Di perpustakaan Vani tidak bisa fokus dengan belajarnya. Beberapa kali ia memandang ke arah luar melalui sela pintu yang terbuka. Tidak seperti biasanya saat ia sendirian berada di ruangan itu, saat ini ruangan dengan berbagai buku yang berjejer rapi ini menjadi terasa sepi, padahal lumayan banyak orang di sana. Apakah karena mereka semua fokus pada bukunya masing-masing atau karena lantai perpus yang dingin karena terlalu bersih. Bukan, itu karena tidak ada dia disana. Tidak ada laki-laki yang selalu berjalan dengan ciri khasnya yang cool dan melangkah mantap menuju ke arah mejanya saat ini.
Perasaan apa ini?
Kenapa aku selalu mengharapkan dia ada di sini tiap istirahat?
Seandainya tidak ada dia, bukankah harusnya sama saja?
Mengapa sekarang berbeda?
Kemana dia?
Dan kenapa banyak pertanyaan pada hatiku sekarang?
Vani menuliskan puisi pada secarik kertas, kemudian membacanya beberapa kali, membolak-balikan kertas tersebut dan menyelipkannya di antara lembar buku yang sedang dia bawa. Ada harapan yang terselip saat ia melakukannya. Dia ingin suatu hari seseorang membaca puisinya, kemudian memberitahu orang tersebut bahwa ada seseorang yang menunggu seseorang pada saat membaca buku itu.
Vani tersenyum melihat buku berisi lipatan kertas itu, kenapa dirinya seperti ini sekarang?
Hari itu Vani tidak bertemu dengan Alex dan saat jam istirahat selesai, dia baru tahu ada keributan di kelas sepuluh. Aime memberikan laporan padanya dan yang menjadi pusat perhatiannya adalah nama gadis yang baru-baru ini sering ia dengar namanya, siapa lagi kalau bukan Manda. Sayang sekali kali ini dia tidak diberi tugas untuk menginterogasi salah satu dari mereka. Guru Bimbingan konseling langsung yang menangani kasus ini.
* * *
Pelajaran akhirnya selesai, Alex dan Manda bolos di jam pelajaran setelah kejadian itu. Mia dan Niko yang membuat alasan untuk mereka berdua. Manda masih merasa sedih dan sekarang mereka berada di kantin. Laki-laki yang mengganggu Manda masih berada di ruangan keamanan.
"Akh, sakit!" rintih Manda saat Alex mengobati lututnya yang tergores.
"Sakitnya bakal sebentar, setelah obatnya menyerap lukanya akan kering." Dengan telaten Alex mengoleskan obat merah menggunakan kapas."Kamu kenal orang itu?" tanya Alex yang masih marah dengan keadaan Manda, tapi dia berusaha menahan emosinya.
Lama sekali Manda terdiam, tatapannya berpaling ke arah lantai kantin dan dahinya mengerut mengingat sesuatu.
"Sayang?" Alex mengusap lembut tangan Manda dan menebak kalau saat ini gadisnya itu masih syok.
"TIDAK!" jawab Manda sangat keras, merasa tersentak karena dirinya sedang melamun.
"Ada apa?" tanya Alex merendahkan nada bicaranya, kemudian tatapan matanya langsung menyoroti mata Manda, dia merasa ada sesuatu padanya. Tapi gadis itu hanya diam sambil menatap mata Alex. "Sekarang sudah tidak apa-apa, tapi aku janji bakal balas kelakuannya itu." Alex mengepalkan tangannya sampai buku-buku tangannya tampak mengeras.
"JANGAN!" bentak Manda tiba-tiba.
"Ada apa? apa kamu takut?" tanya Alex khawatir, "tidak perlu takut, aku akan menjagamu! maafkan aku karena datang terlambat." Alex menatap Manda, namun kali ini dengan tatapan menyelidik.
"Jangan meminta maaf, itu membuatku tidak nyaman!" Gadis itu menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya.
"Ada apa?" Alex kembali bertanya karena seperti ada sesuatu yang Manda sembunyikan darinya. "Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" tambah Alex.
"A-aku, hanya masih syok. D-dan kejadian tadi sangat menakutkan." Suara Manda bergetar dan setetes air mata jatuh ke pipinya. Alex terdiam sejenak melihat itu, dia melepaskan nafas pelan kemudian menghapus air mata Manda dengan lembut.
"Sudah, jangan menangis lagi!" Alex tersenyum menatap Manda.
Sebetulnya ada sesuatu yang memang Manda sembunyikan tentang laki-laki yang tiba-tiba melakukan itu padanya. Sedari awal saat Manda dengan lantangnya mengatakan 'Najis' ia terkejut karena ternyata orang itu adalah seseorang yang pernah dekat dengannya. Dia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan orang itu. Dan sebagai pertemuan awal mereka setelah berpisah, itu sangat mengejutkan. Karena seingatnya, dulu ia sama seperti Alex saat ini. Dia adalah seseorang yang pernah mengisi hari-hari Manda. Laki-laki itu bernama Arka.
* * *
Perkelahian lagi-lagi terjadi di lingkungan sekolah. Dan sekarang terjadi di lingkungan kelas sepuluh. Hal itu membuat guru Bimbingan Konseling, ketua osis, dan sebagian anggota seksi bidang keamanan melakukan rapat dadakan. Vani yang mengetahui itu dari Aime sangat terkejut, apalagi ketika membaca daftar laporan kejadian yang melibatkan lebih dari dua siswa. Tiga nama terpampang jelas di laporan itu.
AMANDA SUMA 10-C
ARKA AIDENA 12-A (Siswa baru)
ZAIN ALEX ANDREA 12-F
Satu nama tidak asing untuknya, gadis itu membuat masalah lagi pikir Vani.
"Dan keputusan saya adalah, kasus ini tidak akan melibatkan anggota seksi keamanan. Alasannya karena kalian harus fokus untuk acara pensi yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Dan khusus dalam kasus kali ini saya sendiri dan ketua osis yang akan menanganinya!" pungkas guru BK, hal itu benar-benar mengindikasikan kalau ada sesuatu yang disembunyikan atau dilindungi.
"Tapi ini adalah bagian dari tugas kami sebagai seksi keamanan. Lagi pula bukan hanya kali ini kita mempunyai kasus yang sama." Vani berusaha meminta agar dirinya ikut dilibatkan, beberapa kali guru bimbingan konseling menangani kasus seperti ini dan menyelesaikannya. Vani mengira mungkin dirinya seperti yang dikatakan orang lain, menjadi ketua keamanan osis tidak cocok untuknya. Tapi terus-menerus tidak dilibatkan rasanya sedikit menyakitkan, dia merasa tidak dihargai.
"Keputusan akhir saya tidak bisa diganggu gugat!" katanya.
Guru bimbingan konseling dan yang lainnya sudah menyetujui keputusan itu. Namun berbeda dengan Vani yang merasa ada sesuatu yang janggal, selama rapat dia bahkan tidak diberi kesempatan lagi untuk bicara dan orang-orang tidak mendengarkan pendapatnya.
Lagi-lagi Vani berfikir kalau tugasnya semakin terasa berat, dia bersedia menjadi ketua seksi keamanan karena ada alasan yang mendasar. Semakin hari dia merasa ragu untuk meneruskan tugasnya itu, tapi dia harus bisa melewati ini yang hanya tinggal beberapa bulan lagi.
Banyak orang yang mengapresiasinya karena menjalankan tugas dengan baik, namun tidak sedikit pula perkataan orang yang sering dia dengar, mereka tidak percaya kalau dirinya yang seorang perempuan bisa menjalankan tugas seperti ini. Menginterogasi atau menertibkan siswa yang sering bermasalah, mereka tidak percaya karena kejadian tahun lalu. Yaitu tentang ketua keamanan yang juga seorang perempuan. Dia dianggap tidak berhasil melaksanakan tugas.
Saat orang-orang keluar ruangan, Vani memilih duduk di ruangan itu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate Me Ok
Teen Fiction"Aku adalah seorang pendusta, jika aku mengatakan iya artinya adalah tidak dan jika aku mengatakan tidak artinya adalah iya. Aku adalah seseorang yang terlahir dengan tindakan pengecut, rasanya aku tidak berani melakukan apapun. Aku takut saat berad...