BAB 09

768 109 39
                                    

"Pak, sudah, biar saya yang bawa sendiri."

"Nanti kamu kesusahan, sudah ayo biarkan mereka yang bawa ke kamar kamu."

Masalahnya aku bukan lagi seorang tuan muda, setidaknya aku ada di dunia ini kurang lebih sebulan, dan aku sudah terbiasa dengan kehidupan miskin. Minus setiap peristiwa yang termasuk kalian berdua di dalamnya.

Mile mengantarku pulang, dia bersikeras tidak mengijinkanku membawa belanjaan tadi. Yang awalnya hanya beberapa paper bag, kenapa sekarang ada puluhan? Pantas dia tidak membolehkanku membawanya sendiri.

Kami berdiri di luar mobil mengawasi para bodyguard mengambil semua paper bag itu.

"Oh, yang itu tolong dimasukkan ke mobil, jangan di bagasi."

"Itu punya bapak?"

"Bukan, tapi itu yang lusa nanti kamu pakai. Saya mau kamu dandan di tempat saya."

Tolong bermimpi saja, aku tidak akan datang. Namun bagaimana aku bisa kabur nanti?

Selesai dengan itu kami masuk dan aku menyapa resepsionis di sini. "Selamat malam kak Jui."

"Hai, selamat malam Bible! Bible, apa kau mengenal pemuda di sana? Dia menunggumu sejak tadi sore."

Aku mengikuti telunjuknya dan melihat seseorang berhoodie hitam meringkuk di sofa usang. Bukankah dia mirip seseorang yang kucurigai menyusup ke kamarku?

Saat aku ingin menghampirinya, Mile menahan tanganku. "Kamu mau ke mana?"

"Ke sana, katanya dia mencari saya tadi."

Dia hanya diam dan kulihat para bodyguard itu meletakkan paper bag di dekat meja resepsionis dan mengikuti kami mendekati pemuda itu. Sepertinya dia tertidur. Salah satu dari bodyguard menepuknya untuk bangun, yang tidak kusangka adalah dia dengan cepat mengacungkan pisau tapi dipelintir oleh bodyguard itu.

"Aduh! Aduh! Kak! Tolongin kak!"

Kakak? Siapa yang dia panggil?

"Kak Bible kenapa ga tolongin, aduh!"

Apa? Dia mengenalku? Memang dia siapa? Aku bahkan tidak mengingat apa pun tentangnya.

"Pak, sudah pak, dilepas dulu, kita bicarakan baik-baik."

Mendengar perintahku bodyguard itu langsung melepaskannya. Pemuda yang kupikir tidak jauh lebih muda dariku itu berlari memelukku dan menatap sengit Mile dan bodyguardnya.

"Kak!! Kakak bawa siapa sih jahat banget?! Tanganku sakit jadinya, tabok mereka kak cepetan!"

Aku diam, Mile diam dan para bodyguard itu juga diam. Yah, biarkan saja dia mengomel dulu sampai puas. Selagi dia mengomel, pelan-pelan aku berjalan diikuti mereka sambil masih dipeluk bocah ini. Dia benar-benar tidak sadar kami sudah di kamarku dan masih terus menggerutu.

"Kakak kok cuma diem aja? Adekmu yang ganteng, eh? Kok udah di sini?"

Sungguh, dia ini bodoh atau dungu? Dia mengaku sebagai adikku tapi dia lebih bodoh dari Macau, aku sedikit menyesalkan.

Macau? Ah, aku merindukan si kecil itu.

"Cukup, sekarang duduk dan katakan siapa dirimu? Aku tidak ingat aku mengenalmu?"

"Loh?! Kakak gimana sih?! Kok sama adek sendiri lupa?!"

Apakah telingaku terlihat seperti pajangan yang bisa kau teriaki? Mana pisau, aku butuh untuk merobek mulutnya!

"Nak, lebih baik kau kecilkan suaramu, ini cukup malam. Satu lagi, Wichapas baru kecelakaan beberapa waktu yang lalu dan dia hilang ingatan? Itu yang dikatakan dokter."

"Om ini siapa? Ngapain sama kakakku? Om ini cabul ya?"

Iya!! Dia manusia anjing paling cabul! Mulai sekarang kau boleh jadi adikku!

"Pak, lebih baik bapak pulang. Ini biar saya yang selesaikan, bapak lebih baik pulang dan beristirahat."

Aku segera menghentikan Mile yang ingin berdebat dengan pemuda ini. Sudah dipanggil om, dikatai cabul pula.

"Tidak, saya tunggu di sini. Siapa tau dia ini penjahat yang ngaku-ngaku sebagai adikmu."

Dengan seenaknya dia duduk di tempat tidurku dan menatap kami.

Mengabaikan, aku menarik pemuda itu untuk duduk di sofa kecil.

"Jadi, siapa namamu?"

"Kakak beneran ga ingat?" Aku menggeleng membuatnya menatapku frustasi. "Kok bisa?! Aku adek kakak loh, aku adek kesayangan kakak, Bosska!"

Oh, namanya Bosska? Bagus juga. "Tapi aku tidak ingat, aku kecelakaan dan hilang ingatan."

"Tuh kan! Emang harusnya kakak tuh ga usah dengerin kak Biu! Gara-gara dia kakak keluar dari rumah, trus sekarang hilang ingatan kan?! Awas kalo ketemu, aku bakal bunuh dia!"

Biu? Oh, ya, yang mirip Pete. Karena aku sering bertemu Mile dan Apo, aku lupa padanya. Yah, terlalu sibuk mengurus dua manusia anjing memang membuatku lupa hal-hal ini.

"Ok, jadi namamu Bosska dan aku kakakmu?"

"Iya, satu ayah beda ibu. Kalo kak Biu dia anak pungut."

"Bagaimana?"

"Jadi, mamanya kakak udah meninggal pas lahirin kakak. Trus papah nikah sama mamaku, punya tiga anak. Jadi kita empat bersaudara. Nah, si Biu anak pungut itu diadopsi pas udah gede. Dia lebih tua dari kakak sih."

Wow, empat? Tapi sepertinya seseorang yang dipanggil papah ini bukan seperti ayahku. Bosska terlihat biasa saja dan tidak memiliki fluktuasi emosi yang berbeda saat membicarakan orang ini.

"Lalu aku...?"

"Nah! Gara-gara anak pungut itu kakak pergi dari rumah! Kakak tuh terlalu baik sama dia, tau ga? Dia itu sengaja bujuk kakak biar pergi, trus dia yang jadi anak kesayangan papah. Tapi tenang! Aku sama Nunew udah buat dia pergi juga kok!"

Aku tidak paham. Biu, bukankah dia terlihat baik? Dia mirip dengan Pete, tidak mungkin dia memiliki pikiran picik.

"Oh iya, kenapa kau di sini?"

Wajahnya terlihat ragu dan kebingungan. "Aku, aku barusan bunuh orang..."

Suaranya mengecil, tapi aku yakin Mile yang berada di seberang kami juga bisa mendengarnya. Tiba-tiba dia bangun dan membuka pintu, menyuruh para bodyguard waspada dan kembali menutup rapat pintu kamarku.

"Bocah, kau membawa barang bukti?"

Dia memperlihatkan pisau lipat yang berdarah dari balik hoodienya. Aku merebutnya dan mencuci pisau itu di kamar mandi.

"Kak?"

"Diam, apa kau tau sangat berbahaya membawa hal seperti itu?!"

Aku setuju dengan Mile. Mengambil nyawa seseorang tidak semudah membunuh ayam. Bahkan seorang mafia masih akan kesulitan menyingkirkan korban dan barang bukti, apa lagi sekarang aku hanya manusia miskin.

"Bosska, lepas hoodiemu. Bajumu juga."

Dia patuh dan melepas Hoodie juga kausnya. Mile sangat cepat membongkar belanjaan tadi dan menemukan baju yang cocok. Dia memasukkan milik Bosska ke paper bag dan membawanya.

"Wichapas, saya pulang dulu. Kamu baik-baik dengannya di sini, ok?"

"Ya, tolong hati-hati pak."

Dia mengangguk dan mengambil pisau yang barusan kucuci. Setelah dia pergi aku menghampiri Bosska.

"Katakan padaku, bagaimana aku bisa percaya padamu? Aku hilang ingatan dan tiba-tiba punya adik? Bahkan adikku pembunuh?"

"Kakak kenapa ga percaya? Kan yang ajarin kita bertiga bunuh orang juga kak Bible."

TBC

Otak gue tuh kenapa sih? Yang ini belom selesai, yang itu belom selesai, yang satu lagi belom selesai

Malah gue udah kepikiran cerita baru?! Woi utang nambah woi!

Selamat membaca ❤️
Jangan lupa voment dan stay healthy ya 💙💜

Beautiful of YOU (NOT HIM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang