Sehari sebelum Dewangga datang ke rumah sakit mengatakan untuk bersedia menikahi Betari di depan Guntur Wibisana yang sedang dirawat.
Malam di mana Dewangga belum benar-benar menyetujui untuk menggantikan posisi Samudra, sebagai calon mempelai pengantin yang harus bersanding dengan gadis sederhana yang bernama Betari Jatayu. Maria datang lagi menemuinya, untuk menanyakan kesanggupan Dewangga tentang masalah perjodohan yang sekarang telah melibatkan dirinya.
"Mama datang?"
Dewangga merasa bingung bercampur senang karena melihat Maria datang untuk menemuinya di dalam ruang kerja pria itu. Hal yang belum pernah wanita anggun itu lakukan sebelumnya.
Perhatian-perhatian kecil seperti inilah yang sebenarnya diinginkan oleh Dewangga dari Mamanya yang selama ini lebih terkesan acuh kepadanya. Sangat berbeda dan bertolak belakang dengan kasih sayang dan juga perhatian yang diberikan wanita itu kepada adiknya, yaitu Samudra.
Samudra selalu dinomor satukan dalam berbagai hal. Yang terkadang membuat Dewangga merasa cemburu akan hal tersebut. Namun, Dewangga selalu bersikap dewasa dan bijaksana dalam menyingkapi perasaan tidak nyaman itu.
Dari semua hal itulah, membuat karakter Dewangga terbentuk dengan sangat baik. Pria itu menjadi lebih bijak dan dewasa dalam menyingkapi semua masalah yang harus dihadapinya.
"Dewa, apa kau sudah berhasil membujuk Papa agar dia setuju, jika kau yang akan menggantikan Samudra untuk menikahi gadis itu?" tanya Maria tanpa basa-basi.
Kebahagiaan yang sempat Dewangga rasakan tadi buyar seketika, setelah tahu alasan apa yang membawa wanita yang sangat disayanginya itu datang menemuinya. Ternyata masalahnya tetap sama, tidak jauh dari kepentingan Samudra sang putra kesayangan.
Namun begitu, Dewangga tetap menampilkan senyum terbaiknya di depan sang Mama, dan mengesampingkan rasa kecewanya sendiri.
"Sudah Ma," jawab Dewangga singkat.
"Papa jawab apa? Apa dia setuju?" tanya Maria lagi dengan begitu antusias.
"Awalnya Papa menolak, tapi Dewa berhasil meyakinkan Papa. Dan sekarang Papa menyerahkan segala keputusan kepada Dewa," jawab Dewangga menjelaskan.
Maria merasa sangat puas mendengar penjelasan putra sulungnya tersebut, sehingga terbit senyuman di wajah wanita itu.
"Sudah Mama duga, kau pasti bisa membujuk Papamu. Sekarang Mama sudah bisa bernapas lega karena bukan Samudra yang harus menikahi gadis kampungan itu. Sebentar lagi Samudra pasti mau pulang ke rumah ini lagi dan kita bisa berkumpul lagi seperti dulu," ucap Maria tanpa peduli dengan perasaan putra sulungnya tersebut.
Wanita itu segera mengarahkan pandangannya kepada Dewangga.
"Terima kasih Dewa, karena kau sudah berhasil membujuk Papamu yang keras kepala itu. Yang harus kau lakukan selanjutnya adalah membujuk Papa agar mau memaafkan Samudra, biar adikmu bisa secepatnya kembali ke rumah ini!" tegas Maria.
"Iya Ma," jawab Dewangga dengan lesu karena lagi-lagi Maria menuntut pengorbanannya demi Samudra.
"Mama pergi dulu, selamat malam!" ucap Maria sebelum meninggalkan ruang kerja putranya.
"Selamat malam, Ma."
Dewangga segera menghempaskan dirinya ke atas sofa setelah mendengar suara pintu kembali ditutup oleh Maria.
Tentu saja ada kebimbangan yang sempat Dewangga rasakan di dalam hatinya, bukan karena latar belakang gadis yang akan dinikahinya nanti adalah seseorang dari kasta berbeda dengan dirinya. Bukan pula karena mereka belum pernah mengenal sebelumnya.
Namun, Dewangga selalu bertanya-tanya mengapa lagi-lagi dirinya yang harus ditumbalkan untuk kebahagiaan adiknya. Kenapa kasih sayang Maria tidak pernah sama terhadap mereka berdua. Dia sempat merasa curiga sebelumnya. Tetapi tidak mau berpikiran macam-macam terlebih dahulu sebelum ia bisa membuktikan kecurigaannya.
Di tengah lamunannya, Dewangga mendengar suara ponselnya berdering. Nama 'Beni' tampak menghiasi layar ponselnya. Dia sudah bisa menduga jika ada hal penting yang ingin disampaikan oleh asistennya tersebut hingga mau menghubunginya malam-malam begini.
Tanpa membuang banyak waktu, Dewangga segera menggeser ikon berwarna hijau, kemudian menempelkan benda pipih tersebut ke depan telinganya.
"Kabar apa yang ingin kau sampaikan kepadaku, Ben?" tanya Dewangga tanpa basa-basi.
Pria itu terlihat mendengarkan penjelasan orang di seberang telepon dengan seksama. Sebelum kemudian kembali berkata-
"Baiklah, segera kirim ke alamat emailku sekarang juga!" tukasnya.
Dewangga segera mengakhiri pembicaraannya dengan sang asisten pribadi, kemudian duduk menunggu email yang sudah dijanjikan oleh Beni tadi.
Beberapa menit berselang, suara notif pesan terdengar dari ponsel milik Dewangga. Sebuah email masuk dan dia langsung memeriksa isinya. Dewangga sudah tidak sabar ingin mengetahui informasi apa yang akan disampaikan oleh Beni kepadanya.
Namun, Dewangga langsung menjatuhkan ponsel yang ada di tangannya, setelah dia membaca isi email yang baru saja dikirimkan oleh Beni tadi.
"Tidak, ini tidak mungkin! Informasi yang diberikan Beni sekarang pasti salah. Mana mungkin aku bukan anak kandung Papa dan Mama, tidak!"
Dunia Dewangga terasa runtuh saat itu juga, ketika ia mengetahui fakta sebenarnya tentang siapa dirinya. Ternyata Guntur Wibisana dan juga Maria Wibisana yang selama ini ia panggil dengan sebutan Papa dan Mama bukanlah orang tua kandungnya.
Dewangga ingin sekali tidak mempercayai kebenaran yang sekarang ada di depan matanya. Namun, Beni juga tidak mungkin berbohong dan memberikan informasi palsu kepada dirinya. Karena setiap informasi yang disampaikan oleh Beni selalu dilengkapi bukti yang akurat, termasuk melampirkan akta lahir Dewangga yang asli beserta nama kedua orang tua kandungnya.
"Jadi, aku hanyalah seorang anak pungut. Kedua orang tua kandungku sudah meninggal karena kecelakaan. Papa dan Mama mengadopsiku karena mereka merasa kasihan kepadaku sebagai anak yatim piatu, pantas saja perlakuan Mama terhadapku dan Sam sangat berbeda. Rupanya aku memang bukan anak kandung mereka."
Dewangga menjambak rambutnya sendiri karena merasa sangat frustrasi. Menangisi nasibnya yang sungguh tragis. Seharusnya dia menyadarinya sejak awal, karena perlakuan Maria sangat berbeda kepadanya. Meskipun dia mendapatkan cinta yang begitu besar dari Guntur Wibisana.
"Pantas saja Mama selalu mengorbankan aku untuk kepentingan Samudra, ternyata ini alasannya. Tapi apa pun itu, aku akan tetap menyayangi Papa, Mama dan Samudra karena merekalah keluargaku sekarang. Aku akan membalas budi Papa dan Mama karena sudah bersedia membesarkan aku dengan cara menggantikan Samudra menikahi gadis itu."
Kilasan masa lalu kembali terlintas di dalam kepala Dewangga seperti roll film yang terus berputar. Bagaimana ia menjalani kehidupannya di tengah keluarga Wibisana dengan segala suka dan dukanya.
Dewangga tidak pernah membenci Maria atas sikapnya selama ini, justru Dewangga sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Maria karena sudah bersedia menjadi Ibu untuk dirinya, menggantikan Ibu kandungnya yang telah tiada.
Seandainya Maria tidak ada, Dewangga tentu tidak akan pernah bisa merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang Ibu. Sehingga membuat cinta dan kasih sayangnya kepada Maria tidak sedikitpun berkurang, malah justru bertambah.
Bahkan Dewangga bisa memaklumi akan sikap yang ditunjukkan Maria selama ini. Dia tidak membutuhkan banyak, hanya sedikit saja cinta dan kasih sayang dari Maria, itu sudah cukup membuat Dewangga bahagia.
"Mama ... Papa, Dewangga berjanji akan membawa Samudra kembali ke rumah ini. Meski Dewa yang harus menggantikan posisi Samudra untuk menikahi gadis itu," janji Dewangga kepada dirinya sendiri.
Setelah malam di mana Dewangga tahu tentang jati dirinya yang sebenarnya. Membuat Dewangga membulatkan tekat untuk menikahi Betari, demi kebahagiaan Maria dan juga untuk menyatukan kembali keluarga mereka yang sempat pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Suamiku (Lanjut Di Good Dreamer)
RomanceKetika Betari Jatayu harus terjebak dalam permainan dua saudara yang memiliki karakter saling bertolak belakang. Dia harus rela dijodohkan dengan saudara dari pria yang telah merenggut kesuciannya. Samudera Alam Perkasa adalah pria yang telah mengam...