Di waktu yang sama tapi di tempat yang berbeda. Maria yang baru saja pulang dari rumah sakit untuk menjenguk suaminya tampak mondar-mandir di dalam ruang tamunya yang megah. Barang-barang mewah dan juga mahal tampak menghiasi di setiap sudut ruangan tersebut.
"Kenapa Dewa lama sekali? Sebenarnya apa yang telah dilakukan anak itu hingga selarut ini masih belum pulang juga?" gumamnya kesal dengan sesekali mengarahkan pandangannya ke arah jam dinding yang menempel gagah di atas sana.
Suasana hati wanita itu tampak buruk seharian ini. Apalagi setelah pertemuannya dengan Betari dan juga Ibunya tadi pagi, untuk membahas rencana pernikahan Dewangga dan Betari esok hari. Sebenarnya Maria sangat malas mendengar pembicaraan yang ia anggap sangat tidak penting itu.
Namun, demi menyelamatkan putra kesayangannya dari pernikahan yang tidak diinginkan membuat Maria rela berpura-pura antusias dengan rencana pernikahan Dewangga dan Betari. Sehingga mendesak putra sulungnya itu agar mau menikahi Betari secepatnya.
Karena Maria merasa, semakin cepat Dewangga menikahi Betari, semakin cepat pula ia bisa membawa Samudra pulang ke rumah ini.
"Samudra masih belum juga bisa dihubungi. Samudra, pulang Nak. Mama sangat merindukanmu."
Hati Maria selalu tersayat setiap kali mengingat betapa ia merindukan putra kesayangannya itu. Hingga membuat wanita itu tidak berhenti berdoa untuk kepulangan putranya. Maria pun tidak pernah ragu untuk melakukan apa pun agar sang putra kembali ke dalam pelukannya. Termasuk menumbalkan Dewangga yang hanya seorang anak adopsi.
Dan tentu saja hal itu ia lakukan tanpa sepengetahuan dari suaminya. Karena Guntur Wibisana sudah pasti akan menentang habis-habisan rencana Maria tersebut.
Hal itulah yang membuat Maria berada di sini sekarang, menunggu kepulangan sang putra sulung untuk menanyakan kabar dari Samudra. Hingga beberapa saat kemudian Maria mendengar suara deru mesin mobil berhenti di depan pelataran rumahnya.
Senyuman wanita itu berkembang saat mengetahui jika sang putra sudah pulang. Maria langsung menyongsong kedatangan Dewangga di depan pintu utama, hingga membuat putranya tersebut merasa kaget.
"Mama?"
"Dewa, kenapa lama sekali? Bagaimana, apa kau sudah menemukan di mana keberadaan adikmu?" tanya Maria dengan begitu antusias.
"Bagaimana juga dengan kabarnya? Apa dia hidup dengan baik saat berada jauh dari jangkauan Mama?" Maria melanjutkan pertanyaannya.
Hal tersebut tentu saja membuat Dewangga merasa kecewa. Karena ternyata sang Mama menunggunya hanya untuk menanyakan perihal adiknya saja, yaitu Samudra sang putra kesayangan semua orang.
Maria tidak pernah bertanya perihal apa yang membuat Dewangga sering pulang terlambat. Wanita itu juga tidak tahu bagaimana Dewangga telah bekerja keras untuk memajukan perusahaan keluarga mereka. Apalagi Guntur Wibisana sekarang sedang sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Sementara Samudra juga tidak mau ikut campur sedikitpun tentang urusan perusahaan. Karena Samudra lebih memilih untuk bekerja dengan keinginannya sendiri.
Begitulah perbedaan hidup antara Dewangga dan Samudra yang saling bertolak belakang. Jika Samudra diberikan kebebasan untuk bisa hidup sesuai dengan apa yang diinginkannya. Berbeda dengan Dewangga yang selalu dijerat dengan banyaknya tuntutan keluarga, hingga ia harus mengesampingkan kepentingan pribadinya.
Lagi pula apa yang bisa diharapkan Dewangga dari wanita yang selalu ia panggil dengan sebutan Mama itu. Karena seumur-umur ia tidak pernah mendapatkan perlakuan istimewah dari Maria, seperti perlakuan wanita itu terhadap Samudra. Apalagi setelah ia mengetahui jika dirinya hanya seorang anak angkat, sehingga membuatnya menepis semua harapan-harapan itu.
Namun Dewangga selalu menerima semua perlakuan terhadap dirinya dengan lapang dada. Pria baik hati itu selalu menyingkapi setiap masalahnya dengan bijaksana. Selalu menepis perasaan iri di dalam hati karena yang ia hadapi sekarang adalah orang terdekatnya sendiri, yaitu Mama dan juga adik kesayangannya.
Jadi tak sepatutnya ia merasa iri hati, setidaknya itulah yang selalu Dewangga tanamkan ke dalam hati dan juga pikirannya, jika tiba-tba perasaan sesak menghantam hatinya karena perbedaan kasih sayang yang diberikan oleh Maria kepada mereka.
"Ma, seharusnya Mama tidak perlu sampai seperti ini kalau hanya ingin mengetahui kabar dari Samudra. Ini sudah malam, Mama harus banyak istirahat agar kesehatan Mama tidak terganggu," ucap Dewangga dengan penuh kelembutan.
Bukannya merasa senang, Maria justru marah karena merasa Dewangga menghalanginya untuk mengetahui kabar tentang putra kesayangannya.
"Bagaimana aku bisa istirahat jika sampai hari ini aku masih belum mendapatkan kabar apa pun dari putraku Samudra. Dewa sebenarnya kau niat tidak sih mencari adikmu? Apa perlu Mama yang turun tangan dan mencarinya sendiri?" gertak Maria karena dia tahu sang putra pasti akan mencegahnya.
Sisi lembut yang ada di dalam hati Dewangga membuat Maria selalu menggunakannya sebagai alat untuk kepentingannya sendiri, tanpa memperdulikan bagaimana perasaan putra sulungnya itu.
Maria yang selalu ingin melihat Samudra dalam keadaan sehat dan bahagia, meskipun untuk bisa membahagiakan putra keduanya tersebut, Maria harus mengorbankan putranya yang lain.
Apa Maria peduli? Tentu saja tidak, karena yang menjadi prioritas utamanya adalah Samudra, tidak peduli jika Maria harus melukai perasaan Dewangga.
"Tidak Mama, jangan. Bukan begitu maksud Dewa."
Dengan penuh kelembutan Dewangga menggiring wanita yang sangat disayanginya itu agar duduk di atas sofa. Sebelum kemudian ia duduk bersimpuh di hadapan Mamanya tersebut.
Dewangga meraih tangan Maria untuk digenggamnya.
"Tolong Mama jangan salah paham, Dewa sangat menyayangi Mama dan Samudra."
Dewangga tampak menjeda ucapannya kemudian mencium punggung tangan wanita pemilik cinta pertamanya.
"Dewa rela mengorbankan hidup dan kebahagiaan Dewa demi keluarga kita, terutama Mama. Jadi Mama jangan pernah berfikir bahwa Dewa tidak menyayangi kalian semua."
"Kalau begitu kembalikan Samudra ke dalam pelukan Mama," ucap Maria sembari mengusap kepala Dewangga.
Dewangga yang merasakan kehangatan karena usapan tangan Maria tentu saja membuat hatinya bersorak senang, karena jarang sekali Maria melakukan hal seperti itu kepada dirinya. Perlakuan sepeleh yang membuat hati Dewangga yang sudah lama diliputi kegersangan seolah disirami air yang menyejukkan.
Hingga Dewangga meletakkan kepalanya di atas pangkuan Maria.
"Mama tidak perlu khawatir dengan Sam, dia ada di Amerika sekarang. Kehidupannya sangat baik dan bahagia," jawab Dewangga yang membuat Maria bisa bernapas lega.
Memang apa yang perlu ia khawatirkan terhadap putra kesayangannya itu. karena di manapun pria itu berada hidupnya akan selalu baik-baik saja dan tidak akan pernah kekurangan.
"Syukurlah kalau begitu Mama menjadi lega mendengarnya," kata Maria.
"Harapan Mama sekarang cuma satu. Percepat pernikahanmu dengan Betari agar Samudra bisa secepatnya kembali ke rumah ini. Mama takut dia tidak bahagia di luaran sana." Maria melanjutkan ucapannya.
'Samudra pasti akan selalu baik-baik saja, Ma. Dia bahagia dengan kebebasannya, dan juga karena dia selalu membawa cinta Mama di setiap langkahnya. Kapan Mama mau memberiku cinta yang sama, seperti Mama memberikan cinta kepada Samudra? Dewa juga ingin diperlakukan sama seperti Samudra. Meski Dewa tahu jika Dewa tidak terlahir dari rahim Mama.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Suamiku (Lanjut Di Good Dreamer)
RomanceKetika Betari Jatayu harus terjebak dalam permainan dua saudara yang memiliki karakter saling bertolak belakang. Dia harus rela dijodohkan dengan saudara dari pria yang telah merenggut kesuciannya. Samudera Alam Perkasa adalah pria yang telah mengam...