Cerita Cinta

25 3 0
                                    

Apabila kita memang mesti bersatu.
Mengapa harus ragu.

🎵Kahitna-Cerita Cinta.

Seminggu sudah Kara menyatakan perasaannya pada gadis yang sudah sangat lama ia sukai. Lelaki itu baru berani menyampaikan perasaan lebihnya pada Lira. Ia baru berani untuk menyampain perasaan cintanya pada Lira. Sedari dulu ingin diungkapkan, namun ia takut kalau nantinya pertemanan mereka renggang.

Namun sayang, sampai kini perasaannya belum juga mendapatkan balasannya. Dan benar saja, canggung kini menimpa mereka berdua.

Seminggu ini tidak ada percakapan antara mereka. Lira yang selalu menghindar saat Kara berusaha mendekatinya. Gadis itu berusaha agar tidak ada sedikitpun komunikasi yang terjalin lagi.

Akibat itu pula, Lana terkena imbasnya. Lelaki itu bingung harus bereaksi bagaimana. Lira yang kini hanya mau bermain dengannya, Lira hanya mau meminta tolong kepadanya.

Seminggu ini Kara selalu mampir untuk menjemput Lira kerumah gadis itu. Namun saat tiba di rumah itu, gadis itu sudah berangkat dengan Lana.

Padahal Lira dan Lana beda falkutas. Lana juga harus putar balik untuk sampai ke rumah Lira. Dan jam masuk mereka juga sering berbeda. Biasanya gadis itu akan sungkan, namun entah kenapa seminggu ini Lira seperti tidak punya malu kepada Lana.

Kara tidak cemburu. Sungguh.

Mereka lebih dulu berteman. Lebih dulu sama-sama. Toh apa yang mau di cemburui.

Gadis yang sedari tadi mengisi kepalanya. Kini dengan tiba-tiba sudah duduk di depannya.

Di hari yang sangat panas ini, gadis itu memberinya se-cup teh es. Kara tersenyum hangat, ia raih cup yang sudah bertengker di atas meja itu.

Lira masih diam. Tidak berkata sepatah katapun saat ia sudah duduk di hadapan Kara. Pandangannya asik memperhatikan lelaki itu menegak sedikit demi sedikit teh es yang di belikan Lana tadi.

"Ayo jadi teman aja. Engga usah jadi kekasih." Katanya, membuat Kara menyudahi acara minum teh esnya.

"Tapi aku bisa jadi keduanya, Lira."

Gadis itu mendengus. "Engga bisa, Kara." Jawabnya. Sedikit menaiki nada bicaranya.

Lagi-lagi Kara tersenyum. Senyum yang membuat Lira semakin merasa terpojokkan.

"Aku bisa, Tiara." Katanya untuk menyakinkan Lira sekali lagi

"Aku engga suka nama itu."

"Maaf. Kasih aku kesempatan buat bahagiain kamu. Aku janji akan jauh lebih baik daripada masa lalu kamu." Lelaki itu berbicara penuh harap. Ia berusaha menyakinkan gadis yang hidupnya penuh ketidakpercayaan.

Kara sungguh-sungguh menyayangi dan mencintai gadis di hadapannya kini.

Jantung Lira berpacu lebih cepet. Sesak sekali harus mendengarkan ucapan itu. Rasanya roda trauma itu berputar kembali. Ia dikhianati oleh orang yang ia cintai saat itu. Oleh orang yang ia yakinin tidak akan pernah meninggalkannya.

Haikal bangsat!

"Aku percaya kalau kamu memang lebih baik daripada yang lama. Tapi Kara...., "ucapannya terputus. Ia palingkan wajahnya dari tatapan tulus milik Karunasankara.

Lira tarik nafas panjangnya, menetralkan rasa gundah di dalam dadanya.

"Karna kamu lebih baik, aku engga mau sama kamu." Katanya.

Nayanika milik Kara tak kunjung berpaling dari mata sang puan yang kini sudah berkaca-kaca.

Ia raih lengan gemetar itu, namun secara cepet ditepis oleh Lira.

"Alasannya?" Tanyanya, dengan nada yang teramat lembut.

Gadis itu menggelang, "Engga tau. Aku sendiri engga tau alasannya. Tapi menurut aku, kita emang udah di takdirkan jadi teman. Teman biasa, bukan teman seperti yang kamu mau. Teman menurut aku dan kamu berbeda, Sankara. Tujuan kita berbeda, Kara. Kamu kalau sama aku, kamu engga akan pernah dapat yang kamu dambakan." Jelasnya.

"Aku punya kamu aja udah cukup, Lira. Kamu yang udah nemanin aku sampai sejauh ini―"

"Cukup sampai di sini aja." Potong Lira.

"Setelah bunda pergi. Hidupku serasa dicekik. Aku engga punya tujuan. Tapi satu hal yang aku inget, kalau aku punya tujuan untuk bersama kamu. Hidup sendirian itu engga enak, tapi kamu yang membuat aku engga pernah merasa sendirian."

"Tujuan kamu bukan aku. Tujuan kamu buat bunda kamu bangga. Fokus belajar, fokus ngejar impian kamu. Bukan ngejar cinta yang ga akan dapat balasannya, Kara."

"Kalau bisa berdampingan kenapa engga."

Lelaki satu ini bebal sekali. Keras kepala, dan terlalu budak cinta.

"Seterah. Aku capek sama kamu." Gadis itu berdiri. Berjalan tergesa menjauh dari hadapan Kara.

Langkah kakinya di ikuti Kara. Ia kejar sang gadis.

Namun sampai pada tempatnya, langkahnya terhenti.

Kara berdiri sendirian. Menyaksikan sendiri bagaimana Lana memeluk hangat tubuh bergetar Lira. Gadis itu menangis dalam dekap seorang teman yang mampu menangkannya.

🧩

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧩





Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang