"Mau susu nggak? Di kira gue bocil apa."
o0o"Sayang aku minta beli roti, kok kamu malah beli kue?" protes Vania saat setelah ia melihat kresek putih yang bukan berisi roti seperti permintaannya.
Arsenio tidak merespon. Entah tidak dengar atau malas mendengarkan.
"Arsen?"
"Pake seat belt." ujar Arsen, masih dengan tatapan fokus pada jalanan di depannya.
Kemudian Vania menatap jengkel ke arah laki-laki itu. "Kamu dengerin aku nggak sih?"
"Apa?" Arsenio menoleh ke arah gadis itu.
"Nggak denger?"
"Denger."
"Denger apa coba?"
"Ya ini dengerin kamu ngomong, Van."
Vania mendengus, membuang pandangannya ke arah lain. Sungguh malas jika harus berdebat dengan Arsen hanya karna masalah sepele seperti ini.
Gibran yang berada di kursi penumpang, praktis tertawa melihat raut bingung dari wajah Arsenio.
Sementara laki-laki itu, sungguh tidak paham apa maksud dari kekasihnya yang membuang pandangan ke arah lain. Terlebih lagi dengan bocah prik itu— mengapa pula ia tertawa? Namun Arsenio tetap tidak begitu hirau.
"Van-"
"Ck! Lupain aja deh." potong Vania langsung. Jangankan untuk berdebat, untuk ngomong saja ia sudah tidak mood.
"Yaudah."
See? Arsenio bukan tipe laki-laki yang mudah merayu. Pun ia sangat mengerti dengan sikap sang kekasih apabila sedang merasa kesal. Maka Arsen tidak segan pula untuk mendiamkannya saja, sampai gadis itu sendiri yang akan berbicara lagi nantinya.
o0o"Pengennya sih gitu, Ren. Tapi kayaknya nggak akan pernah di notice deh. Namanya juga Arsenio Mahendra, si manusia es + batu." —Vania.
"Kesayangan aku, nggak tahu dianya sayang apa enggak." —Vania.
o0o
"Sen, kamu beneran nyewa kapal?" tanya Vania.
Jujur ia sedikit heran, pikirnya buat apa laki-laki itu sampai seniat ini? Apalagi katanya hanya ingin jalan-jalan saja.
"Kenapa?"
"Kamu yang kenapa? Niat banget sampe harus sewa kapal?"
"Buat kamu juga."
"Ngabisin duit."
"Nggak juga, Van."
"Emang berapa?" Vania bertanya dengan raut wajah sewot.
Lantas laki-laki itu mengernyitkan dahinya. "Penting banget nanya harganya?"
"Ya lagian kamu buat apaan sih sewa sewa kayak gini?" Vania bertanya lagi.
"Nanti."
"Hah?"
Arsen tidak hirau, ia beralih posisi mendekati Gibran. Kemudian ia menawarkan diri untuk memotret bocah itu, sang empu tentu saja tidak menolak.
Tentu hal tersebut membuat gadis itu merasa kesal terhadap sikap Arsenio. Padahal laki-laki itu sendiri yang mengajak dirinya pergi ke pantai Ancol, tetapi Arsenio malah memanjakan adiknya— Gibran.
Lantas apakah ia memang selalu kalah dari segala hal apapun?
_____________
B o y f r i e n d • 3
2022, queensky19
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend • 3 [] Lee Jeno [✓]
Fanfiction"Kamu mau bunuh diri ya? Kamu sadar nggak kelakuan kamu tuh udah kelewat batas, Arsen!" END ©Queensky19, 2022 ⚠️⚠️ Don't plagiarize my story! Think with your own ideas. Bijaklah dalam membuat karya sendiri.