44 | BERUNDING

1.5K 122 6
                                    

Malam itu Jaya duduk di ruang tamu rumah Hamid dan Janah. Yusuf berdiam di balik tirai pembatas ruang tamu dan ruang belakang, tak berani duduk di sana meski ada Deni dan Agil yang ikut bertamu bersama Jaya. Yusuf hanya mendengarkan semua pembicaraan yang terjadi, sambil terus memberi kabar pada Dinda.

"Jadi Neng Dinda benar-benar udah setuju untuk menikah sama kamu?" tanya Hamid.

"Iya, Mang Hamid. Alhamdulillah Neng Dinda udah setuju. Dia memberikan jawaban langsung kepada Agil di hadapan sahabat baiknya, Neng Rini," jawab Agil, tanpa melihat langsung ke arah Hamid.

"Perasaan kamu sekarang bagaimana, Agil? Kamu benar-benar udah enggak punya rasa sama Neng Hesti, 'kan? Kamu enggak akan menjadikan Neng Dinda sebagai pelarian semata, 'kan?" tanya Janah.

"Insya Allah perasaan Agil terhadap Neng Hesti udah benar-benar enggak ada lagi, Bi. Insya Allah Neng Dinda enggak akan menjadi pelarian bagi Agil, tapi benar-benar menjadi tempat berlabuh bagi Agil sampai akhir hayat," Agil berusaha meyakinkan Paman dan Bibinya.

Hamid pun kini menatap ke arah Jaya usai mendengar jawaban dari Agil.

"Kalau memang Agil udah siap dan Neng Dinda udah setuju untuk menikah, maka pernikahan itu harus segera dilaksanakan. Tapi saat ini kalian 'kan tahu kalau Roy lagi gencar-gencarnya mendekati Neng Dinda dan juga membujuknya, agar mau jadi Istri kedua. Lalu kira-kira bagaimana? Apakah pernikahannya akan diadakan secara terbuka begitu aja?" tanya Hamid, sekaligus memberi masukan di dalam pertanyaannya.

"Itu benar. Saat ini yang kita takutkan bukan Neng Hesti yang akan kembali menggoda Agil atau memancing Agil, untuk meninggalkan Neng Dinda. Yang perlu kita takutkan adalah Roy. Dia jelas akan membuat kacau jika sampai tahu kalau Agil akan menikahi Neng Dinda. Itu bisa bahaya untuk Agil atau pun Neng Dinda sendiri," tambah Janah.

Jaya pun kini menatap ke arah Deni dan Agil, seakan meminta masukan agar menemukan jalan keluar yang baik. Yusuf pun menyibak tirai dan melongok keluar pelan-pelan.

"Ada apa, Yus? Kamu punya masukan atau cuma mau nimbrung?" tanya Hamid.

"Yus mau ngasih masukan buat Mang Jaya, Pak," jawab Yusuf seraya tersenyum manis.

"Oh... mau ngasih masukan. Kirain... kamu mau minta dinikahin sama Neng Kalin," celetuk Deni.

Wajah Agil dan Jaya yang tadinya serius pun langsung berubah menjadi menahan tawa setelah mendengar celetukan Deni. Wajah Yusuf sendiri kini langsung menjadi semerah tomat yang bisa dilihat jelas oleh Hamid dan Janah.

"Siapa Neng Kalin, teh?" tanya Janah, terlihat agak kaget.

"Salah satu sahabatnya Neng Dinda, Bibi. Asli orang Medan dan Yus kayanya naksir," jawab Deni dengan penuh keikhlasan.

"Siapa yang bilang aku naksir Teh Kalin? Enggak, Kak Deni. Enggak gitu," Yusuf mencoba menjelaskan dan berusaha menghalau salah paham yang akan terjadi di hadapan kedua orangtuanya.

"Yakin kamu enggak naksir seperti yang Deni bilang? Jangan ditutup-tutupin kalau kamu memang suka sama seseorang. Bapak dan Ibu juga enggak akan marah atuh kalau memang udah waktunya bagi kamu untuk mencari pendamping," ujar Hamid.

"Enggak, Pak. Enggak. Ya Allah, Yus tadi itu cuma ...."

"Sedikit pendekatan," pancing Deni.

"Ya... gitu. Sedikit pendeka-- eh? Kok sedikit pendekatan? Kapan aku melakukan pendekatan sama Teh Kalin, Kak Deni?" gemas Yusuf, tanpa ditutup-tutupi.

"Udah atuh, Den. Jangan godain Yus terus ah. Mukanya udahnya merah banget itu teh," ujar Jaya.

Deni pun akhirnya tertawa pelan bersama Agil yang sudah tidak tahan dengan ekspresi Yusuf yang serba salah.

"Sok atuh, kalau kamu mau kasih masukan mah," ujar Janah, melerai Yusuf dan Deni dengan mengalihkan perhatian mereka pada pokok pembicaraan.

Yusuf pun kini menatap ke arah Jaya dan Agil dengan serius.

"Begini, kita jelas sama-sama tahu kalau pernikahan yang dilakukan diam-diam akan selalu menimbulkan fitnah di mana-mana. Tapi di sisi lain, karena kita semua akan sama-sama merasa tidak senang kalau Roy membuat kekacauan saat acara pernikahan Teh Dinda dan Kak Agil berlangsung, maka sebaiknya akad nikahnya dilakukan secara diam-diam. Yang akan hadir di akad nikah itu hanya pihak keluarga, teman dekat Teh Dinda, dan juga beberapa perwakilan warga Cijanur. Tapi setelah itu, kita harus buat acara resepsi pernikahan kecil-kecilan agar bisa mengundang orang satu Cijanur. Roy jelas udah enggak bisa macam-macam dong, 'kan udah sah. Kalau pun dia tahu, ya biar aja dia tahu setelah Teh Dinda dan Kak Agil resmi jadi suami-istri. Jadi kita tetap bisa menghindari fitnah dan juga bisa menghindari gangguannya si Roy dalam satu hari bersamaan," jelas Yusuf mengenai sarannya.

Hamid dan Janah pun kini kembali menatap ke arah Jaya.

"Bagaimana? Apakah saran dari Yus bisa dipertimbangkan? Karena kalau menurut kami berdua, saran itu udah yang paling bagus untuk dilakukan demi menjauhi kedua hal yang Yus sebutkan tadi," ujar Hamid.

"Benar. Itu saran yang bagus. Akad nikahnya hanya perlu dihadiri oleh pihak keluarga dan juga Pak RT serta beberapa warga yang paham untuk menghindari kisruh atau keributan yang mungkin akan Roy lakukan. Setelah itu baru kita laksanakan resepsi pernikahan sederhana agar warga Cijanur bisa hadir dan tidak bertanya-tanya kenapa mendadak menikah. Pak RT juga jadi bisa mengumumkan, kalau akad nikahnya terjadi tadi pagi dan beberapa warga warga juga menjadi saksi. Enggak akan ada fitnah yang mengikuti Agil atau pun Neng Dinda nantinya jika seperti itu," Janah mendukung penuh.

"Baiklah kalau begitu. Insya Allah kami akan mengikuti saran yang Yus cetuskan barusan. Saya sendiri yang akan memberi tahu Neng Dinda mengenai rencana tersebut, agar Neng Dinda juga tidak perlu merasa kaget karena akad nikahnya dilakukan secara diam-diam," sambut Jaya.

"Teh Dinda enggak akan merasa kaget, Mang. Dia paham kalau kita memang harus menghindari Roy agar segalanya berjalan lancar. Makanya aku menyarankan hal seperti ini, karena Teh Dinda juga pasti akan berpikir begitu. Dia adalah orang yang paling enggak mau terjadi sesuatu pada Mamang, Kak Deni, dan Kak Agil. Dia akan selalu menomorsatukan kalian bertiga dan mencari jalan yang paling baik agar terhindar dari hal-hal buruk," ujar Yusuf yang sangat mengenal sifat Dinda.

Agil pun kini menatap kembali ke arah Yusuf, sehingga Yusuf menyadari bahwa dirinya sedang ditatap oleh Agil.

"Enggak usah gitu atuh natapnya. Salah orang kalau Kak Agil mau cemburu sama aku. Kak Agil enggak tahu aja, berapa banyak laki-laki yang ngejar-ngejar Teh Dinda selama tiga belas tahun terakhir. Semua ditolak sama Teh Dinda cuma karena perasaan sayangnya untuk Kak Agil. Jadi enggak usah cemburu sama aku. Aku juga enggak pernah ada rasa apa-apa ke Teh Dinda, meskipun kami sering komunikasi selama tiga belas tahun terakhir," tegur Yusuf yang merasa risih karena ditatap oleh Agil.

* * *

Calon TumbalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang