Meninggalkan Indonesia

37 2 0
                                    

"Kenapa Betari? Apa kamu sudah berubah pikiran dan menolak untuk menikah denganku?" tanya Dewangga dengan menatap Betari lekat.

Saat ini keduanya sudah duduk berhadapan di kantin rumah sakit, sesaat setelah Dewangga muncul secara tiba-tiba dan menyatakan ingin menikahi Betari esok hari di rumah sakit. Saat itu juga Betari langsung meminta izin untuk mengajak Dewangga berbicara empat mata.

Betari masih menunduk sembari meremas kuat tangannya sendiri. Bibirnya terkatup rapat dengan raut wajah cemas yang terlihat begitu kentara. Hingga membuat Dewangga harus memanggil gadis itu sekali lagi.

"Betari?"

Kali ini Dewangga sedikit menaikkan intonasi suaranya, hingga membuat gadis di hadapannya sedikit terkejut. "Maaf karena sudah mengagetkanmu," ucap Dewangga penuh rasa bersalah.

Dewangga tersenyum saat melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Betari kepadanya. Dengan sangat terpaksa gadis itu menarik sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan, untuk membalas senyum yang telah diberikan Dewangga kepadanya tadi.

"Tidak apa-apa Mas, saya yang salah karena melamun di situasi seperti ini."

Betari terdiam sejenak, mencoba berpikir cepat, kalimat apa yang akan ia lontarkan sebagai alasan yang tepat agar bisa menghindar dari pernikahan yang akan digelar secara mendadak nanti.

Belum juga Betari melanjutkan ucapannya, Dewangga sudah kembali bersuara. "Kenapa Tari, apa sekarang kau sudah merasa ragu akan pernikahan kita?"

"Tidak Mas bukan seperti itu, tapi-"

Betari kembali terdiam untuk beberapa saat, tapi Dewangga tidak lagi ingin menyela seperti tadi, karena pria itu lebih memilih untuk menunggu hingga Betari menyelesaikan kalimatnya.

"Tapi semua ini terasa begitu mendadak untuk saya." Lagi-lagi Betari hanya bisa menunduk dan meremas tangannya sendiri hingga basah.

"Bukankah Mas Dewa juga tahu bagaimana keadaan saya saat ini. Saya merasa-"

Kali ini bukan tangan dan jari jemarinya sendiri yang Betari remas, tetapi berpindah pada kerah bajunya sendiri. Remasan itu semakin menguat saat kilasan kejadian kelam yang menimpa dirinya berputar kembali di kepala. Hingga membuatnya tidak sanggup lagi untuk membendung laju air mata yang sudah sejak tadi berusaha ia tahan.

Melihat rasa trauma dan juga putus asa yang terpancar jelas dari wajah gadis yang sedang duduk di hadapannya, membuat Dewangga memberanikan diri untuk menggenggam satu tangan Betari yang berada di atas meja.

Berusaha untuk menyalurkan kekuatan dan juga dukungan. Meyakinkan gadis itu bahwa ia tidak sendirian di dunia ini.

"Betari dengarkan aku. Aku memang tidak tahu kejadian apa yang pernah kau alami sebelumnya. Aku juga tidak bisa merasakan seperti yang kau rasakan sekarang, tapi aku mohon jangan menjadikan pernikahan kita nanti sebagai pengingat rasa sakitmu. Karena sekarang aku melihat rasa frustrasi dan putus asa dalam dirimu. Aku di sini untuk meringankan bebanmu bukan malah menambahnya."

Dewangga semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Betari. Sebelum kembali berkata-

"Kalau kau masih belum bisa membaginya kepadaku sebagai seorang pasangan. Kau bisa membaginya dan menganggapku sebagai sahabatmu sendiri. Aku tidak akan pernah memaksamu jika memang kau merasa keberatan, tapi kau juga perlu mempertimbangkan ini demi Ibumu. Karena aku yakin Bu Sari pasti akan bersedih jika melihatmu terpuruk seperti ini."

Mendengar apa yang diucapkan lelaki di hadapannya membuat Betari langsung mengangkat wajah.

"Tidak, Ibu tidak boleh tahu apa yang sudah terjadi pada diriku. Aku berani mengatakan keadaanku kepada Mas Dewa karena aku tidak ingin memulai rumah tanggaku nanti dengan kebohongan, hanya Mas Dewa satu-satunya orang yang mengetahui masalahku ini."

Bukan Anak Suamiku (Lanjut Di Good Dreamer)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang