Terlambat Pulang

1 0 0
                                    

Nia mulai merasakan pahit-manis, suka-duka dan berbagai rintangan sekolah di kota. Ternyata benar kata Bapak, tidak mudah sekolah di kota, banyak kendala yang harus sabar dilewati. Salah satu tantangan yang paling kecil, adalah masalah kendaraan.
Nia terkadang pulang terlambat akibat  kendaraan umum di waktu sore tidak banyak yang beroprasi,  Sekalipun ada,  sangat jarang angkutan umum  yang  rutenya langsung menuju kampung.

Lebih sering, Nia diturunkan di persimpangan menuju kampungnya. Padahal Jaraknya masih dua desa antara jalan persimpangan tersebut dengan kampung Nia. Bapak Nia, tidak jarang  harus menjemput di persimpangan, agar anaknya tidak pulang kemalaman.

Suatu ketika, di waktu yang  seharusnya Nia sudah pulang, tak juga ada kabar dari ponsel yang dia bawa, padahal biasanya Nia tak pernah Absen untuk mengabari bapaknya jika terlambat pulang. Sore itu sangat gelap, akibat  hujan besar disertai kabut, semakin mencekam  dengan suara petir yang bersauatan, membuat Bapak  begitu khawatir.

Bapaknya memutuskan untuk menerobos hujan menggunakan jas hujan berwarna merah. Memang cuca seperti ini, mengkhawatirkan untuk berkendara. Tapi lebih khawatir lagi jika Nia belum diketahui informasi keberadaannnya.

Bapak sudah tiba di persimpangan. Tidak satupun  angkot yang lewat dan berhenti di persimpangan. Itu menunjukan bahwa, tidak ada angkutan yang membawa Nia. Bapaknya mulai panik dan semakin khawatir. Cara terakhir,  tidak ada pilihan selain memaksakan diri menyusul ke sekolah, meski artinya harus menerobos hujan yang tak kunjung reda.

Bapak kembali menerobos hujan dengan tubuh gemetar kedinginan. Berharap di sepanjang jalan bertemu dengan angkutan umum  yang membawa Nia. Setiap angkutan yang lewat, pasti bapak mencari tahu langsung dengan bertanya kepada pak supir, apakah Nia ada di dalamnya atau tidak?. Namun dari sekian banyak angkot yang berpapasan. Tidak ada yang membawa Nia.

Bapak sampai juga di sekolah Nia,  waktu sudah hampir magrib.  Jas hujan yang sudah basah kuyup itu,  merembes ke baju batik yang bapak kenakan.
Ia langsung bertanya kepada beberapa siswa yang terlihat  menanti hujan reda di teras kelas yang menghadap arah parkiran. Bapak menanyakan keberadaan Nia kepada setiap siswa yang ia temui. Mereka tidak ada yang mengenal Nia. Siswa di SMK ini, hampir seribu orang, tidak mudah mencari orang yang mengenal anaknya, apalagi Nia masih siswi baru.

Ketika bapak sudah kelelahan dan hampir putus asa. Ada seorang gadis berseragam olahraga menyapanya.

"Bapak yang cari Nia?".

"Iya, Betul Neng, Eneng kenal Nia?"

"Tadi ketika pulang sekolah, Nia mendapat tugas bersama sepuluh orang temannya untuk menjenguk teman kita yang sedang sakit, mereka men-carter angkot ke kampung Sawah. Kemungkinan pulangnya langsung di antar oleh angkot ke rumah masing-masing".

"Oh begitu.... Alhamdulillah kalau begitu, kira-kira pulangnya jam berapa?"

"Kalau itu, saya kurang tahu pak, tapi bisa jadi sekarang sudah sampai ke rumah masing-masing".

"Semoga Nia sudah di rumah ya Neng...terima kasih informasinya..
Kalau begitu, Bapak pamit dulu" Ungkap Bapak dengan sedikit lega.

Hujan sudah mulai reda. Bapak langsung pulang dengan mantel merahnya, tanpa menunggu gerimis benar-benar reda. Beberapa siswa juga mulai menyalakan motornya supaya mereka bisa segera pulang ke rumah. Waktu magrib segera tiba.

Di tengah perjalanan,  hujan kembali lebat. kabut yang menempel di helem bapak, mengganggu kefokusan pandangannya. Namun karena bapak berkendara dengan hati-hati dan pelan. Alhamdulillah beliau tiba dengan selamat, saat adzan isya berkumandang.

Waktu itu kebetulan mati lampu. Jadi sepanjang perjalanan sangat gelap sekali, di tambah kabut dan hujan lebat membuat bapak semakin basah kuyup dan kedinginan.

"Diah...Anakmu sudah pulang belum?".
Teriak bapak dari luar pagar, sambil memasukkan motornya ke teras rumah di samping toko.

"Kata temannya, Nia sudah pulang dari sekolah, mau jenguk orang sakit di kampung sawah". Lanjut bapak meskipun tidak di jawab oleh Ibu.

Ketika bapak membuka pintu rumah, matanya segera menuju segala arah, untuk memastikan bahwa Nia sudah pulang. Ternyata Nia sembunyi di balik pintu tersebut sambil menaruh jari telunjuknya di mulut, mengisyaratkan agar ibunya tidak memberi tahu.

"Nia belum datang?" Tanya Bapak kepada ibu.

Ibu Diah hanya memberikan isyarat dengan lirikan matanya kearah pintu yang sedang di buka oleh bapak Mukti. Pak Mukti faham kelakuan anaknya. Langsung pintu itu kembali di tutup dan menyergap Nia.

"Astagfirullah...bapak cari kamu sampe hujan-hujanan, kenapa gak ngasih kabar, hp nya di mana?" Bapak sepetinya akan marah besar. Namun sebelum kemarahan bapak menjadi-jadi, Nia langsung menjabat tangan bapak  dan menyiuminya.

"Bapak...Nia buatkan Kopi ya?, lebih baik bapak sekarang mandi dulu pakai air hangat. Nia siapkan dulu air hangatnya ya?." Nia mengalihkan pembicaraan dan bergegas menuju dapur.

Bapak hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tetap mengatur emosinya yang hampir meledak.

"Kapan dia pulang?" Tanya bapak pada Ibu.

"Pas Kak Mukti berangkat mencari Nia, sepuluh menit kemudian dia datang dengan beberapa temannya. Katanya baru pulang dari kampung Sawah jenguk teman yang sakit. Mereka sempat ngobrol agak lama sambil menunggu hujan reda, kebetulan supir angkot yang Nia Carter sedang menunggu seseorang di kampung ini. Mereka di janjikan akan di antar sampai ke rumah masing-masing. rumah mereka rata-rata di dekat persimpangan jalan. Mereka sengaja ke kampung kita dulu untuk menemani Nia, khawatir  Nia tidak berani naik angkot sendirian. Katanya pak supir ada janji dengan untuk ngobrol perihal ngabesan besok pernikahan anaknya pak Septo". Jawab ibu panjang lebar.

"Terus kenapa tidak telepon?" Tanya bapak mencecar.

"Katanya habis baterai, tidak sempat mengecash, karena buru-buru". Jawab ibu dengan tenang.

"Kan bisa di cas saat sudah sampai di rumah temannya, atau pinjam hp temannya, masa begitu saja tidak terpikir?"

"Casanya ketinggalan pak, Nia sudah berusaha telepon bapak pake hp teman, tapi hp bapak tidak bisa di hubungi" Nia berusaha membela diri.

"Ini pak kopinya, di kamar mandi sudah Nia siapkan air hangat untuk bapak mandi, sekarang Nia pergi ke kamar dulu". Nia memasang wajah riang agar meluluhkan hati papaknya.

Ketika Nia menutup pintu kamar bapak menggerutu kepada ibu Diah

"Lihat tuh anakmu...kalau punya salah, dia selalu begitu, menghindar dan mengalihkan pembicaraan".

"Sudah lah kak Mukti...yang penting Nia sudah pulang dengan selamat".
Ibu berusaha meredam emosi bapak.

"Sudah ku bilang...jangan sekolah di kota...jauh...susah kendaraan...mahal..dia yang sekolah, semua orang jadi capek".

"Sttt..!!!" Ibu berusaha menghentikan omelan bapak agar tidak terdengar oleh Nia.

Di balik pintu kamar, Nia berderai air mata mendengarkan dialog antara bapak dan ibunya. Dia sangat khawatir bapaknya berubah pikiran dan menyuruh Nia pindah sekolah. Disisi lain,  Nia juga  merasa bersalah telah membuat khawatir satu rumah. Begitu sedihnya Nia melihat bapaknya basah kuyup demi memastikan dia dalam keadaan baik-baik saja.

Nia memang selalu terlihat riang dan tegar, namun tetap saja dia seperti perempuan lainnya, mudah rapuh dan mudah tersentuh.

"Dari tadi hp tidak bapak matikan, kenapa kamu bilang tidak aktif?"
Bapak membuka hp dan mengecek tidak ada panggilan yang masuk.

"Sudahlah...sudah..." Ibu tidak ingin ada perdebatan lagi.

Sebenarnya, Nia memang meminjam hp temannya, tapi dia lupa tidak mencatat nomor bapaknya. Jadi Nia tidak bisa menghubungi bapaknya. Itulah kelalaian yang tidak dia akui, karena khawatir kemarahan bapak menjadi-jadi.

Madrasah Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang