21. BEBASKAN ANAK KAMI...

513 58 10
                                    

Kepulangan Regi dari luar kota disambut senyuman oleh kedua orang tua Tazkia, yang langsung mengajak sang menantu duduk bersama mereka di ruang tengah, untuk menyampaikan maksud dan tujuan keberadaan mereka di sini.

Melihat keberadaan Gading dan Dina di kediamannya, ekspresi wajah Regi tampak terkejut, meski setelahnya, lelaki itu malah berkata, "kebetulan kalau begitu, mumpung Ibu sama Bapak ada di sini, Regi juga ada sesuatu hal penting yang mau diomongin ke kalian. Dan sekali lagi maaf banget kalau Regi nggak bisa hadir di acara pemakaman Radith kemarin," ucap Regi membalas kalimat Bapak mertuanya.

"Iya, tidak apa-apa. Kami paham kesibukan kamu."

Tazkia yang saat itu juga berada di sana jelas paham hal penting apa yang ingin disampaikan oleh Regi pada kedua orang tuanya itu. Tak ingin banyak bicara, Tazkia menyerahkan semuanya pada Regi, sebab, apa pun yang hendak dilakukan suaminya itu, Tazkia sudah tak lagi perduli.

Bukti foto-foto mesra Regi bersama Sandra di luar kota kemarin, cukup bagi Tazkia memahami bahwa kini, dirinya bukan lagi prioritas utama dalam hidup Regi, dan Tazkia justru bersyukur atas hal itu.

"Sebentar ya, Pak, Bu, Regi panggil Sandra dulu," ucap Regi sebelum Bapak dan Ibu mertuanya memulai pembicaraan.

Sepeninggal Regi, tatapan Gading dan Dina langsung tertuju pada sang anak. "Siapa Sandra, Kia?" Tanya Dina penasaran.

"Nanti juga Ibu tahu," jawab Tazkia singkat. Tak sama sekali terlihat raut wajah sedih dalam ekspresi Tazkia saat ini dan itu artinya, tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tak lama, Regi kembali masuk menggandeng tangan seorang wanita berpakaian seksi menuju ruang tengah, tepatnya ke sofa yang diduduki Ibu dan Bapak mertuanya.

"Kenalin ini Sandra, Pak, Bu, dia sekretaris Regi di kantor," ucap Regi memperkenalkan.

Sandra mengulurkan tangan ke arah sepasang suami istri paruh baya itu seraya menyebut namanya, hingga Regi kembali mendominasi percakapan.

"Dua minggu lagi, Sandra dan Regi akan menikah, Pak-Bu. Dan Tazkia sudah mengizinkan," beritahu Regi terang-terangan bahkan tanpa basa-basi sama sekali.

Gading dan Dina hanya bisa saling pandang, bergantian menatap Regi dan Tazkia yang saat itu hanya terdiam dalam duduknya.

"Kia, apa-apaan ini?" Tanya Gading yang seketika marah.

Dina tampak berusaha meredakan emosi sang suami, namun tatapan Gading yang tertuju pada Tazkia seolah menunggu penjelasan sang anak, membuat Regi akhirnya kembali bersuara.

"Bapak dan Ibu nggak perlu khawatir dengan hubungan rumah tangga Regi dan Tazkia karena Regi akan tetap menjadi suami yang baik bagi Tazkia ke depannya. Regi akan berusaha sebisa mungkin berbuat adil untuk Tazkia dan Sandra nanti."

Hati Tazkia mencelos mendengar ucapan sang suami yang menandakan bahwa Regi tak akan menceraikannya meski pun dia sudah menikahi Sandra. Sungguh, Tazkia benar-benar ingin marah sekarang!

"Mas," pada akhirnya, Tazkia pun buka suara juga. "Aku mengizinkan kamu menikah dengan Sandra, bukan tanpa syarat ya, Mas! Aku sudah bilang kan, ceraikan aku dulu, baru kamu bisa menikahi Sandra!" Tegas Tazkia yang langsung berdiri dari duduknya.

Melihat kekacauan itu, diam-diam Sandra menyembunyikan senyum jahatnya.

Regi membalas kemurkaan Tazkia dengan senyum menawannya. Berjalan mendekat ke arah Tazkia dan berkata, "Jika Sandra saja mau menerimamu, kupikir kamu pun bersedia menerima dia di rumah ini."

"Nggak!" Potong Tazkia lantang. "Kalau memang Mas mau ajak Sandra tinggal di sini, AKU YANG AKAN KELUAR!" ancam Tazkia lagi. Entah keberanian dari mana yang dia miliki saat ini, yang jelas Tazkia sudah benar-benar muak dengan pernikahan ini!

Wajah Regi dengan senyuman manisnya itu seketika menegang. Menatap dingin Tazkia dengan sebelah tangannya yang terkepal. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajah sang istri seraya berkata, "jangan macam-macam! Turuti perintahku, atau nasibmu akan berakhir di rumah sakit malam ini!" Bisik Regi saat itu.

Tubuh Tazkia langsung gemetar mendengarnya. Lemas seolah tak bertulang, dia kembali jatuh terduduk dan terdiam di sana.

Bagai seekor kerbau yang dicucuk hidungnya, Tazkia tak lagi mampu berkata-kata.

"Baiklah, kupikir, semua sudah setuju kan tentang rencana Regi untuk menikahi Sandra. Dan sekarang, Regi yang akan mendengarkan, apa hal penting yang sebenarnya Bapak dan Ibu ingin katakan pada Regi?" Ucap Regi kemudian, memberi isyarat agar Dina dan Gading juga Sandra untuk duduk di sofa.

Dina dan Gading saling tatap sebelum mereka mengutarakan maksud dan niatan mereka menemui menantunya itu.

"Kami datang ke sini karena ingin berterima kasih padamu, Regi. Berkat bantuanmu, Radith bisa bertahan hidup sejauh ini. Dan Mira kini bisa bekerja sesuai dengan apa yang dia cita-citakan. Tapi, Radith kini sudah pergi, tak ada alasan lagi bagi kami untuk tetap menjadikan Tazkia tumbal keegoisan kami..." Air mata Gading yang menetes seolah membuktikan betapa batin mereka tersiksa selama ini.

Menutup mata dari kebenaran atas apa yang sebenarnya dialami Tazkia akibat ulah Regi hanya demi anak bungsu mereka tetap bertahan hidup.

Ya, Gading dan Dina mengakui bahwa mereka memang egois. Tazkia pantas menghukum mereka atas keegoisan mereka, dan kedatangan mereka saat ini adalah sebagai penebusan dosa mereka pada sang anak selama ini.

Saat itu, Gading dan Dina sama-sama berdiri, lalu berlutut di hadapan Regi, menantunya.

Menyatukan kedua telapak tangan di depan dada, mereka menangis sambil menghiba...

"Tolong... Bebaskan Tazkia... Lepaskan anak kami... Ceraikan dia..."

Dan saat itu, bukan hanya Regi yang terkejut, Sandra pun ikut terkejut.

Lebih-lebih, Tazkia sendiri.

*****

Kuy, di vote dan komen dulu yang banyak...

Salam Herofah 🙏😘

BAGAIMANA RASANYA TIDUR DENGAN SUAMIKU? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang