17. FLASH BACK

324 42 15
                                    

Bel tanda berakhirnya jam sekolah berteriak nyaring.

Pelajaran terakhir hari itu berakhir usai semua anak murid SMA MAHADIKA membaca doa.

Seorang siswa lelaki kelas XII, tampak berdiri di sisi jendela anak kelas X, mengintip aktifitas di dalam kelas itu. Tatapannya intens menatap seseorang.

"Woy! Diintipin mulu! Bintitan tar tuh mata!" Ucap seorang siswa lelaki lain, yang baru saja menepuk keras bahu sahabatnya yang bernama Fadli. Lelaki yang berdiri di sisi jendela anak kelas X tadi.

Fadli yang kaget langsung mendengus kesal sambil menggerutu. "Apaan sih lo! Sok tahu!"

"Emang gue tau! Diem-diem gini juga gue merhatiin, kenapa setiap pulang sekolah, sekarang lo lewat sini," ujar Ragil lagi dengan gaya sok taunya itu.

"Apa?" Fadli mendelik. Berjalan ke arah tangga disusul oleh Ragil yang merangkul bahunya.

Tatapan Ragil tertuju pada sosok gadis di depan sana, lalu terkekeh ke arah Fadli. "Sebagai seorang sahabat terdekat lo, gue jelas tau kalau sekarang di hati seorang Fadli sedang tumbuh bunga-bunga cinta yang bermekaran, harum mewangi, indah sepanjang masa..."

"Garing puisi lo!" Potong Fadli setengah tertawa. Lalu tatapannya kembali tertuju pada sesosok tubuh seorang adik kelas yang berjalan beberapa meter di depannya.

Seorang gadis berhijab yang akhir-akhir ini mengusik ketentraman hatinya.

"Hahaha, biarin aja garing, yang penting gue bukan pengecut kayak lo!" Timpal Ragil sok bangga.

"Kampret! Siapa yang pengecut?"

"Ya lo lah, siapa lagi? Cuma seorang pengecut yang bisanya intip-intip cewek dari jauh! Huh!"

Fadli hanya diam. Pikirannya berkelana tak tentu arah, sampai akhirnya Ragil kembali berkata seraya memberikan robekan kertas ke telapak tangan kirinya.

"Apaan nih?" Tanya Fadli bingung. Saat itu mereka sudah berdiri di tepi jalan, menunggu angkutan umum.

"Itu alamat rumah sama nomor Hp adek kelas yang lo taksir itu! Tazkia Andriani namanya, iya kan?"

Kedua bola mata Fadli terbelalak. "Lo dapet dari mana?" Tanyanya kaget.

Ragil menaikkan kerah seragam sekolahnya. Tersenyum bangga. "Ragil Syahputra, apa sih yang nggak bisa dilakuin sama gue? Gitu doang mah, kecil!"

"Iya deh, yang waras ngalah," canda Fadli, lalu malah mengantongi sobekan kertas itu ke dalam saku celananya, membuat Ragil jadi melongo.

"Kok dimasukin?"

"Emang kenapa?" Tanya Fadli dengan wajah polos-polos bego.

Ragil menghempas napas kasar lalu menepuk jidat. "Lo itu pinter sebenernya Fad, tapi kenapa kalo urusan sama cewek lo jadi bego banget sih?"

Fadli hanya diam. Menyetop angkutan umum yang lewat dan masuk diikuti Ragil. Kebetulan tempat tinggal mereka searah.

"Fad," panggil Ragil begitu mereka duduk di dalam angkutan umum.

"Apaan sih?" Sahut Fadli yang tahu betul apa yang dimaksudkan Ragil, hanya saja dia memang tak ingin melakukannya.

"Siniin deh kertasnya, biar gue aja yang hubungin tuh cewek dan bilang, kalau ada cowok banci yang naksir dia selama ini!"

"Sialan!"

"Yaudah cepetan hubungin, gue kan kepo pengen tau respon tuh cewek."

"Nggak ah," jawab Fadli dengan entengnya.

"Loh, kok nggak ah sih? Gue udah susah payah dapetin itu, lo nya malah kayak gini. Semangat dong! Muka lo itu nggak jelek-jelek amat juga, apa lagi yang lo pikirin? Ya seenggaknya, kalo pun ditolak, yang penting kan lo udah usaha, jadi nggak akan penasaran lagi, gimana sih?" Gerutu Ragil panjang lebar sementara yang diceramahi hanya tertawa kecil.

"Masalahnya itu, gue bukannya takut ditolak sama dia, Gil, tapi justru sebaliknya, gue takut kalau ternyata dia malah suka sama gue, bahaya."

"Anjir! PD lo tingkat dewa ternyata, bangke!"

Fadli kembali tertawa melihat tampang Ragil yang lucu.

"Coba jelasin sama gue, bahayanya di mana kalau sampe dia suka sama lo?" Tanya Ragil lagi.

"Gini ya, lo tau kan hidup gue susah?"

"Iya lah, masalah itu jangan dijelasin gue udah paham! Untung ada gue, makanya lo masih hidup sampe sekarang."

"Sialan!"

Kali ini Ragil yang tertawa.

"Gue cuma takut kecewain dia, Gil. Gue aja pulang sekolah langsung kerja sampe malem, apalagi weekend sampai pagi. Gue nggak akan ada waktu untuk dia. Jangankan waktu, uang buat ngajak dia jalan aja gue nggak punya. Prioritas gue sekarang itu, kejar beasiswa dan fokus belajar. Gue masih punya tanggungan untuk biayain pendidikan adik gue."

Mendengar hal itu, Ragil akhirnya diam. Sadar bahwa apa yang dikatakan Fadli itu memang benar.

"Terus, jadi lo cuma mau liatin dia dari jauh terus gitu sampai kiamat?" Tanya Ragil setengah kecewa.

"Ya nggaklah."

"Terus gimana?"

"Terus lurus, belok kiri, belok kanan, lurus lagi, sampe deh."

"Kampret, gue serius!" Ragil memukul bahu sang sahabat.

"Iya iya, oke gue serius," kata Fadli yang memang senang sekali bercanda.

Ragil pun menunggu penjelasan Fadli berikutnya.

"Rencana gue sih, gue bakal deketin dia nanti, kalau gue udah lulus kuliah kedokteran."

"Yakin tuh, hati nggak bakal melipir?"

"Ya masalah itu sih, wallahu'alam, itu masalah takdir. Jodoh itukan udah diatur. Kita tinggal nunggu dan menjalaninya aja, kan?"

"Jiah, mulai jadi Pak Ustadz."

"Hahaha..."

"Tapi, btw, kalo misal lo udah lulus kuliah nanti, tau-tau Tazkia udah nikah sama orang lain gimana?" Tanya Ragil menerka-nerka kemungkinan yang terjadi.

"Ya, itu tandanya gue sama dia bukan jodoh, gitu aja. Dan gue akan nerima itu dengan lapang dada, mencoba membuka hati buat orang lain? Realistis aja sih."

"Terus, misalnya pas kalian nanti ketemu lagi, tau-tau si Tazkia udah jadi janda, apa lo mau bekas orang?"

Fadli menatap sinis Ragil. "Bekas-bekas! Lo pikir dia barang!"

"Yaelah, gitu aja marah," goda Ragil. "Kayaknya dalem banget ya perasaan lo buat Tazkia? Gue sih bisa baca dari cara lo menatap dia setiap hari. Dan sebagai sahabat terbaik lo, gue cuma bisa berdoa supaya apa yang lo cita-citakan di masa depan nanti bisa tercapai. Lo jadi dokter dan lo nikah sama Tazkia, jangan lupa undang gue."

"Aamiin, Ya Allah, pastilah gue undang lo."

Dan angkutan umum itu pun terus melaju, membawa dua anak manusia bernama Fadli dan Ragil hingga sampai ke tempat tujuan mereka.

Masa depan...

*****

Seorang lelaki tampak termenung di dalam kamarnya.

Menatap sebuah foto seorang gadis remaja berhijab bernama Tazkia Andriani.

Foto yang dia ambil diam-diam satu hari sebelum hari kelulusan tiba.

Tazkia Andriani...

Adik kelasnya di SMA dulu.

Wanita pertama yang berhasil mencuri perhatiannya.

Sebegitu dalam, hingga sulit untuk dilupakan.

*****

Yuk serbu dengan Vote dan komennya guys...

Salam Herofah...

BAGAIMANA RASANYA TIDUR DENGAN SUAMIKU? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang