19. D-day

612 92 14
                                    

Denganmu semua air mata
Menjadi tawa suka ria
Akankah kau selalu ada
Menemani dalam suka duka.

Karena Kamu Cuma Satu, Naif.

o0o

Hari yang di nanti-nanti akhirnya telah tiba, prosesi akad nikah dan resepsi akan di adakan di hari yang sama dan berlangsung hingga malam. Acara pernikahan Arsenio dan Vania diadakan di salah satu hotel besar yang ada di Jakarta.

Para keluarga besar dari kedua pihak sudah berkumpul bersama, dan para tamu undangan yang telah hadir pun ikut serta untuk menyaksikan acara Ijab qobul itu.

Kini Arsenio Mahendra sudah berhadapan langsung dengan Ayah dari Vania Larissa. Laki-laki itu tampak terlihat tegang namun ia berusaha untuk tetap tenang.

"Bismillahirrahmanirrahim. Saya terima nikah dan kawinnya, Vania Larissa binti Edgar Admaja dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Arsenio mengucapkannya dengan lantang dan jelas.

Lantas Naib berucap, "Sah?"

Semua orang yang menjadi saksi disana serentak mengatakan, "Sah."

"Alhamdulillah." semua orang mengucap syukur.

Meski rasa gugup masih menjalari tubuhnya, laki-laki itu menghela napas lega. Arsenio senang, akhirnya sang pujaan hati telah resmi menjadi pendamping hidupnya.

o0o

Kini hari telah berganti malam, acara pernikahan sudah selesai. Para tamu dan kerabat pun sudah pulang, hanya tersisa separuh bagian keluarga besar dari keduanya yang masih berdiam disana.

Hari ini terasa sangat panjang dan juga melelahkan bagi sepasang pengantin baru. Melihat anak dan menantunya yang terlihat kelelahan, Dahlia selaku orang tua menginstruksikan kepada mereka untuk segera beristirahat saja.

"Boleh, Ma?" tanya Vania.

Dahlia tersenyum menanggapi perkataan putri sulungnya. "Ya boleh dong sayang, kan acaranya udah selesai juga."

Mereka mengangguk dan mengikuti arahan Dahlia.

Keduanya kini telah berada di kamar yang sama. Kamar hotel yang mereka tempati sekarang sudah penuh dengan hiasan bunga-bunga, diatas ranjang sudah dihiasi bunga mawar yang dibentuk hati. Serta mawar putih dan lampu-lampu kecil yang menghiasi lantai diantara ranjang.

"Ini emang harus banget dihias kayak gini?" tanya Vania.

"Kamar pengantin kan emang harus kayak gini, Van." ujar Arsen menanggapi.

"Tapi nggak bisa tidur kalo kayak gini." gerutunya. Jujur jika harus membereskan semuanya malam ini, ia benar-benar tidak sanggup.

Arsenio yang tadinya ingin membuka pakaian atasnya, mendadak tidak jadi.

"Tinggal di singkirin aja apa susahnya sih, Van." Arsenio dengan raut jengah, segera menyingkirkan semua bunga-bunga dan lampu-lampu kecil itu.

Vania terlihat geming. Tampaknya Arsenio sekarang sedang ruwet sendiri, mungkin karna dia juga merasa lelah.

"Udah." katanya saat semua telah ia singkirkan.

Kemudian laki-laki itu membelakangi Vania untuk membuka pakaiannya.

"Aku kelewatan banget ya? Kamu pasti capek juga kan? Akunya malah ngeluh sama kamu. Aku minta maaf ya." ujar Vania. Lantas ia berjalan mendekati Arsen, memeluk tubuh laki-laki itu dari belakang.

Arsenio membalikkan tubuhnya, kemudian ia mengecup bibir gadis itu. "Aku yang seharusnya minta maaf. Aku kasar banget ya?" Arsenio dengan tubuh yang sudah bertelanjang dada, mendekap tubuh mungil Vania dalam pelukannya.

Boyfriend • 3 [] Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang