"Baiklah, hari ini kita akan mulai merazia seluruh kelas. Jangan sungkan untuk masuk ke kelas manapun, karena kita sudah mendapat izin dari kepala sekolah untuk melakukan ini. Lagi pula ini dilakukan sebagai upaya persiapan pensi yang sepuluh hari lagi!" ucap Vani di hadapan seluruh anggota osis Harapan Bangsa. Di sampingnya ada ketua osis, wakil ketua osis, guru BK, sekretaris osis dan bendahara osis.
Di jam delapan pagi semua orang yang ditugaskan untuk merzia telah menuju ke bagian tugasnya. Atas saran dari guru BK Vani ditugaskan bersama dengan Rendra, ketua osis yang selalu berpenampilan rapi.
Di kelas 12-F seorang siswa laki-laki tengah kalang kabut ketika seorang temannya yang merupakan anggota osis memberitahunya kalau hari ini ada razia dadakan yang direncanakan oleh ketua osis bagian keamanan.
Siswa tersebut merasa bingung saat memutuskan tempat dimana dia harus menyembunyikan 'sesuatu' dari anggota osis yang akan melakukan razia pada kelasnya.
Tepat setelah dia memutuskan untuk menyembunyikannya di toilet, dia terkejut saat sekitar tiga meter, lima orang anggota osis tengah berjalan dan menuju ke arahnya berdiri, di balik pintu yang terbuka. Dia bergegas kembali ke kelas dan dengan gerakan cepat dia melemparkan 'sesuatu' ke sebuah tas milik seseorang, kemudian dia sendiri duduk terduduk 'menanti' rombongan yang datang.
Saat semua orang tengah sibuk melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang bermain kartu, gitar, dan ada juga yang berpacaran.
Pintu terbuka lebar, kemudian gebrakan yang cukup keras terdengar oleh seisi ruangan. "Jangan ada yang bergerak dari tempat kalian masing-masing!" ucap Rendra, sang ketua osis.
Alex yang sedang tidur di kursi belakang langsung membuka matanya, kaget. "Apa yang terjadi?" tanya Alex pada Niko yang berada di sampingnya.
"Cewek lo dateng, dan si sok itu juga dateng sama dia!" jawabnya dengan nada sebal.
Alex segera duduk saat menyadari Vani dan ketua osis datang. "Gilak! Kenapa mereka datang ke sini?"
"Jangan berdiri!" perintah Rendra, menyadari Alex yang hendak berdiri menuju kursinya.
Vani melihat itu, dia sadar kalau Alex tertidur. Gadis itu merasa kasihan melihat Alex yang setengah jongkok antara berdiri dan duduk. Tatapan mereka bertemu, dan Vani tersenyum kecil padanya. Nyaris tidak terlihat, dan hanya Alex yang menyadari senyuman itu.
"Cepat periksa semua tas siswa kelas ini!" perintah Rendra pada enam orang rekannya yang laki-laki.
Alex duduk santai di belakang, dia merasa tidak akan di tangkap kali ini. Namun gelagat Niko nampak sebaliknya, laki-laki dengan rambut dikuncir kecil kebelakang, gelang karet di lengan kiri, kuku berwarna hitam, dan seragam yang tidak dimasukkan membuatnya sangat mencolok.
"Kamu! Maju ke depan!" ucap Rendra, dengan telunjuk menunjuk ke arah Niko, saudara tirinya.
Niko mendengus, lalu maju ke depan. "Apa gue bakal di kasih hadiah karena punya penampilan yang khas?"
"Tentu, tapi sesuai dengan apa yang ketua keamanan tetapkan!" jawab Rendra, melirik sekilas ke arah Vani.
"Kita akan berbicara di ruanganku, setelah razia ini selesai!" balas Vani kepada Niko, tanpa rasa takut.
"Kenapa harus berdua di ruanganmu? Apa ruanganmu sempit?" sindir Niko, "aku menyukai tempat seperti itu. Kesannya sangat privasi bukan? Sayangnya bentukmu tidak memenuhi kriteriaku!" beber Niko panjang lebar. Dia berdiri di samping Vani, berusaha menjaga jarak dari Rendra.
"Tutup mulutmu! Apa itu caramu berbicara kepada perempuan? Aku merasa sangat kasihan!" balas Rendra, dengan nada yang sama dengan Niko. Rendra tahu ke arah mana bahasan Niko itu tertuju. Dan dengan caranya dia berusaha membuat gadis di sampingnya merasa aman, tapi Vani nampak biasa-biasa saja.
Di kelas 12-F ini, sikap ketua osis yang paling di segani, karena punya sisi wibawa yang menakjubkan. Saat rekan perazia sedang melaksanakan tugasnya, seseorang memberi isyarat pada Rendra dan Vani menggunakan jari telunjuknya, menandakan ajakan untuk menghampiri.
Rendra dan Vani menghampiri rekannya. "Ada apa?" tanya Vani.
"Aku menemukan beberapa butir obat terlarang di tas ini!" jawab laki-laki itu, serius.
Rendra mengangkat pandangan. "Siapa pemilik tas ini?" lalu mengangkat ransel hitam itu tinggi-tinggi.
"Itu punya saya!" jawab Alex, santai.
"MAJU!!" perintah Rendra dengan nada marah.
Alex yang masih merasa biasa, menghampiri ketua osis yang berada di samping gadis itu. "Kenapa saya dipanggil?" tanyanya.
Rendra sudah tahu bagaimana buruknya sikap Alex, tapi tidak menyangka sampai membawa obat terlarang ke sekolah. "Apa ini?"
Alex membelalak tidak percaya. "Apa itu ditemukan di dalam tas saya?"
"Jangan pura-pura tidak tahu! Cepat ke depan dan diam di sana!"
Vani terdiam, masih berusaha mencerna apa yang dia lihat. "Apa kamu membawa ini ke sekolah?" desak gadis itu, namun Alex tidak menggubrisnya sama sekali.
Wajah Alex yang awalnya biasa dan terlihat santai berubah tajam, dia melihat semua orang yang berada di sana dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Gue nggak pernah membawa itu sekali pun ke sekolah!"
Jangan bohong! Buktinya barang ini ada dalam tasmu!" timpal laki-laki yang menemukan barang itu berada dalam tas miliknya.
"BRENGSEK!!" Alex meraih kerah baju anggota osis, dia hendak memukulnya namun di tahan oleh Rendra.
"Jangan mengelak lagi!" perintah ketua osis. Namun bogeman keras malah mendarat di pipinya.
"Alex!" panggil Vani, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Tidak pernah terbayang sekalipun dalam kepalanya laki-laki dengan sikap lembut itu mendaratkan tinjunya kepada orang lain.
"Apa kamu juga percaya aku membawa benda ini? Hah?" tanya Alex kepada Vani dengan dagu yang terangkat, tapi Vani hanya membisu.
"Ayo cepat ikut kami!" ajak ketua osis. Adegan itu disaksikan seluruh siswa kelas F. Mereka juga ikut kena hukuman karena membawa barang-barang terlarang untuk di bawa ke sekolah. Seperti kartu, cat kuku, sampai majalah dewasa. Tapi obat-obatan terlarang sangat tidak ada dalam kamus mereka yang menganggap diri paling nakal sekalipun.
"Gue nggak bersalah!" timpal Alex saat tangan ketua berusaha menyeretnya ke luar ruangan.
Niko tidak percaya Alex membawa itu ke sekolah, dan tindakan Rendra lebih membuatnya benci. Dia maju ke arah kumpulan osis itu dan tanpa babibu dia memukul Rendra dari arah belakang. Dan disaat itulah Alex melepaskan diri kemudian memukuli rekan Vani yang memeriksa tasnya, sedangkan Niko berkelahi dengan Rendra.
"Rendra, sudah cukup!" teriak Vani, memegang tangan Rendra yang hendak membalas serangan Niko.
Rendra yang pada dasarnya tidak menyukai kekerasan, menahan tangannya di udara. "Kamu benar, kita tidak pantas melakukan ini untuk menertibkan siswa bodoh seperti kalian!" ujarnya dengan nada yang lebih tenang.
"Gue lebih baik bodoh, dari pada bertindak pengecut seperti kalian semua!" teriak Niko kepada seluruh anggota osis yang hadir.
"Dan kamu?" tanya Rendra, kepada Alex yang menahan tangan salah satu anggota osis, dia masih sangat marah.
"Gue nggak pernah sekali pun bawa barang-barang bodoh ke sekolah!" ujar Alex, matanya mempunyai sorot tajam yang menyeramkan. Dia sadar Vani ada di ruangan itu, namun kali ini dia lebih mempertahankan harga dirinya daripada mempertahankan kebohongannya.
"Alex aku mohon, jangan melakukan ini!" pinta Vani, berusaha menenangkan.
"Vani, menjauh darinya!" perintah Rendra yang cukup mengetahui bagaimana sikap Alex yang sebenarnya.
"Apa kamu percaya aku membawa obat-obatan itu?" Alex menoleh ke arah Vani.
Gadis itu yang memang menganggap Alex adalah orang yang baik, mengangguk percaya. Sedangkan Rendra dan beberapa anggota osis yang ada di sana sana terkejut dengan anggukan Vani.
"Jangan percaya padanya! Dia adalah orang yang paling sering diberi hukuman karena perbuatannya. Dia adalah ZAIN ALEX ANDREA! Orang yang selama ini ingin kamu ketahui rupanya!" ungkap salah satu anggota osis, tanpa rasa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate Me Ok
Teen Fiction"Aku adalah seorang pendusta, jika aku mengatakan iya artinya adalah tidak dan jika aku mengatakan tidak artinya adalah iya. Aku adalah seseorang yang terlahir dengan tindakan pengecut, rasanya aku tidak berani melakukan apapun. Aku takut saat berad...