Kara

28 8 1
                                    

Ravindra Karunasankara, nama yang indah dengan arti yang bagus. Ravindra berarti Matahari, pemberi kehidupan. Sedangkan Karunasankara memiliki arti pemaaf.

Lira, gadis itu memanggilnya dengan nama Kara. Walaupun orang-orang mengenalnya dengan nama Ravin tapi ia rasa nama itu terlalu asing. Kara adalah nama yang cocok untuk lelaki itu.

Menjadi teman yang selalu mengisi tiap celah kekosongan di hidupnya.

Debar-debar asmara terlalu kuat di rasakan Kara, ia jatuh hati pada sosok perempuan anggun seperti Lira.

Awal pertemuan pertama mereka di halte bus enam tahun lalu, di situ awal rasa itu mulai ada. Aneh bukan tiba-tiba saja jatuh cinta dengan orang yang kita temui sekali, Dengan orang yang tak kita kenal?

Entahlah tapi perasaan tidak ada yang tau. Takdir tidak bisa di tentukan.

Contohnya saja sekarang ini, gadis yang terus saja membayangi hidup Kara sudah ada disampingnya. Sudah bertemu.

Tiap pahatan indah di wajah Lira membuat ia merasa Dejavu.  Entah mirip dengan siapa, tapi ia seperti telah mengenal lama sosok Lira.

Mungkin di kehidupan sebelumnya?

Apa pertemuan mereka sudah di rencanakan takdir?

Atau di kehidupan dulu mereka memang orang special?

Apa mereka dulu memang sepasang kekasih?

Entahlah.

Semilir angin yang berhembus tipis-tipis menabrak paras Lira yang ayu. Anak-anak rambut itu berterbangan ke segala arah. Sungguh cantik.

Pandangan perempuan itu masih terus tertuju lurus kedepan. Asik menikmati sejuknya angin siang ini.

Di sebelahnya, Kara asik memandangi wajah ayu Lira. Ia tersenyum tipis.

"Cantik." Bathinnya.

Tangannya cepet membawa kepala Lira ke dadanya, angin kencang ya tiba-tiba saja datang itu membuat pasir-pasir kecil itu berterbangan ke udara.

"Matanya ga pa-pa?" Tanya Kara. Lira masih termenung dengan mulut yang sedikit berbuka. Gadis itu kaget tiba-tiba saja Kara melakukan hal itu.

"Huft..." Dengan seenak jidatnya lelaki itu meniup wajah Lira.

Reflek, perempuan itu langsung menampar wajah Kara. Sang empu menggosok pipinya yang sedikit memerah.

"Anying kok salting?" Bathin Lira.

Aroma mint itu menerpa wajah Lira karna sedari tadi Kara asik mengunyah permen karetnya. Wangi.

"Mata lo ga pa-pa kan?" Kara bertanya sekali lagi, ingin memastikan saja.

"Lo liat gue masih melek dengan sempurna kan?" Ketusnya. Kara hanya menggangguk.

"Nah, jadi ga perlu jawaban lagi."

Lira berdiri dari duduknya, kamera yang ia peggang sudah siap membidik pada seekor kupu-kupu yang sedang mengisap netra dari bunga Kembang Sepatu.

"Yahh terbang." gadis itu kesel, sebab target yang ia inginkan tidak dapat diabadikan. Padahal tadi itu adalah objek yang bagus.

Dari jarak dua meter itu Kara memperhatikan kekesal sang gadis, ia terkekeh melihat lucunya kekesal Lira.

Ia menghampiri sang gadis. "Lo sih tadi berisik makannya kabur tu kupu-kupu."

"Habis dicium mesra sudah tu di tinggalin. Emang kupu-kupu kurang ajar."

Kara hanya tertawa, ia tak tau harus merespon apa lagi.

"Berdiri sini gue fotoin lo." Lira menarik lengan pemuda itu dan menyuruhnya berpose.

🧩🧩🧩

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧩🧩🧩

Hari sudah berganti, siang yang ia lalui tadi terasa amat singkat.

Berjalan berdua dengan seorang yang ia cintai memang selalu terasa singkat, padahal ia ingin hari itu berjalan lambat agar banyak waktu yang bisa ia habiskan berdua saja dengan Lira.

Usai sudah ia laksanakan solat isya malam ini, mengirim doa untuk sang Bunda yang teramat ia rindukan. Doa untuk orang-orang tersayang dan doa untuk dirinya agar selalu di beri kekuatan.

Hidup sebatang kara bukanlah sebuah yang mudah, ia hanya sendirian. Kesepian terus menghantuinya. Tidak ada tempat untuk bersandar bila lelah. Kara hanya punya Tuhan dan dirinya sendiri.

Ting

Notifikasi pesan dari benda pipih itu mengalihkan pikirannya yang sedang asik membalik album-album poto.

Tiara
40 photo

Makasih hari ini udah nemanin gue hunting foto.

5 menit lagi buka pintu kost lo. Ada abang gopud. Gue tau lo pasti belum makan.

You
Terimakasih kembali. Makasih juga udah gopudin gue.
Lo udah makan?

Tiara
👌👌👌
Udah. Bye gue ngantuk.

Dan benar saja, setelah perchatan itu selasai pintu kamar kostnya di ketuk oleh seorang lelaki parubaya.

"Atas nama Sankara?"

"Iya bapak." jawabnya sopan.

Lelaki parubaya itu menyodorkan dua kantung itu kearahnya.

"Terimakasih Pak." Kara tersenyum, dan si bapak mengangguk sembari mengucap terimakasih juga.

Dua kantung makanan yang diberi Lira itu membuat ia tersenyum lebar. Cacing-cacing di perutnya sedari tadi memang sudah memberontak, tapi apa daya? Kara tidak memiliki uang lagi untuk membeli makanan.

Bahkan stok mie di lemarinya saja sudah habis. Padahal ini masih awal bulan, gajinya sudah habis untuk membayar uang kost dan kuliahnya.

Matanya berkaca-kaca saat asik memakan nasi itu. Ia bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang selalu baik dengannya.

"Bunda, Kara di sini makannya enak kok. Teman-teman Kara baik semua. Bunda yang tenang ya disana, Kara disini baik-baik saja." isaknya.

Percayalah makan sambil menangis itu tidak enak.

🧩🧩🧩

Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang