~ Maaf atas perjalanan yang tidak sempurna, namun percayalah untukmu ku jual dunia. ~
•••
"Kalian, keluargaku yang tersisa."
Azhiva membenci ibu nya, membenci hal apapun yang membuat wanita itu meninggalkan dia dan adik-adiknya sampai hari ini, ter...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌸🌸🌸
Seisi sekolah memusatkan mata mereka pada satu titik yang sama, tengah lapangan ramai di sertai sorakan dari para murid-murid. Gadis berseragam putih biru itu memukul seorang laki-laki dengan tubuh yang terkesan lebih besar darinya.
Beberapa bersorak menyemangati, beberapa berteriak ngeri, dan sisanya, berlari menuju ruang guru. Marissa yang mendengar kabar mengenai saudarinya itu langsung berlari cepat menerobos beberapa murid yang memenuhi hampir sekeliling lapangan.
"Permisi," ucap Marissa.
Marissa sempat terkaku sejenak saat melihat Reva yang meletup-letup amarah nya itu memukul seorang teman mereka. Entahlah apa yang sudah terjadi sampai bisa membuat seorang Revasha semarah ini.
"TUBUH DOANG LAKI-LAKI, TAPI MULUT LO KAYAK PECUNDANG!" Teriakan itu yang dapat Marissa dengar saat ini. Lelaki itu terlihat sudah cukup menyerah dengan kemarahan Reva padanya. Dia hanya bisa diam dengan wajah babak-belur nya.
Reva terlihat kembali mendekat, meraih kerah baju seragam lelaki itu dan menariknya mendekat. Marissa tidak ingin jika sesuatu terjadi pada saudarinya itu, mungkin bisa jadi setelah ini dia akan di panggil oleh BP atau bahkan bisa dikeluarkan dari sekolah.
"REVA, STOP!" Marissa berlari mendekat dengan cepat, di benaknya, dia dapat menarik tubuh Reva untuk tidak kembali memukul temannya itu, namun sayang sekali tidak sesuai dengan kemauannya. Marissa dengan keras terjatuh akibat pukulan keras yang tak sengaja Reva hantamkan padanya.
"Issa." Reva berlari cepat mendekati Marissa yang sudah jatuh tak sadarkan diri di lapangan sekolah. Terdapat luka lebam ringan di pinggir bibir kanan Marissa akibat pukulan yang tak sengaja Reva arahkan untuknya.
•••
"Ya ampun, Zi. Kamu gak apa-apa kan?"
Azhiva mencoba menjelaskan penglihatannya lebih dulu sebelum akhirnya benar-benar dapat melihat jelas sosok perempuan di hadapannya. "Kak Gre?" Dengan wajah linglung nya Azhiva menatap sekeliling, dirinya seperti berada di sebuah klinik yang entah dimana itu.
"Ada apa sih Kak Gre? Zi kok disini...." Tatapan heran itu ia arahkan pada Greta. Sebab, terakhir kali mengingat, Azhiva sedang membantu ibunya di tepi jalan tadi, namun tiba-tiba saja sudah bersama Greta disini.
"Kamu pingsan. Tadi kakak di telepon sama tukang bengkel langganan kakak itu. Kamu kok bisa sama mereka sih?" ucap Greta dengan sedikit nada paniknya.
Azhiva menghela napasnya sejenak, gadis itu berusaha bangkit dari tidurnya perlahan dengan kepala yang masih lumayan keliyengan. "Ya Allah, Kak. Maaf ya, tadi kayaknya Zi emang tiba-tiba gak inget apa-apa pas jalan kesini. Mungkin mereka nemuin Zi pingan kali ya." Gadis itu berbohong lagi.
"Mereka juga tadi bilang begitu." Mungkin saja kedua tukang bengkel tadi sudah di beri tahu oleh Shanum untuk tidak bilang pada Greta jika mereka berdua bertemu. Namun Azhiva jadi berpikir apa memang Shanum benar-benar membiarkan dirinya di bawa ke klinik ini bersama dua orang tadi dan Shanum tidak ikut membantunya?