Meminta Bantuan

449 40 0
                                    

Ini yang sempet terspoiler kemaren. Eh, kelen yang udah kenak spoiler kemaren, nih baca, masih ada lanjutannya😅😅.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"It's okey, Sya."

Audrey menggenggam erat tangan Narasya sebelum memasuki kelas. Narasya pasti belum siap untuk bertemu Arta DKK akibat kejadian kemarin. Narasya baru saja sembuh dari demam tinggi untuk yang kedua kalinya setelah bertemu Arta DKK.

"Semuanya gak semenakutkan apa yang Lo kira," ucap Audrey lagi. Narasya menatap Audrey sebentar lalu mengangguk, akhirnya mereka masuk ke dalam kelas.

Ketika mereka berdua memasuki kelas, semua pandangan tertuju pada Narasya dan Audrey. Mereka cukup merasa senang karena Narasya sudah sembuh dari sakitnya.

"Eh, Rasya udah sembuh?" tanya Adinda yang berjalan mendekat ke arah Narasya dan Audrey yang sudah duduk ke bangku mereka.

Narasya menatap Adinda polos. "Udah, kalok aku belum sembuh, gak mungkin aku di sini," jawab Narasya.

Adinda terkekeh gemas. "Aduh, baru sembuh dari sakit kok makin imut sih." Lalu pandangan Adinda beralih pada Audrey. "Lo kasih makan apa dia, Drey, selama sakit?" tanya Adinda.

Audrey menatap malas Adinda atas pertanyaan konyolnya itu. "Makan tanah!" ucap Audrey ketus, Adinda sontak menatap Audrey tidak percaya. "Enggak, canda. Ya makan nasi lah, aneh-aneh aja pertanyaan Lo," lanjutnya.

"Kirain."

Lalu pandangan Audrey beralih kepada Narasya yang sedang meletakkan kepalanya ke meja. "Pusing gak? Kalo pusing ke UKS aja, ya," ucap Audrey.

Narasya menggelengkan kepalanya. "Haus, tadi makan belum sempet minum," ucap Narasya pelan.

"Lo sih, kenapa gak bilang dari tadi. Yaudah, gue beli minum dulu, Lo di kelas aja." Audrey beranjak dari duduknya, lalu pandangannya beralih pada Adinda. "Din, gue minta tolong, jagain Rasya ya?" ucapnya pada Adinda.

"Oke, santai aja." Adinda mengacungkan jari jempolnya.

Sementara di sisi lain, Arta DKK hanya bisa menatap interaksi itu tanpa bisa mendekat. Mereka masih merasa bersalah karena kejadian kemarin, karena mereka Narasya jadi jatuh sakit.

Ingin sekali rasanya mereka mendekat, menanyakan keadaan Narasya. Apakah gadis itu baik-baik saja? Apakah masih ada yang sakit? Tapi rasanya pertanyaan itu tidak bisa dikeluarkan.

"Hufftt, sampe sekarang gue gak tau salah gue apa," ucap Arta dalam hati. Dirinya masih mempertanyakan hal itu sampai sekarang.

"Gue harus minta tolong Audrey buat dekat sama dia," gumam Arta.

Adinda duduk di sebelah Narasya sementara Audrey pergi membeli minum. "Sya, udah siap PR PKN, belum? Kalo belum, nyontek punya gue aja." Adinda menyodorkan buku latihan PKN-nya." Lo tau sendiri kan? Kalo guru PKN kita itu galaknya minta ampun. Yang sakit aja gak ada alasan untuk gak siap PR," lanjut Adinda.

"Udah dikerjain Udrey kemaren, nih." Narasya menunjukkan buku latihan PKN-nya pada Adinda.

"Beruntung banget ya Lo punya sahabat kayak Audrey, gue iri." Ucapan Adinda mengundang senyuman Narasya.

"Udrey memang yang terbaik."

Narasya memang sangat beruntung karena dia lahir sebagai Narasya. Mempunyai sahabat seperti Audrey dan mempunyai kedua orang tua yang sangat menyayanginya, itu sudah lebih dari cukup untuk Narasya.

Narasya tidak butuh orang lain lagi di hidupnya, hanya dengan Audrey dan kedua orang tuanya berada di sisinya, Narasya benar-benar tidak butuh siapapun lagi.
.
.
.

"Audrey."

Rulan memanggil Audrey, dia mendekat ke arah tempat duduk Narasya dan Audrey. Audrey menatap tajam kedatangan Rulan. "Ngapain Lo manggil gue?" ucap Audrey sinis.

Audrey melirik Narasya yang duduk di sampingnya, ternyata Narasya sedang tertidur dengan menutup kepalanya menggunakan jaket milik Audrey. Untung saja Narasya sedang tertidur, kalau tidak bisa saja Audrey langsung mengusir Rulan dengan kasar.

Kebetulan sedang ada jam kosong, guru yang mengajar tidak masuk dikarenakan sakit. Mereka hanya diberi tugas dan akan dikumpulkan Minggu depan.

"Gue mau ngomong sama Lo," ucap Rulan dengan suara datar.

"Ngomong apa? Cepetan, sebelum Rasya bangun," ucap Audrey tidak sabaran. Dia benar-benar tidak ingin Rulan ataupun teman-teman Rulan yang lainnya.

"Gue sama temen-temen gue pengen deket sama sahabat Lo, sekaligus pengen minta maaf."

Ucapan Rulan sontak membuat Audrey menatapnya kembali. Audrey menggeleng pertanda tidak setuju dengan perkataan Rulan tadi. "Nggak-nggak, gila aja gue biarin Rasya deket sama Lo pada? Yang ada traumanya makin parah, gue aja masih gak tau apa trauma Rasya," ucap Audrey menolak.

"Justru itu kita mau deket sama sahabat Lo, kita mau tau kenapa dia takut banget ngeliat kita. Jadi, kita mau minta bantuan Lo supaya kita bisa lebih deket sama dia." Bukan Rulan yang berbicara, tapi Ivy.

"Iya, kita mau dia bisa berdamai dengan masa lalunya. Kita gak mau dia natap kita ketakutan, kita gak mau dia nganggep kita monster, kita cuman mau berteman," timpal Izzy yang juga mendekat ke arah meja Audrey dan Narasya.

Pembicaraan itu mengundang atensi penghuni kelas yang lain. Mereka juga penasaran ada masalah apa sebenarnya antara Narasya dan para bintang film itu.

Audrey menghela nafas, Arta DKK saat ini sudah berdiri di depannya. Audrey menatap mereka satu-satu. "Apa kalian bisa jamin kalau Rasya gak bakal down lagi? Gue takut kalau harus ngebiarin dia dekat sama kalian, bakal ngebahayain dia nanti," ucap Audrey sedikit melunak.

"Apakah Rasya bisa berdamai dengan masa lalunya? Gue juga gak pengen Rasya kayak gini," lanjut Audrey. "Gue tau kalian bukan orang jahat, kalian pasti gak ada niatan nyakitin Rasya, tapi Rasya takut sama kalian."

"Pasti bisa, Drey. Pelan-pelan aja, kita janji gak bakal nyakitin ... Rasya," ucap Arta pelan di akhir kalimatnya. "Lo harus bantu kita," lanjut Arta.

Audrey terdiam sejenak, dia menatap Narasya yang masih tertidur di sebelahnya. Mereka sedang membicarakan dirinya, tapi yang sedang dibicarakan malah asik mengarungi dunia mimpi. Lalu pandangan Audrey kembali lagi pada Arta DKK, dia mengangguk.

"Gue bakal bantu sebisa gue," ucap Audrey.

Adinda yang tertarik dengan pembicaraan itu, lantas mendekat. "Apa karena Rasya takut sama kalian, mangkanya dia gak mau nonton TV?" Ucapan Adinda mengundang perhatian seluruh penghuni kelas.

"Gak mau nonton TV?" tanya salah satu penghuni kelas.

"Iya, mungkin karena mereka berlima sering muncul di TV, mangkanya Rasya gak mau nonton TV." Adinda menunjuk Arta DKK. "Berarti Rasya memang udah kenal kalian dari lama."

Audrey tertegun, perkataan Adinda sangat masuk akal. Berarti Narasya memang benar-benar takut pada Arta DKK bukan tanpa sebab, pasti ada masa lalu kelam yang pernah Narasya lewati sebelum bertemu dirinya.

"Masuk akal, kenapa gue baru nyadar?" ucap Audrey, lalu dia menatap Narasya dengan pandangan rumit.

Arta DKK sedikit tersentak mengetahui fakta itu. Mereka benar-benar harus mencari tahu dan memastikan sebenarnya apa yang terjadi.

"Ini bekas apa? Kayak bekas luka." Myesha menunjuk bekas goresan yang ada di pelipis kanan Narasya.

"Oh, ini bekas udah lama dari waktu kecil, mungkin dulu Rasya pernah luka di sini."

Degh.

Bersambung....

Narasya And Her Friends | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang