“Nona, kita perlu bicara.”
Kepada otak atau apa pun yang mengatur fungsi logika maupun berpikir dalam diri Axel, tolong lekas pulih sebelum seseorang atau DIRIKU SENDIRI memilih menghantamkan pukulan sehat. Jenis pukulan yang akan melancarkan peredaran darah dan mengembalikan daya ingat sekaligus nalar Axel.
“Kita nggak perlu bicara,” aku menolak, berusaha menyentak tangan dari cengkeraman Axel. Namun, gagal. Dia begitu erat menjagaku tetap terpaku di tempat tanpa peduli sedikit pun pada kehendak bebas milikku. “Hei, aku harus pergi.”
“Biarkan kami pergi,” Leo mendesis. Seperti seekor serigala buas yang tengah menggeram, dia menanti komando dariku. Barangkali dia takut akan TANPA SENGAJA melukaiku bila langsung menerjang Axel. Sungguh dedikasi luar biasa. Pekerja yang satu ini.
“Kenapa kamu langsung oke saja ketika dia yang mengajakmu makan siang?” Axel menuntut. “Padahal akulah, AKU, orang pertama yang dengan rendah hati dan bijaksana mempertimbangkan mengajakmu ke lingkaran sosial dan mengangkat tabir kemalangan anak buangan....”
Ucapan Axel makin memelan begitu menyadari diriku yang mulai bersungut-sungut.
“Intinya,” Axel melanjutkan, “aku nggak suka kamu makan siang di sini. DENGAN DIA. DIA!”
Bocah sinting!
Aku curiga Philip Greene bukanlah orangtua kandung Axel. Maksudku, lihat saja dari cara keduanya menyelesaikan masalah. Bahkan ketika Maya memilih meraih tangan Stefan dan mengabaikan Philip pun tidak serta-merta terjadi pertumpahan darah. Philip tidak menghalangi keputusan Maya.
‘Siapa sih ibunya Axel?’ tanyaku dalam hati.
Pasti ada kesalahan dalam proses pembuatan Axel.
“Memangnya apa bagusnya dia, sih?” Axel menuntut, tanpa malu menuding Leo dengan jari telunjuk. Seolah jari itu akan berubah menjadi anak panah yang melesat tepat ke jantung Leo. “Aku lebih sedap dipandang daripada dia, si anak baru.”
Cara Axel memandangku mengingatkanku kepada anak anjing menggemaskan yang minta disayang oleh pemiliknya. Namun, anak anjing memang manis dan membuatku ingin berlama-lama dengannya. Kalau Axel sih jelas hanya berbakat dalam menyumbang melejitkan tekanan darah.
Setelah menimbang, memikirkan, dan menyimpulkan aku pun membuat alasan paling masuk akal sebagai SMASH tuduhan Axel. Omong-omong, dia seperti suami yang menangkap basah istri tengah berselingkuh. Aku, kan, bukan istrinya! Aku lajang dan merdeka!
“Tuan Axel,” ucapku semanis madu, “maaf ya, telat mengabarkan bahwa sebenarnya Leo itu pacarku.”
Baik Leo maupun Axel, kedua cowok itu terperangah. Yang satu seperti tengah dihantam palu Thor, sementara yang lain seperti disambar petir Zeus. Alias, jangan-jangan aku salah strategi.
Hahahaha, persetan.
By the way, Leo termasuk pekerja yang disewa oleh Stefan. Artinya....
A. Aku boleh memanfaatkan jasa Leo dalam bentuk apa pun, minus hal negatif. Bagaimanapun juga berbuat keji itu tidak baik.
B. Anggap saja Leo membantu menyelamatkan aku, SEKALIGUS DIA, dari amukan Axel.
C. Dengan segenap kekuatan cinta, akan aku rayu Stefan agar bersedia menaikkan gaji Leo. Lebih baik lagi, sekalian tunjangan kesehatan dan biaya pendidikan sebagai sarjana.
Oke, aku memang makhluk kerdil tidak tahu diri. Terima kasih.
“Sejak kapan dia jadi pacarmu?” Axel, tanpa sadar (mungkin), melepas cengkeramannya. Lekas aku menyembunyikan kedua tangan di balik badan agar dia tidak bisa menangkapku. “Kamu? Dia? Konyol. Aku nggak percaya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
FANTASTIC LOVE! (TAMAT)
FantasyHidup ini bisa sangat menggelikan. Kematian bisa saja bukan akhir, melainkan awal perjalanan baru. Alias, BAGAIMANA BISA AKU ISEKAI SEPERTI KARAKTER FIKTIF BACAANKU? Sialnya aku terlahir sebagai Melody Biru. Hari-hari yang kuhadapi sebagai Melody...