13. RUANG KENIKMATAN

934 55 20
                                    

Terengah-engah Tazkia masuk ke dalam kamarnya, namun tak didapatinya keberadaan Regi di sana.

"Mas?" Panggilnya sembari melangkah memasuki kamar.

Berjalan menuju kamar mandi, berpikir Regi ada di dalam kamar mandi, namun dugaannya salah karena kamar mandi itu kosong.

Hingga sebuah deritan pintu yang terdengar dari arah lain membuat napas Tazkia tercekat.

"Aku di sini, sayang," ucap Regi yang baru saja keluar dari ruangan pribadinya.

Sebuah ruangan khusus yang menjadi tempat di mana Regi menumpahkan hasrat terpendamnya selama ini, bersama Tazkia.

Regi merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dan melihat stopwatch yang dia nyalakan tadi. "Telat lima detik!" Ucapnya kemudian.

Tazkia menelan salivanya dengan susah payah, tungkai kakinya mendadak lemas ketika dia memaksakan diri membalikkan tubuh ke arah suara Regi terdengar.

Tampak dalam penglihatan Tazkia, Regi yang saat itu masih menggunakan celana Chino panjangnya, sementara tubuh atasnya shirtless, kini sedang berdiri dengan tubuh bersandar di ambang pintu sambil menimang-nimang sebuah benda di tangannya. Benda terkutuk yang menjijikan.

Menyeringai ke arah Tazkia, Regi mengisyaratkan sang istri agar mendekat.

"A-aku nggak bisa lama-lama, Mas. Bapak sama Ibu pasti cari aku di rumah sakit, karena tadi aku nggak sempet pamitan," ucap Tazkia beralasan. Jangankan melangkah, untuk bergerak saja, Tazkia merasa kakinya kaku.

"Kamu pikir aku perduli?" Balas Regi sinis. Tatapannya menusuk tatapan Tazkia, memberi perintah melalui gerakan kepalanya, "Masuk,"

Tubuh Tazkia mencelos. Luruh. Tak bertenaga.

Lemas dalam sekejap.

Seolah kehilangan pijakan, saking takutnya dia.

"Mas, kamukan udah janji nggak akan sakitin aku lagi?" Ucap Tazkia yang mulai menangis.

Regi yang hendak melangkah masuk jadi menghentikan ayunan kakinya. Kembali berbalik menatap Tazkia di belakang. Tatapannya kali ini melembut, meski Tazkia masih sulit untuk mengartikannya.

Selembut apapun tatapan itu, baginya, jika sudah seperti ini, sosok Regi tetap saja mengerikan.

Derap langkah kaki Regi yang kini berjalan mendekatinya seakan menghitung mundur bom waktu yang akan meledak. Tanpa sadar, semakin Regi mendekatinya, Tazkia justru malah memundurkan langkah.

"Memangnya siapa yang mau menyakiti kamu, Kia? Aku cuma mau membicarakan hal penting saja denganmu di dalam. Kebetulan, suasana hatiku saat ini sedang tidak baik, jadi, aku butuh pemanasan sedikit," ucap Regi saat itu yang masih terus melangkah mendekati Tazkia.

Tungkai kaki Tazkia semakin gemetar. Bibirnya mendadak kelu. Tazkia benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik, dalam keadaan seperti ini.

Bayang-bayang ketika Regi memperlakukannya seperti benda mati yang tak memiliki rasa sakit kian berputar secara bergantian dalam benak Tazkia. Membuat tubuhnya kini benar-benar lemas hingga jatuh terduduk di sisi ranjang ketika kakinya yang berjalan mundur itu membentur sisi ranjang.

Regi sudah berdiri tepat di hadapannya, membelai pipi Tazkia dengan benda yang masih berada dalam genggamannya, lalu menarik perlahan hijab yang dikenakan sang istri, diikuti dengan melepas ikatan rambut Tazkia hingga rambut panjang hitam legam nan indah milik sang istri kini tergerai bebas, menjuntai panjang, bergelombang.

Regi sangat menyukai rambut Tazkia, itulah sebabnya dia tak pernah mengizinkan Tazkia memangkas rambutnya lebih pendek.

"Kamu selalu bilang kalau kamu mau sembuh. Kamu selalu bilang kalau kamu nggak akan pernah siksa aku lagi, tapi kenapa sekarang kamu justru malah memintaku masuk ke ruangan itu lagi, Mas? Adikku sedang dioperasi, kedua orang tuaku menungguku di rumah sakit, izinkan aku pergi Mas, aku mohon..." Kedua telapak tangan Tazkia menyatu di depan dada. Memohon dan mengiba belas kasihan sang suami.

BAGAIMANA RASANYA TIDUR DENGAN SUAMIKU? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang