15. PERTANYAAN REGI

387 53 11
                                    

Tazkia tidak tahu apa yang sedang Regi lakukan di luar sana hingga berjam-jam lamanya sang suami tak juga kembali.

Berusaha sekuat tenaga melepaskan diri pun percuma karena rantai besi ini jelas sangat kuat, dan hanya bisa terlepas dengan kunci gembok yang kini ada di tangan Regi.

Tubuh Tazkia yang sudah seratus persen polos tanpa sehelai benang pun mulai menggigil kedinginan, karena hawa sejuk AC di ruangan tersebut. Bahkan saat itu, aliran deras air matanya sudah mengering di pipi.

Tak tahu lagi apa yang kini Tazkia harapkan, berharap Regi datang, sama saja berharap pada kematian. Sementara jika dibiarkan terus dalam keadaan seperti ini pun, Tazkia merasa sangat tidak nyaman.

Dia merasa dirinya seperti seekor hewan qurban yang ingin disembelih.

Setelah hampir tiga jam berlalu semenjak Regi keluar dari kamar itu, Tazkia mendengar suara pintu kamarnya dibuka, membuat jantung wanita itu kembali mengencang, berdebar tak karuan.

Apakah itu Regi?

Tanyanya dalam benak.

Tatapan Tazkia tertuju pada sosok tubuh tinggi bertubuh atletis seorang lelaki yang mengenakan jubah tidur, kini masuk ke dalam ruang rahasia itu.

Mendekatinya.

Lalu duduk di sisi tempat tidur, begitu dekat dengan Tazkia.

Tak dapat ditahan, air mata Tazkia kembali meleleh.

Wanita itu kembali berteriak meski yang terdengar hanya gumaman tak jelas dari mulutnya yang masih tersumpal kain.

Perlahan, tangan lelaki itu menarik kain yang menyumpal mulut sang istri.

Membuat Tazkia akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Meski rasa takut itu tak juga hilang.

"Mas, lepasin aku Mas. Tolong jangan sakiti aku lagi, Mas..." Ucap Tazkia yang semakin sesenggukan.

Regi menarik selimut dan menutupi tubuh polos sang istri, lalu melepas gembok pada rantai yang mengikat kedua tangan dan kaki Tazkia.

Tatapan lelaki itu terlihat sendu.

Seperti orang yang sedang merasakan kesedihan yang begitu mendalam.

Tazkia yang sudah terbebas dari ikatan sebenarnya ingin kabur, tapi dia takut Regi akan marah. Alhasil, dia hanya bisa menarik selimut dan melilitkan selimut menutupi tubuhnya lebih rapat. Sedikit menjauh dari Regi yang saat itu masih duduk terdiam di sisi tempat tidur.

"Apa selama ini aku sudah keterlaluan, Kia?" Itulah kalimat pertama yang akhirnya terlontar dari mulut Regi setelah lelaki itu terdiam cukup lama di sana.

Tazkia bingung harus menjawap apa, berkata jujur jelas bukan hal yang baik untuk saat ini.

"Jawab, Kia! Apa selama ini tindakanku ini berlebihan?" Tatapan Regi kini tertuju ke arah Tazkia, membuat Tazkia semakin ketakutan dan tergugu dalam tangis.

"A-aku, aku nggak tau Mas," jawab Tazkia, memeluk rapat kedua kakinya yang tertekuk.

Regi menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya melalui mulut. Kelopak mata lelaki itu berkaca-kaca.

Sekelebat percakapannya dengan seseorang yang baru saja ditemuinya di bawah tadi, kembali terngiang dalam benak Regi.

Berputar seperti alunan syahdu yang menyiksanya.

Menderanya dengan perasaan bersalah dan rasa takut akan kehilangan.

*

"Jangan macam-macam dengan saya, apalagi anda mencoba mencari celah untuk mendekati istri saya! Saya pikir, Dokter Ilham sudah menjelaskan baik-baik pada anda siapa saya sebenarnya, tapi kenapa anda ini sepertinya sangat senang mencampuri urusan orang, hah? Apa motif anda sebenarnya?" Ucap Regi dengan kedua gigi gerahamnya yang menyatu, rahang mengeras dan tatapan membunuh.

BAGAIMANA RASANYA TIDUR DENGAN SUAMIKU? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang