Kita Memang Monster

612 45 0
                                    

"Tumben gak sama Rasya, Drey. Biasanya Lo berdua nempel terus kayak perangko."

Audrey yang baru saja memasuki kelas sebelas TKJ dua, sudah disambut dengan suara Adinda. Audrey berjalan ke arah tempat duduknya terlebih dahulu. "Rasya sakit," jawab Audrey.

"Sakit? Kok bisa? Apa karena kejadian semalem?" tanya Adinda, Adinda pun duduk di samping Audrey.

"Mungkin iya, dia demam tinggi waktu gue ke rumahnya. Gue jadi makin penasaran dia ketakutan karena apa," ucap Audrey.

"Lo tau? Semalem Rasya ngigau, dia bilang dia kesakitan, minta tolong buat berhenti, dan juga dia bilang takut. Dia kayak memohon untuk berhenti nyiksa dia?" ucap Audrey bertanya-tanya, Adinda sedikit tersentak.

"Suaranya semalem nyayat hati banget, jelas banget dia kalau lagi kesakitan." Raut wajah Audrey jelas menunjukkan kekhawatiran.

"Apa bener Rasya takut sama Rulan? Tapi kok bisa takut sama Rulan gitu, mereka kenal aja enggak. Mungkin kalau gak karena sekolah di sini, Rulan juga gak bakal tau kalau Rasya hidup," ucap Adinda cukup meyakinkan.

Audrey melirik Rulan yang duduk bersama keempat temannya yang lain. Lalu dia menghela nafas. "Semalem bunda Rasya bilang kalau harus jauhin Rasya dari mereka." Audrey berbicara sambil menatap kelima anak baru yang ada di kelasnya.

"Bunda Rasya bilang gue jangan jauh-jauh dari Rasya, matanya natap gue serius banget. Kalau itu hanya kebetulan, gak mungkin kan bundanya sampai wanti-wanti gitu. Pasti antara Rasya sama mereka ada sesuatu," jelas Audrey, Adinda juga sedikit setuju dengan itu.

"Benar juga, terlepas benar apa enggaknya tebakan Lo, yang pasti sekarang Rasya takut sama salah satu dari mereka, atau semua?" Adinda masih bertanya-tanya.

Audrey dan Adinda tidak bingung lagi penyebab Narasya bisa ketakutan, tapi mereka bingung kenapa Narasya bisa takut pada orang-orang yang bahkan tidak pernah terlintas di pikiran kalau Rasya pernah bertemu dengan mereka. Audrey tidak pernah tau apa yang Narasya alami sebelum bertemu dengannya.

"Nanti gue mau jenguk Rasya ya, Drey? Gue juga mau tau di mana rumahnya," ucap Adinda dan Audrey mengangguk.

Sementara itu di sisi lain, kelima anak baru yang tak lain adalah Rulan, Myesha, Ivy, Izzy, dan Arta menguping pembicaraan Audrey dan Adinda. Mereka pura-pura sibuk bermain ponsel supaya tidak ketahuan kalau sedang menguping.

"Kalian dengar kan, apa yang mereka bicarakan?" ucap Arta, empat lainnya mengangguk. Mereka merasa sedikit tidak suka dengan pembicaraan itu.

"Rasya Rasya itu yang semalem mau gue gendong kan?" tanya Izzy.

"Iya, terus dia nolak," lanjut Ivy.

"Bisa-bisanya dia nolak gue, itu pertama kalinya gue di tolak cewek," ucap Izzy sedikit kesal mengingat kejadian semalam.

"Heh, tidak semua di dunia ini yang tertarik padamu, Tuan Izzy." Rulan menatap Izzy datar.

"Tau tuh, kepedean banget Izzy," timpal Myesha.

"Lo kalo ngomong suka bener, Lan." Ivy menatap Izzy dengan senyum mengejek. "Tapi tuh cewe emang agak menarik sih, di saat banyak orang pengen deketin kita, dia malah menghindar. Serasa kita orang jahat di mata dia," lanjut Ivy.

"Lo lupa, kita memang bukan orang baik, kita hanya kumpulan manusia brengs*k." Rulan berucap dingin.

"Hm, gue tau."

"Tapi kita tidak menyeramkan, sampai membuat cewek itu ngeliat kita kayak ngeliat monster. Gue masih inget tatapan ketakutan dia itu," ucap Izzy tidak terima kalau dia ditakuti seseorang.

Izzy mengakui kalau dirinya brengs*k, dia bukan manusia yang baik seperti yang dikatakan fans-fansnya. Begitu juga dengan teman-temannya yang lain, mereka bukan orang baik, seharusnya mereka tidak pantas diidolakan.

Tapi mereka berusaha menebus semua dosa-dosa mereka dengan cara terus berbuat baik sebisa yang mereka mampu. Itu sebabnya fans-fans mereka berlima mengatakan kalau mereka adalah malaikat berkedok aktris dan aktor.

"Kita memang monster, Izzy."
.
.
.

Akhirnya sesuai yang diucapkan Adinda yang mengatakan dia ingin menjenguk Narasya, dia benar-benar menjenguk Narasya. Setelah pulang sekolah, Audrey dan Adinda langsung bergegas menuju rumah Narasya.

"Rumah Rasya asri banget ya, Bundanya suka nanem tanaman gitu ya?" tanya Adinda di sela-sela perjalanan dia dan Audrey.

"Iya, kata Rasya dia suka suasana sejuk, jadi bundanya mutusin buat nanemin apa aja yang bisa ditanem di halaman rumah," ucap Audrey, Adinda mengangguk paham.

"Sayang anak banget, gue jadi iri."

Ceklek.

"Assalamualaikum." Audrey dan Adinda memasuki rumah minimalis itu, terlihat ibu Narasya sedang menonton TV di ruang keluarga.

"Waalaikumsalam, eh ada nak Audrey. Loh, yang di samping kamu siapa, Drey?" Nata menatap Adinda dengan raut bertanya.

"Eh, kenalin saya Adinda, Tan. Saya temennya Rasya juga, mau jenguk Rasya, hehe. Rasyanya sakit kan Tan?" Adinda mengambil tangan Nata, lalu menyalaminya.

"Iya, Rain lagi sakit. Audrey, bawa Dinda ke kamar Rain ya? Biar Tante nyiapin makanan." Audrey mengangguk, lalu dia menarik tangan Adinda menuju kamar Narasya yang ada di lantai dua.

Sesampainya di depan kamar Narasya, Audrey dan Adinda langsung masuk ke kamar itu. Terlihat Narasya sedang asik membaca novel.

"Udrey?" Narasya langsung menutup buku yang dia baca, ketika melihat Audrey datang. Sedari tadi Narasya menunggu Audrey pulang dari sekolah. "Eh, ada Dinda juga. Duduk sini, ayo." Narasya menepuk-nepuk kasurnya.

"Rasya gimana keadaannya? Udah baikan? Ini gue bawain buah." Adinda meletakkan parcel buah di nakas Narasya.

"Udah mendingan, makasih ya udah jenguk aku," ucap Narasya sambil tersenyum. Narasya sedikit merasa nyaman dengan kehadiran Adinda.

"Sama-sama manis."

"Udah minum obat?" tanya Audrey, Natasha menggeleng. "Udah makan?" tanya Audrey lagi.

"Udah." Narasya mengangguk-angguk lucu.

"Yaudah, minum obat dulu, gue ambilkan ya?" Audrey mencari obat Narasya yang biasa disimpan Nata di dalam laci nakas. Setelah menemukannya, dia mengambil beberapa butir obat, dan menuangkan segelas air lalu dia berikan kepada Narasya.

Narasya tanpa protes sedikitpun langsung menelan beberapa butir obat itu dengan air. Setelah itu Narasya menyender punggungnya ke kepala ranjang.

"Di kamar Lo gak ada TV, Sya?" tanya Adjnda.

"Nggak."

"Rasya itu gak suka nonton TV. Lo kasih pun dia uang segepok, dia tetep gak bakalan mau nonton," ucap Audrey tiba-tiba.

"Loh, kok gitu?" Adinda sontak menatap Narasya bingung. Narasya tidak terlalu memperdulikan ucapan mereka berdua.

"Gue juga kurang tau, selama gue sahabatan sama Rasya, gak pernah sekalipun Rasya mau menonton TV, bahkan sampai terkesan menghindar kalau ada orang nonton TV," jelas Audrey. "Ya semacam trauma, atau benci sama TV?"

"Jadi, Lo kalo di rumah ngapain aja selain gak nonton TV?" tanya Adinda pada Narasya. Adinda tau kalau Narasya jarang memainkan ponselnya kalau tidak ada penting.

"Emm, baca novel, baca komik, sama bantu Bunda masak. Kadang-kadang Udrey ngajak aku main ke luar," ucap Narasya dengan matanya fokus ke arah buku yang dia baca.

Audrey dan Adinda tersenyum mendengar ucapan Narasya, dia benar-benar anak yang polos. Adinda sangat suka melihat Narasya tersenyum, karena Narasya terlihat sangat manis ketika tersenyum.

"Gue berharap gak akan ada sesuatu yang bisa ngebuat senyuman Lo hilang, Rasya."

Bersambung....

Narasya And Her Friends | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang