~ Maaf atas perjalanan yang tidak sempurna, namun percayalah untukmu ku jual dunia. ~
•••
"Kalian, keluargaku yang tersisa."
Azhiva membenci ibu nya, membenci hal apapun yang membuat wanita itu meninggalkan dia dan adik-adiknya sampai hari ini, ter...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌸🌸🌸
"Kak Gre!"
Suara langkah kaki terdengar mendekat, hingga tak lama pintu kamar terbuka, menampakkan wajah cantik Greta yang tak pernah berubah sama sekali setelah bertahun-tahun lamanya.
"Kak Gre," ucapnya.
Wajah gadis yang duduk di atas kasur itu tampak panik, keringat menetes dari setiap sisi wajahnya. "Kenapa, Dek?"
Greta menutup pintu kamar dan mendekat, ia duduk kan bokongnya di atas kasur empuk itu. Meraih manusia di sampingnya untuk dipeluk, di tenangkan, mengusap perlahan kepalanya.
"Kak Zhiva sudah pulang belum?"
Greta diam, wanita itu tersenyum kecil. "Ada apalagi memangnya?"
"Dia gak ikut masuk ke pesta nya Karin. Terus Reva dan Issa hilang gitu aja, Thava gak ketemu mereka. Mereka dimana ya? Kak Gre ketemu mereka gak tadi?"
Rasanya iba, melihat gadis cantik dan seceria itu menjadi seperti ini. Hari-harinya yang dipenuhi khayalan untuk menunggu. Menunggu manusia-manusia yang tak akan kembali menghampiri dirinya.
"Thava mandi dulu yuk! Abis itu kita sarapan." Greta mencoba mengalihkan perhatian gadis bernama Cethava yang masih menatap penuh harap itu.
"Kakak ku sudah pulang?" tanya nya lagi.
Greta tersenyum. "Kita mandi dulu, nanti kakakmu marah loh kalau jam segini belum mandi, ya?"
Cethava perlahan menganggukkan kepalanya, kemudian bangkit, ikut dengan perintah Greta untuk segera mandi dan sarapan.
Sudah empat tahun terakhir ini mereka hidup bersama, tiga tahun lalu, mama-nya Greta berpulang, membuat dirinya benar-benar sendiri, untung saja dia memiliki Cethava yang memang sudah ia ajak tinggal bersama sejak satu tahun sebelumnya.
"Ada sayur capcay kesukaan kamu. Makan yang banyak ya," ucap Greta sembari menyodorkan sepiring nasi berisi makanan itu untuk Cethava.
Pandangan gadis itu selalu kosong, sekalinya berisi, tetap di isi oleh hal-hal yang kosong juga, yang sudah tidak ada.
"Reva dan Issa gak ikut makan, Kak?"
"Thava dulu, ya."
Greta meraih sendok yang masih tak juga Cethava sentuh. Menyendok nasi beserta lauknya untuk dia sodorkan pada gadis ini. "Kak Gre suapin," ucapnya. Untungnya mudah, tanpa basa-basi, Cethava melahapnya, meski agak lambat.