Merasa frustasi dan putus asa

32 2 0
                                    

Setelah mendatangi rumah sakit di mana Guntur Wibisana dirawat, dan berbicara dengan Dewangga sehingga kesepakatan menikah ditetapkan karena desakan dari sang Nyonya Wibisana. Di sinilah Betari berada sekarang, dinginnya air shower yang mengucur membasahi seluruh tubuh tidak membuat gadis itu beranjak dari tempatnya.

Suara derasnya shower berhasil meredam tangisan Betari yang semakin mengencang, karena gadis itu sudah tidak sanggup lagi untuk menahan rasa sakit yang kian menyesakkan dada. Tidak ada tempat baginya untuk mencurahkan segala rasa sehingga membuat Betari memendam rasa sakit itu seorang diri.

Karena apa yang Betari rasakan sekarang merupakan suatu aib baginya, sehingga tidak mungkin untuk membaginya dengan orang lain. Gadis yang sudah tidak perawan itu begitu malu, jika ada yang mengetahui apa yang sudah terjadi kepada dirinya. Meski itu adalah Bu Sari yang notabene adalah Ibu kandungnya sendiri.

"Aku harus bagaimana Tuhan? Aku tahu Mas Dewa sudah menerima ku, tapi aku tidak yakin dengan keadaanku sendiri." Betari bermonolog dengan begitu frustrasi.

Apalagi besok adalah hari yang ditetapkan oleh keluarga Wibisana untuk pernikahan Dewangga dan Betari. Pernikahan mendadak yang sebenarnya tidak pernah Betari inginkan dalam kehidupannya.

"Kenapa takdirku harus semengenaskan ini ya Tuhan. Setelah menorehkan aib yang begitu besar pada keluarga, apa aku masih bisa disebut sebagai anak dari Ayah dan Ibu? Aku mohon tolong aku Ayah."

Betari semakin meracau tidak jelas dalam ucapannya. Berharap sang Ayah yang sudah berada di surga mau membantunya menyelesaikan masalah. Rasa frustrasi dan juga putus asa begitu menyesakkan jiwa. "Selain kepada Tuhan dan Ayah, ke mana lagi aku harus meminta pertolongan?"

Betari hanya bisa meraung dalam tangisnya. Berusaha untuk meluapkan segala rasa sakitnya ke dalam bentuk tangisan. Berharap semua itu bisa meringankan beban di dalam hatinya. Bahkan setelah malam naas itu terjadi, Betari sering mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Tak jarang Betari tidak bisa tidur lagi saat ia terjaga dari lelapnya.

Berkeluh kesah kepada sang Ibu pun tidak mungkin, karena ia tidak mau lagi memberikan beban kepada orang tua tunggalnya itu, apalagi hal tersebut merupakan aib yang harus ia tutupi sampai mati. Seandainya saja malam naas itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya, mungkin beban derita yang Betari rasakan sekarang tidak akan seberat ini.

Karena sekarang yang harus ia tanggung bukan hanya rasa sakit hatinya sendiri, tapi juga beban moral dan tanggung jawabnya kepada calon suami, sebab sudah dipastikan Dewangga nanti tidak akan mendapatkan haknya sebagai seorang suami yang semestinya pria itu terima, yaitu kesucian Betari yang seharusnya gadis itu persembahkan di malam pengantin mereka.

Betari sungguh mengutuk pria kejam yang telah merenggut dengan paksa kehormatannya. Nasib buruk ini tidak akan mungkin bisa ia lupakan sampai akhir hidupnya nanti. Dan Betari selalu berdoa semoga ia tidak bertemu lagi dengan pria laknat yang telah tega menghancurkan masa depannya.

Kesadaran Betari ditarik paksa saat ia mendengar suara gedoran dari balik pintu kamarnya, disusul dengan suara teriakan sang Ibu.

"Betari, buka pintunya Nak. Sebenarnya apa yang kau lakukan di dalam? Kenapa lama sekali? Ayo cepat makan malam!"

Seorang Ibu pasti akan mengkhawatirkan keadaan putrinya. Apalagi sang putri tidak ikut makan malam dengannya di meja makan tadi, sehingga membuat Bu Sari berinisiatif untuk membawakan makanan ke dalam kamar putrinya tersebut.

Bu Sari tidak berhenti menggedor dan meneriakkan nama Betari sebelum mendapat jawaban dari putrinya dari dalam kamar.

Dengan sangat terpaksa, Betari beranjak dari lantai dingin kamar mandi di mana dirinya ambruk dan menumpahkan segala tangisannya tadi. Betari berusaha untuk menormalkan kembali suaranya, agar terdengar baik-baik saja di telinga wanita yang telah melahirkannya.

Bukan Anak Suamiku (Lanjut Di Good Dreamer)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang