Gelak tawa terdengar dari bibir mereka berdua. Dengan bahu yang tergantung tas ransel, dan tangan menjinjing kantung plastik berisi buku yang baru saja dibeli.
"Gue mau ke bakery langganan gue, jaraknya gak jauh. Mau ikut?" tanya Alex setelah meredakan tawanya. Evita langsung menyetujui ajakan Alex tanpa pikir panjang. Mereka pun keluar dari gedung dan berjalan menuju toko roti yang dimaksud Alex.
Gedung toko roti itu agak besar, dengan gaya vintage. Saat mereka memasuki gedung toko roti pun tercium aroma khas roti membuat Evita menyunggingkan senyumnya. "Makan di sini dulu bentar yuk," ujar Evita sambil nyengir ke arah Alex.
Alex tertawa pelan. "Oke, cari tempat kosong. Gue pesenin beberapa roti sama kue. Minumnya mau apa?" tanya Alex. "Teh anget aja, gue ke sana ya!" ucap Evita lalu berjalan menuju meja kosong yang terletak di samping jendela kaca.
Evita meletakkan ranselnya di bawah meja lalu mengambil buku yang baru ia beli tadi. Sebelum ia membuka plastik pembungkus buku, ponselnya bergetar dan muncul nama Yuda pada sebuah aplikasi chat.
Yuda: lo dimana?
Evita menepuk dahinya pelan. Ia belum memberitahu Yuda. Dengan segera ia menelpon Yuda. Setelah menunggu nada dering yang agak lama, suara Yuda pun menyahut di seberang sana.
"Halo, Yud. Sori, gue lupa ngasih tau. Hehehe, gue lagi di bakery deket toko buku yang biasanya. Pulangnya mungkin sekitar jam tujuh." Evita menjelaskan.
"Sendiri aja? Gue temenin deh," ucap Yuda. Evita buru-buru menggeleng dan kemudian ia mengingat ia sedang bertelepon. "Gak usah, gue bareng temen." Evita memberi jeda lalu matanya menangkap sosok Alex yang mulai berjalan ke arahnya dengan membawa nampan. "Temen gue udah dateng. Udah dulu ya, dah."
Gadis itu memutuskan sambungan telepon secara sepihak lalu meletakkan tangannya di atas meja dan menatap makanan yang dibawa Alex dengan antusias.
Alex duduk di kursi yang berhadapan dengan Evita. Dengan cengiran di wajah Evita, gadis itu mulai mencomot satu roti yang sebesar kepalan tangan dan memulai memakannya.
"Enak," puji Evita saat menelan gigitan pertama. "Gue gak tau kalau ada bakery di sini, padahal gue sering ke toko bukunya." Evita terkekeh pelan lalu menggigit rotinya.
"Gue bisa ngajak lo ke sini lagi," ucap Alex lalu menyeruput tehnya. Evita mengangkat alisnya. "Itu pun kalau lo mau." Alex menambahkan ketika melihat Evita yang menatapnya.
Evita tertawa pelan. "Maulah pasti. Tempatnya bikin nyaman, makanannya juga enak. Kayaknya sebelum pulang, gue bakal beli buat makan di rumah." Evita berujar sambil mencomot roti kedua.
Alex memerhatikan Evita yang mengambil roti itu lalu tertawa. "Ya, you should." Alex mengangguk sekali menyetujui ucapan Evita.
"Omong-omong, waktu pertama kali kita ketemu. Lo, kan, beliin buku buat temen lo yang cewek itu. Sekarang gimana?" tanya Evita hati-hati. Entah ia takut karena terlalu mencampuri urusan orang, atau malah takut Alex lupa dengan kejadian dua tahun lalu.
Alex mengerutkan dahinya, berusaha mengingat. "Oh, itu lo? Yang gue tanyain waktu itu? Yaaa, gak gimana-gimana sih. Sampe sekarang juga masih jadi temen," tutur Alex. Evita manggut-manggut mendengarnya. Dalam hati, ia bersorak senang karena nyatanya, Alex ingat pertemuan itu.
Saat Evita sudah menghabiskan roti keduanya, matanya pun menatap sepotong kue dengan warna yang menarik. "Itu buat lo, coba aja." Alex terkekeh saat melihat Evita melirik kue itu.
Evita tersenyum malu. Biasanya, kalau ia bersama Yuda, Evita tidak akan memedulikan tata krama saat makan. Bahkan, gadis itu lebih sering membuat malu dirinya sendiri saat bersama Yuda.
Omong-omong tentang Yuda... sepertinya Evita akan membeli roti atau kue untuk Yuda nanti saat mereka akan duduk santai di balkon.
Evita melirik ponselnya setelah ia menekan tombol, lalu menatap angka yang tertera pada layar. "Kayaknya gue harus pulang. Gue belum izin juga tadi pas pergi," ujar Evita.
"Oh, sori. Gue bakal bilang nyokap lo kalau gue yang ngajak lo pergi. Yuk, gue anterin ke rumah lo." Alex buru-buru mengelap sekitar mulutnya dengan tisu. "Nggak apa-apa, belum terlalu malem juga kok. Gak ngerepotin kalau lo nganter gue?" tanya Evita.
Alex menggelengkan kepalanya, "Anak cewek kayak lo gak pantes pulang sendirian malem begini. Gue anter."
Evita tersenyum lalu merapikan barangnya. "Lo jadi mau beli roti lagi?" tanya Alex. Evita hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Kalau gitu, lo tunggu di sini aja. Biar gue beliin," ucap Alex lantas bangkit dari tempatnya tanpa sempat Evita mencegahnya.
Evita hanya menghela napas lalu menunggu Alex. Tak lama, laki-laki itu datang menjinjing sekantung plastik berlogo di tangannya. "Nih," ucapnya sambil memberikan kantung plastik itu pada Evita. "Lain kali, kita harus jalan lebih lama."
Evita menundukkan kepalanya dalam-dalam saat mendengar ucapan terakhir Alex, pipinya agak memerah.
"Ya... kapan-kapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Almighty
Short Story[TR 2] Evita bagi Yuda, terasa jauh namun sedekat nadi. Seperti ada sekat di antara mereka. Yuda bagi Evita, bagai suatu pulau yang indah. Seperti tempat untuk bersinggah. Bagaimana dengan Alex? copyright © 2015 by rdnanggiap.