Evita melongokkan kepalanya, melihat keluar kelas yang ramai dari jendela kelas. Lalu gadis itu menopang dagu dengan raut bosannya. Di hari pertamanya ini, wali kelas barunya berceloteh panjang hingga memakan waktu berjam-jam lamanya.
Apalagi, Evita tidak sekelas dengan Yuda, membuatnya lebih memilih untuk duduk sendiri di kelas.
Evita kembali memerhatikan keadaan di luar kelas lewat jendela kelasnya itu. Matanya menangkap wajah Yuda yang sedang mencari seseorang, yang Evita yakini, Yuda mencari dirinya. Sudut bibir Evita naik ke atas saat melihat wajah teman dekatnya dari kecil itu.
Yuda memberikan cengirannya saat bertatapan dengan Evita lalu melambaikan tangannya.
"Untuk sementara, segini dulu ya. Ibu harap kalian mengenal satu sama lain dan meningkatkan solidaritas. Selamat siang." Suara wali kelas Evita pun mengakhiri celotehannya. Dengan cepat, Evita membawa tas ranselnya yang berisi satu buku tulis dan kotak pensil itu sambil berjalan keluar kelas.
"Hai, gila ya itu guru, lama banget ngocehnya. Bosen banget di kelas," keluh Evita lalu menarik tangan Yuda. "Pulang yuk, buruan. Panas banget. Pengen masuk kamar."
Yuda menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Evita lalu berjalan menyusul Evita yang tengah menyeret tangannya. Baru saja mereka melewati gerbang sekolah, tiba-tiba saja Evita jatuh tersungkur dengan teriakannya yang melengking.
Yuda menghela napas melihatnya lalu berjongkok di hadapan Evita yang kini meringis kesakitan. "Ada-ada aja sih. Makanya, iket sepatu yang bener. Kalo diiket yang bener gak bakalan kesandung terus nabrak batu segede tangan," omel Yuda lalu mencari sesuatu di tas Evita.
"Ada tisu gak?" tanya Yuda. Evita menggeleng pelan. Lagi, Yuda menghela napasnya lalu melepaskan jaketnya dan membersihkan luka Evita yang ada di telapak tangan sambil sesekali meniupnya.
"Sakit," ringis Evita.
"Udah, jangan manja. Diem aja," gumam Yuda sambil terus fokus dengan kegiatannya.
Saat Yuda menyuruhnya untuk meluruskan kaki Evita, gadis itu malah mengaduh kesakitan. "Pergelangan kaki gue sakit, adududuh..." ringis Evita. Bibirnya digigit menahan tangis.
"Gue gak bisa mijit beginian, takut salah. Nanti malah tambah parah. Pulang aja," ucap Yuda seraya mengikat tali sepatu Evita. Setelahnya, Evita digendong seperti bridal style.
"Yud,"
"Hm."
"Gue gak berat, kan?"
Yuda menundukkan kepalanya untuk menatap Evita. "Diem. Kalau lagi diurus sama gue jangan berisik, mau gue lempar?" ancam Yuda dengan mimik wajah serius. Evita menggeleng cepat-cepat lalu melingkarkan tanganya pada leher Yuda.
"Kita naik apa, Yud? Motor lo, kan, gede. Terus tinggi, kaki gue lagi sakit." Evita kembali bersuara.
"Pake taksilah. Gue temenin dulu sampe rumah," jawab Yuda lalu berdiri di pinggir jalan, menunggu taksi kosong lewat.
Evita sudah mulai membuka suaranya lagi, namun Yuda lebih dulu bersuara. "Iya, gue bolak-balik. Diem aja, atau gue telantarin di sini." Setelah Yuda berkata seperti itu, Evita bungkam dan memilih untuk menuruti ucapan Yuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Almighty
Short Story[TR 2] Evita bagi Yuda, terasa jauh namun sedekat nadi. Seperti ada sekat di antara mereka. Yuda bagi Evita, bagai suatu pulau yang indah. Seperti tempat untuk bersinggah. Bagaimana dengan Alex? copyright © 2015 by rdnanggiap.