~ Maaf atas perjalanan yang tidak sempurna, namun percayalah untukmu ku jual dunia. ~
•••
"Kalian, keluargaku yang tersisa."
Azhiva membenci ibu nya, membenci hal apapun yang membuat wanita itu meninggalkan dia dan adik-adiknya sampai hari ini, ter...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌸🌸🌸
"Thava, aku boleh pinjam catatan mu kan buat di bawa pulang? Kayaknya gak keburu deh kalau aku kerjain semuanya di sini, sebentar lagi kan kita ada kelas selanjutnya," ucap Karin yang kini berada di sebelah Cethava.
"Boleh kok, Kar. Kamu pinjam aja dulu."
"Eh gimana kalau hari ini aku main ke rumah kamu aja Tha? Aku sekalian kerjain," kata Karin bersemangat.
Cethava mengangguk. "Boleh-boleh, kita udah lama juga nggak main kan."
Karin kini terlihat mengambil sesuatu dari dalam tas nya, mengeluarkan sebuah paperbag kecil. "Thava, ini aku ada sedikit oleh-oleh buat kamu."
"Oleh-oleh?"
"Iya. Kemarin setelah pulang pengobatan alternatif ku di Bandung, mommy ngajak aku ke toko roti gitu, rotinya enak-enak banget. Aku keinget kamu, makannya aku coba beli beberapa. Nanti di bagi sama saudara-saudara mu ya, maaf kalau cuma sedikit," jelas Karin.
"Ih repot-repot kamu mah. Makasih loh ya."
"Iya sama-sama."
Karin memandangi wajah Cethava dengan heran. Gadis itu lebih banyak diam hari ini, melamun dan juga dari raut wajahnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Kamu kenapa Tha? Aku lihat kayak lagi banyak pikiran gitu, gak mau cerita?" kata Karin.
"Emangnya boleh?"
"Aku kan sahabatmu, masa gitu aja gak boleh. Cerita aja ada apa?"
Cethava sedikit menarik nafas. "Maaf ya Kar sebelumnya. Waktu aku ke rumah mu itu kan aku ketemu sama mommy kamu ya."
"Iya, terus?"
"Aku- keinget ibu. Mommy kamu, mirip sekali sama ibuku."
Karin mengangkat sebelah alisnya. "Kamu pikir mommy ku itu ibumu?"
Cethava menggeleng cepat, dia tidak ingin Karin salah paham dengan ucapannya. "Bukan, bukan begitu maksudku, Kar."
"Iya gapapa kok Tha. Mungkin, kamu lagi kangen ibumu, yakan?"
"Iya sih Kar. Gimana gak kangen, aku aja udah gak ketemu ibu lama banget. Terakhir itu, aku umur lima tahun kalau gak salah," jelas Cethava dengan wajah murung nya.
Karin mengusap pundak Cethava perlahan. "Pasti ini gak mudah buat kamu. Tapi kamu hebat, Tha, kamu bisa bertahan sejauh ini."
"Bukan aku yang hebat Kar, tapi kakakku. Jadi Kak Zi lebih berat, karena dia pun, aku dan Reva bisa bertahan sampai hari ini. Kadang aku bingung harus apa untuk bantu dia. Apalagi sekarang anggota keluarga kita bertambah satu," tutur Cethava.
"Hah, bertambah satu? Siapa?"
"Beberapa waktu lalu, ada seorang gadis cantik yang datang kerumah. Dia mengaku sebagai anak ayahku dengan istri barunya. Ternyata ayah dan istri barunya sudah meninggal, Kar. Ayah meminta gadis itu untuk tinggal bersama kami, namanya Marissa, dia seumuran dengan Reva adikku."