~ Maaf atas perjalanan yang tidak sempurna, namun percayalah untukmu ku jual dunia. ~
•••
"Kalian, keluargaku yang tersisa."
Azhiva membenci ibu nya, membenci hal apapun yang membuat wanita itu meninggalkan dia dan adik-adiknya sampai hari ini, ter...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌸🌸🌸
Reva duduk di pinggiran kasurnya, menunduk, sesekali menatap wajah kakak sulungnya yang sejak tadi berdiri di depannya. Meski menunduk, bukan berarti karena segan, justru Reva menunduk karena menyembunyikan wajah kesal, serta mulut yang tak henti komat-kamit.
Decakan keluar dari mulut Reva, dengan terpaksa gadis itu menatap wajah sang kakak tertua. "Reva juga gak bilang kalau Kak Zi lagi bercanda. Reva udah dengar kak, yaudah lah. Udah selesai kan marah-marah nya?"
"Reva, kakak bukan marah. Kakak cuma bilangin. Jangan kayak gini terus! Semua juga untuk kebaikan kamu, dek," ucap Azhiva dengan menegaskan setiap kalimatnya.
"Kak Zi gak tau kan alasan Reva seperti ini apa? Reva juga bukan semena-mena nonjok orang aja, kak. Ada sebab nya."
"Apa sebab nya?"
Reva yang tadi duduk kini berdiri, berhadapan langsung dengan Azhiva. "Deon kurang ajar kak. Dia ngatain keluarga kita. Dia ejek Reva kalau Reva gak punya ayah dan ibu. Dia bilang keluarga kita berantakan. Kata dia kita semua anak pembawa sial makannya di tinggal sama ayah dan ibu. Deon juga ngatain kakak, kata Deon, kakak tuli, kakak cacat. Reva gak terima sama ucapannya kak. Masa Reva gak boleh marah?" jelas Reva.
Semua orang mungkin tidak akan diam, tidak akan rela jika keluarganya, orang-orang yang di sayang, di rendahkan seperti itu. Mungkin Reva tidak salah jika membela keluarganya sendiri, namun cara nya yang kurang tepat.
"Tapi-"
"Kak Zi gak paham. Kak Zi gak ngerti ada di posisi Reva. Seharusnya kakak bantu kita bawa ibu pulang. Kalau ada ibu, mereka gak akan pernah ngatain Reva lagi. Reva cuma butuh ibu, kak," tegas Reva dengan emosinya yang menggebu.
"Kamu juga gak pernah paham posisi kakak, Rev."
"Apa? Apa lagi yang harus Reva pahami? Kak Zi benci ibu, Kak Zi juga ingin Reva, bahkan Kak Thava seperti itu juga?"
Reva menarik napasnya sejenak, sebelum mulai berbicara kembali. "Padahal ibu pergi karena kakak kan? Karena kakak tuli. Ibu mungkin malu, jadi ibu pergi. Ayah juga begitu."
"Kalau karena aku? Kalau hanya aku, kenapa mereka gak bawa kamu atau Thava? Coba jelasin itu." Kali ini Azhiva ikut berbicara. Namun Reva seketika diam. "Apa? Kamu gak bisa jawab kan?"