P R O L O G

58 13 2
                                    

TRAILER|| KARUNASANKARA



Saat itu hujan jatuh begitu deras membasahi bumi yang kering kerontang. Mengisi kekosongan pada tong-tong air yang terbuka lebar, membahasi tanah yang kering. Padi yang hampir mati itu kembali bernyawa.

Sama dengan dia, Ravindra Karunasankara. Lelaki itu bertemu dengan seseorang yang memberikan kembali kehidupannya. Sudah hampir setahun ini ia hidup namun rasanya mati.

"Ojek payungkan? Tolong dong anterin gue kedepan sana." Lira dengan seenak hati, tanpa izin. Ia menarik lengan Kara untuk menghantarkannya pada tujuan yang ia sebutkan tadi.

Kara hanya bisa tersenyum, ia tidak meyanggah bahkan ia tidak marah. Ia menghantarkan gadis itu pada tujuannya.

Berjalan di bawah hujan seperti itu adalah hal yang menyenangkan.

"Buat lo." Uang lima puluh ribu itu megantung di udara, Kara tidak mengubrisnya. Lebih tepatnya ia kaget.

"Maaf mbak saya bukan ojek payung." katanya, berjalan pergi meninggalkan gadis itu dengan rasa malu dan bersalah.

Lama Lira mencari kembali pemuda itu, sebab tanpa sepengetahuan Kara. Kara menjatuhkan sebuah gelang bertulisan, Karunasankara.

Hingga akhirnya, mereka kembali di pertemukan di universitas yang sama.

Lira tak mengingat wajahnya karena mereka bertemu kembali setelah lima tahun lamanya.

Kara selalu mengingatnya, pemuda itu memilik ingatan yang cukup kuat.

Dulu ia pernah berdiri dihadapan Lira dengan tatapan penuh kasih sayang. Dengan eye smilenya yang terpatri sempurna di wajahnya.

Air mukanya mengandung banyak arti yang susah di terjemahkan. Lelaki itu sangat susah di pahami.

"Lira, aku lama mencari mu, menyimpan rasa yang aku harapakan bisa aku utarakan." katanya, hari itu. Di dalam hatinya.

Ia terlalu takut mengutarakan apa yang ia rasakan.

Waktu silih berganti, terus berjalan. Januari berakhir sampai Desember. Namun di sini, apa yang Kara rasakan tidak pernah berganti.

Masih sama seperti pertama kali.

Hingga akhirnya di penghujung tahun ke-tiga berkenalan, Kara utarakan apa yang ia pendam. Namun semua nihil, akibat ulahnya canggung menerpa mereka.

"Maaf." bathinya.

Seiring waktu kata maaf yang di ucapkan Kara menjadi penyesalan tersebar dalam hidup Lira.

"Maaf Kara." Sesalnya.

Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang