Narasya Tau

271 32 0
                                    


Di sepanjang perjalanan, Narasya benar-benar sangat gugup. Dia tidak terbiasa dekat dengan orang baru, apalagi Candra adalah laki-laki yang baru ia kenal. Narasya sampai-sampai hanya memegang ujung pakaian Candra agar tidak terjatuh dari motor, untung saja motor Candra hanya motor matic biasa.

Setelah sekitar dua puluh menit perjalanan, sampailah mereka di gedung SMK Trisatya. Narasya langsung turun dan motor Candra dan membuka helm yang dia kenakan, lalu menyodorkan benda itu pada Candra.

"Biar aku aja yang buka helm-nya tadi," ucap Candra setelah menerima helm itu dari tangan Narasya.

"Gak usah," ucap Narasya sambil tersenyum kikuk.

"Kan biar romantis kayak di novel-novel," ucap Candra dengan santainya. Lalu Candra menggantungkan helm yang tadi Narasya kenakan dan helm miliknya di setang motor.

"Ma-makasih udah nganter aku," ucap Narasya gugup. "Kalo gitu aku pergi duluan ya," lanjutnya. Lalu Narasya berjalan meninggalkan Candra.

Candra tersenyum manis. "Yaudah, daa cantik. Belajar yang rajin, nanti pulang bareng aku." Candra melambaikan tangannya pada Narasya.

Narasya merinding mendengar kalimat Candra yang terakhir, laki-laki itu memang baik, tapi dia menakutkan di mata Narasya. Mungkin saja karena Narasya tidak pernah berdekatan dengan laki-laki lain selain ayahnya.

"Wuih, Kapten basket kita bonceng cewe. Bosen jomblo ya, Can."

Kedua teman-teman Candra mendekati Candra yang memarkirkan motornya. Mereka berdua adalah Juna dan Farel.

Candra mengubah ekspresinya menjadi datar. "Diem Lo pada!" ucap Candra ketus.

"Beuh, balik ke setelan pabrik, Rel. Tadi gue liat-liat manis banget cara ngomongnya ke cewek itu, terus senyum-senyum." Liam menyenggol lengan Farel.

"Iya nih, kayaknya ada yang falling in love nih." Farel menaik-naikkan kedua alisnya.

"CK."

Karena malas meladeni kedua temannya, Candra pun pergi begitu saja dari hadapan mereka berdua. Kedua temannya melongo tidak percaya.

"Woi, Can! Kok kita ditinggal!" Farel dan Liam segera menyusul Candra yang sudah menjauh dari mereka.

Candra seperti mempunyai kepribadian ganda. Dia bersikap manis waktu di hadapan Narasya, dan bersikap seperti dirinya yang biasanya ketika di hadapan orang lain. Candra yang biasanya tidak pedulian, bermulut pedas, dan tidak suka basa-basi.

Sementara itu di sisi lain, Arta sudah sampai di sekolah bersama dengan Laura. Banyak warga sekolah yang mengalihkan pandangan mereka ke arah dua orang itu.

Arta dan Laura memang tidak ada habis-habisnya untuk diperbincangkan. Hubungan mereka berdua dan menyita perhatian publik, apalagi sekarang mereka berdua berangkat bersama.

Laura turun dari motor Arta, Arta juga turun dari motornya dan menurunkan standar motornya. Arta membuka helm-nya, itu membuat beberapa siswi memekik tertahan.

Laura kelihatan kesusahan membuka helm-nya, Arta langsung membantu gadis itu membukakannya. Laura merasa sedikit terkejut, tiba-tiba helm sudah lepas dari kepalanya.

"Makasih Arta," ucap Laura sambil tersenyum.

"Lama Lo!" ucap Arta ketus.

Setelah Arta selesai menggantungkan kedua helm miliknya di setang motor, Arta langsung menarik tangan Laura. Hal itu membuat beberapa orang yang melihat baper atas perlakuan Arta.

"Aku bisa jalan sendiri. " Laura menarik tangannya dari genggaman Arta.

Arta menggenggam kembali tangan Laura. "Gue ngelakuin ini supaya milik gue gak diliat cowok lain."

"Ha?"
.
.
.

"Lo menghindar."

Saat ini Rulan sedang berada di hadapan Narasya. Rulan membawa Narasya ke area belakang sekolah yang jarang dikunjungi orang lain.

Rulan bukan tidak sadar kalau Narasya terlihat menghindari mereka, dia sudah sadar sejak awal. Dia ingin sekali menanyakan ini kepada Narasya secara langsung.

"Kenapa? Apa gue dan temen-temen gue punya salah sama Lo? Gue liat-liat Lo juga ngehindarin Audrey." Rulan menatap Narasya dengan tatapan datarnya.

Narasya tidak bisa menjawab, dia hanya menundukkan kepalanya. Rulan merasa kesal karena merasa diabaikan.

"Apa rumput itu lebih menarik perhatian Lo ketimbang gue, Rasya?" Rulan menaikkan dagu Narasya menggunakan telunjuknya. "Kenapa Lo jadi semakin menyebalkan. Ya, Lo menyebalkan."

"Aku ...."

"Aku apa? Lo kelihatan banget menghindar dari gue, Audrey, dan temen-temen gue. Lo gak pernah ke kantin lagi, Lo juga udah jarang berduaan sama Audrey, Lo selalu menyendiri." Rulan menjabarkan semuanya berdasarkan dari apa yang dia lihat.

"Aku nggak ngehindar!" Narasya berbohong. Setelah itu Narasya beranjak ingin pergi meninggalkan Rulan tapi Rulan langsung menahannya.

"Mau kemana? Gue belum ngizinin Lo pergi." Rulan menarik tangan Narasya sampai membuat Narasya terduduk kembali.

"Lo tau? Bertahun-tahun gue sama temen-temen gue, nyari Lo buat minta maaf. Kalau kita punya salah lagi, ngomong, jangan malah ngehindar kayak gini!" Terdengar nada Tidak suka dari ucapan Rulan.

"Maaf, tapi aku gak bisa ngasih tau. Aku pergi."

Narasya langsung berjalan cepat meninggalkan Rulan sebelum Rulan menahannya lagi. Dia tidak ingin membuat masalah semakin besar. Langkah Narasya membawanya pergi ke atas rooftoof sekolah, dia ingin menenangkan pikirannya di sana.

Dari luar Narasya terlihat tidak memiliki masalah. Tapi nyatanya Narasya memiliki masalah yang sampai sekarang dirinya belum tau.

Narasya sedang mencari tau siapa orang yang selalu membuatnya celaka. Tujuan Narasya sekarang hanya mencari penyebab kenapa dirinya celaka dan berusaha untuk tidak bergantung pada Audrey lagi. Narasya tidak bodoh sehingga tidak menyadari semua hal yang terjadi padanya.

"Siapa sebenarnya orang itu? Kenapa sampai sekarang aku belum mendapatkan petunjuk?" Narasya bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Tolong beri aku petunjuk, dan apa mau orang itu sebenarnya."

Dua hal yang Narasya ketahui, pertama, orang itu adalah laki-laki, tapi Narasya sama sekali tidak tau wajahnya, Narasya hanya tau kalau laki-laki itu selalu memakai hodie. Kedua, Narasya tau kalau orang itu selalu mengawasi dirinya.

Narasya sudah menyadari itu, sejak dia dekat dengan Audrey. Bersama Audrey, Narasya aman, tapi ketika dirinya jauh dari Audrey, dia akan celaka.

"Kalau kamu ada di sini, tolong kali ini saja, jangan lakukan hal apapun padaku. Aku mohon padamu, kali ini saja." Narasya berbicara, berharap laki-laki itu mendengarnya.

"Aku benar-benar sendiri, aku tau kamu bahkan bisa dengan gampangnya bunuh aku di tempat ini. Aku gak tau apa tujuan kamu, tapi kalau aku punya salah, aku minta maaf ...." Narasya berucap lirih. Narasya sudah seperti orang gila yang berbicara sendiri.

Di sisi lain, seorang laki-laki dengan memakai hodie hitam tersenyum miring. Dia memperhatikan seorang gadis dari jarak pandang yang cukup jauh. Dia dapat mendengar suara gadis itu dengan jelas karena dirinya sudah memasang alat penyadap suara di pakaian gadis itu.

"Baiklah sayang, kali ini aku tidak akan menyakitimu, tapi aku akan jadi pelindungmu. Tapi ingat, hanya untuk hari ini saja," ucap laki-laki itu.

Bersambung....

Narasya And Her Friends | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang