24

201 33 6
                                    

"Sayang-sayang-sayang-sayang- sayang~"

Entah keberapa kalinya dahyun memangilnya dengan panggilan itu, sebenarnya sana senang. Tapi di panggil berulang kali dengan sebutan seperti itu lama-lama menjijikkan.

Rasanya pusing, mual bercampur aduk. Apalagi semalaman mereka berdua terjaga, bahkan sedetik pun tidak menutup mata demi menjaga satu sama lain. Hanya mina yang tertidur nyenyak, tidak terganggu sedikitpun dengan suara bariton dahyun.

Tapi sana bersyukur akan hal itu, rasanya tidak tega melihatnya menangis histeris apalagi sampai melukai diri sendiri.

"Sayang, kamu tidur aja udah subuh," bisik dahyun tepat di telinga sana. Jemarinya tiada henti mengelus lembut pucuk rambut gadisnya.

Sebenarnya dahyun cemburu dengan mina, seharusnya ia yang berada di posisi itu hingga pagi. Tapi sayangnya, dunia tidak berpihak.

Walau tetap saja rencananya berhasil, sana rela begitu saja di sentuh, bahkan membiarkan jemarinya menyelip masuk kedalam kemeja putih nya. Tapi sayangnya, sana memiliki rencana busuk dibaliknya membuatnya tersiksa sendiri dengan permainannya.

"Tutup mata, dia baik-baik aja." ucap dahyun meyakinkan. Sedari tadi ia bersembunyi dibalik punggung gadisnya, dengan penampilan yang berantakan walau tetap saja sana yang paling berantakan karena ulahnya.

Dengan pergerakan sepelan mungkin dahyun menarik selimut. Menutupi seluruh tubuhnya, tanpa memeluk tubuh ramping itu.

Gadisnya hanya fokus dengan sahabatnya, hingga lupa suami sendiri. Durhaka emang. Bahkan tempat tidur pun dahyun tidak kebagian, sedikit saja ia bergeser otomatis terjatuh ke atas lantai.

"Tidur!" bisik dahyun lembut, seraya mengelus lembut punggung gadisnya.

Sana menurut, karena biasanya pagi menjelang ketakutan itu akan sirna. Mina akan kembali seperti semula.

Tepat manik mereka berdua tertutup rapat, pelukan sana melongar mengusik mina dari tidurnya. Mengerjap matanya berkali-kali, dan menghela napas panjang.

"Maaf," lirihnya.

Mina yakin sana pasti ketakutan, kelemahan terbesar mereka berdua hanya itu saja. Sekejam-kejam nya dunia mereka tidak pernah takut, hanya masalah yang satu itu saja kelemahan mereka.

Dengan pelan mina bangkit dari tempatnya, memperbaiki selimut dan tersenyum tipis. Terlihat kepala menyembul di balik punggung sana, dan kemeja putih diatas kepalanya. Ternyata om suami sana sudah jinak dengan pawangnya, bahkan rela begadang hanya menjaga mereka berdua. Mina jadi iri.

Tapi yasudah lah, akan ada saatnya. Buktinya sana bisa mendapatkan kebahagiaan yang ia mau selama ini. Tentunya mina pasti kebagian, semoga saja Tuhan mendengar doanya.

Dengan langkah gontai mina melangkah turun dari ranjang, tepat pintu terbuka tubuhnya langsung ditarik di peluk erat, bersahutan napas memburu.

"Lo gapapa kan?"

"Iya, gue gapapa. Gak usah takut,"

"Mayat nya udah ketemu, kepalanya pisah sama tubuh," terang chaeyoung.

"Siapa?"

"Anak IPS 3, si centil itu."

"Ck, kejam banget."

Chaeyoung hanya mengangguk kan kepala, melepaskan pelukannya beralih menangkup wajah mina dengan kedua tangannya.

"Mata Lo bengkak, kita kompres yah,"

"Gak usah, nanti sembuh sendiri."

"Keras kepala,"

Siempunya hanya mengangkat bahunya acuh, melepas jemari chaeyoung dari wajahnya beralih menutup pintu kamar.

Minatozaki Sana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang