan" ; "Perjalanan Birahi" dapat kalian akses di situs karyakarsa milik Author.

Untuk cerita lengkap dan update terbaru dalam kisah ini dapat anda baca dan nikmati di sana.

Terimakasih dan selamat membaca!

Regards,

Rakarsag

Menduduki Raga PriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang