Lebaran Segera Datang

1 0 0
                                    

Detik-detik menjelang hari libur semester satu, begitu sangat di nanti oleh seluruh santri. Nampaknya libur semester ini akan lebih panjang, karena bertepatan dengan libur menjelang idul Fitri.

Kabar bahagia bertambah, setelah santri mendapatkan  berita, bahwa  rencana mudik tahun ini, akan di subsidi oleh pihak pesantren. Lembaga akan menyediakan mini Bus dan mobil Elf milik yayasan, untuk mengantarkan santri  sampai ke terminal-teriminal besar yang paling dekat dengan daerah asal mereka. Ditambah lagi, kabar baiknya seluruh santri akan mendapatkan tambahan THR  dari dr. Dawud.

Santri yang berdomisili Kawasan Jabodetabek, akan di antar sampai Terminal Rambutan. Daerah Bogor dan sekitarnya akan di antar ke Terminal  Baranangsiang. Asal Bandung dan sekitarnya, akan di antar sampai terminal Leuwipanjang. Adapun santri-santri di luar pulau, lebih memilih lebaran di pesantren. Meskipun sebagian kecil pulang dengan ongkos pesawat mandiri.

Abu tidak sabar ingin segera bertemu dengan Ambu, Abah, Umar, Utsman, Ali, serta Khadijah dan fatimah.  Namun ternyata setelah hari  liburan tiba, dr. Dawud memerintahkan semua santri untuk mengikuti kegiatan itikaf terlebih dahulu.
Mulanya santri libur 10 hari menjelang idul Fitri, ditambah tiga pekan di bulan Syawal.  Namun karena intruksi langsung dari dr. Dawud, akhirnya santri di izinkan libur setelah mengikuti program i'tikaf yang di adakan oleh keluarga besar pesantren Tibul Qulub. 
Itikaf sebenarnya diperuntukkan bagi para karyawan dan guru-guru pondok pesantren. Namun akhirnya menjadi program yang harus di ikuti oleh seluruh santri tahfidz.

Tiga malam mengulur waktu bertemu dengan keluarga, bukan hal yang mudah untuk Santri, namun demi taat dan patuh terhadap perintah guru, mereka mengikuti kegiatan tersebut dengan sungguh-sungguh.

Dalam tiga hari tersebut, banyak hal baru yang Abu fahami, terutama tentang keutamaan meraih malam Lailatul Qadar.
Sebenarnya Abu sudah sering mendengar ceramah tentang keutamaan malam tersebut sejak lama. Namun baru kali ini, Abu mendapatkan pengetahuan sekaligus praktek bagaimana mengisi malam-malam terakhir di bulan Ramadhan dengan kondisi dan suasana yang mendukung.

Jamaah tiba di masjid sore hari menjelang waktu berbuka, sementara panitia, sudah mempersiapkan hidangan ta'jil dan makan malam. Bada magrib peserta di breafing tentang adab-adab dalam masjid, sekaligus fiqih tentang itikaf yang di sampaikan oleh ust. Ahmad. Dilanjut kemudian dengan solat tarawih berjamaah,  adapun imamnya adalah salah satu Musyrif tahfidz yang hafalannya mutqin. Dari malam pertama tarawih, memang bacaan di Tibul Qulub semalam satu juz. Pada sepuluh malam terakhir pun  Tarawih tetap satu juz, namun tidak di tutup dengan shalat witir, karena rangkaian acara di malam hari adalah melanjutkan shalat malam sebanyak dua juz pada pukul 01.00 pagi kemudian diakhiri dengan witir  pukul 03.15, Selain waktu tersebut,  seluruh peserta diberikan kebebasan untuk memilih akrifatias apa yang akan di lakukan sampai menjelang subuh. Kebanyakan mereka menghabiskan waktu untuk sahur sejenak kemudian membaca Al Qur'an, berdzikir atau bersalawat. Panita hanya menyiapkan kajian di subuh hari,  karena pada jam tersebut rawan ngantuk dan terlelap tidur.

Abu nendapat pengetahuan baru, bahwa itikaf itu, adalah ibadah yang dilakukan Rasulullah dengan penuh kesungguhan. Beliau menghabiskan waktu sepuluh hari siang dan malam berada di masjid, bahkan mengencangkan ikat pinggang dan membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam-malam tersebut. Ibadah ini tidak pernah beliau tinggalkan sampai menjelang wafat. Bahkan saat menjelang wafat, beliau menghabiskan dua puluh malam beri'tikaf.

Menjelang waktu pulang tiba, Abu merasa perlu untuk memperpanjang itikafnya bersama teman-temannya yang berasal dari luar Jawa, karena hanya mereka yang tersisa di pesantren. Tujuannya, agar Abu punya waktu panjang untuk berdoa memohon kelancaran dalam hafalan Qur'an. dan berdoa agar Abah punya ongkos saat Abu jadwal kembali ke pesantren. Selain itu, Abu juga perlu berdoa dengan serius, agar dia bisa mencapai target hafalan minimal 10 juz dalam 1 tahun. Karena hal itu menjadi syarat santri bisa melanjutkan program menghafalnya di tahun berikutnya.

Abu berusaha meminta izin kepada Abah, lewat perantara ponsel milik ustdznya. Seperti biasa, Abu menekan nomor-nomor yang dia simpan dalam dompetnya agar tersambung ke kampung halaman, nomor tersebut milik tetangganya di kampung. Nampaknya setelah panjang lebar Abu menjelaskan, Abah dan Ambu kurang merestui keputusan Abu memperpanjang itikaf.

"Jika Abu mudik pada tanggal-tanggal mendekati lebaran, artinya Abu akan mengalami kemacetan, dan hambatan-hambatan perjalanan seperti yang dialami oleh pemudik lain. Perjalanan Abu cukup jauh, apalagi Abu ada rencana naik kereta. Itu akan sangat sulit".

"Abu sangat ingin mendapatkan Lailatul Qodar". Abu berusaha memberi alasan.

"Coba abu simak apa yang di sampaikan Imam Al Ghazali Dalam kitab Ihya Ulumudin,  beliau menyebut, setidaknya ada lima rumus  yang bisa dijadikan patokan untuk mengetahui keberadaan malam lailatul qadar.
Pertama, jika hari permulaan Ramadhan jatuh pada malam Ahad atau Rabu, maka lailatul qadar jatuh pada malam 29 Ramadhan.
Kedua, jika malam pertama jatuh pada malam Senin, maka lailatul qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan. Selanjutnya, jika malam pertama Ramadhan jatuh pada malam Kamis, maka lailatul qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan.
Keempat, jika malam Ramadhan jatuh pada malam Sabtu, maka lailatul qadar jatuh pada malam 23 Ramadhan. Terakhir, jika malam pertama Ramadhan jatuh pada malam Selasa atau Jumat, maka lailatul qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan,

Di tahun ini, malam pertama bulan ramadhan adalah malam Sabtu, itu artinya Lailatul qodar kemungkinan besar pada malam hari ini, jadi besok Abu sudah bisa pulang". Jelas Abah memberikan pengetahuan kepada Abu.

"Maaf Abah, bukankah Lailatul Qodar itu  malam yang sengaja dirahasiakan Allah, agar hamba-hamba Nya berlomba-lomba, dengan di rahasiakannya malam tersebut.  Bahkan akhirnya semua orang berlomba pada malam yang ganjil ataupun yang genap. Karena tidak ada yang tahu, ganjil dan genap itu versi malam di negara mana. Belum lagi penentuan awal Ramadhan yang sering berbeda-beda semakin membuat Lailatul Qadar semakin misteri, karena semua malam di anggap ganjil. Di tambah lagi, setiap waktu adalah malam sesuai dengan perputaran bulan mengelilingi bumi. Sehingga kita tidak tahu, malam itu menurut daerah yang mana. Itu barang kali rahasianya Rasulullah menghidupkan hampir setiap malam di bulan Ramadhan, bahkan di 10 hari terakhir Rasulullah beri'tikaf siang dan malam". Jawaban abu sebenarnya hanya menjiplak dari apa yang disampaikan  ust. Abdul Hamid tadi pagi, ketika membahas Lailatul Qodar menurut kitab Ihya Ulumudin.

"Luar biasa anak Abah, sekarang sudah bisa berdebat rupanya!, Sebenarnya Abah cuma ingin agar abu tidak mendapatkan kesulitan dalam perjalanan mudik, dan agar Ambu tidak khawatir, kalau Abah sih, tak masalah jika Abu mau Sampai lebaran di pondok sekali pun. Toh sama-sama lebaran. Cuma pulang setelah lebaran tentunya jauh lebih sulit, karena sopir-sopir juga ingin berlebaran dengan keluarganya".

Abu mati kutu, tidak bisa lagi berargumen apalagi  membantah, kodenya terlalu keras, bahwa abu harus segera pulang. Tapi begitulah Abah, penyampaiannya selalu diplomatik.

Abu berpikir ulang, jangan-jangan  berbakti kepada orang tua dengan cara mematuhi perintah mereka, barang kali lebih di ridhai Allah dari pada beri'tikaf tanpa restu dari mereka.

Madrasah Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang