- Sunny POV
Aku menatap kaca besar dihadapanku sambil mengeringkan rambutku. Pikiranku berkelana kembali ke kejadian beberapa saat yang lalu. Aku tidak mati karena diselamatkan oleh pria kaku itu. Saat dia berhasil menarik tanganku dengan cepat dia membawaku naik kepermukaan. Tidak hanya itu dia menggendongku masuk ke dalam rumah pribadinya. Yang konon katanya tidak sembarangan orang bisa masuk kesini. Itu membuat harga diriku semakin naik dan kedua sudut bibirku tidak bisa tidak terangkat. Apalagi saat aku melirik Shienna yang melongo seperti orang bodoh. Setidaknya saat ini harga diriku berada diatasnya.
Suara pintu terbuka terdengar.
Tapi tidak ada suara sama sekali. Suara langkah kaki pun tidak terdengar. Saat aku menoleh ke arah pintu aku dibuat kaget oleh pria kekar berbaju serba hitam dan rambut yang masih basah. Dia menatapku seolah aku adalah mangsanya.
Lalu di berjalan mendekat. Terlalu dekat bahkan. Aku menahan nafasku saat wajahku berhadapan langsung dengan dada bidangnya. Dia tidak bersuara. Tapi aku bisa merasakan aura dingin disekitar ruangan ini.
"Bernafaslah. Aku menyelamatkanmu dari tenggelam tapi kau malah ingin membunuh dirimu dengan menahan nafasmu." Bisiknya pelan disamping telingaku.
Aku mundur beberapa langkah dan mengangkat kepalaku tak lupa mengatur nafasku. Aku memberinya tatapan tajam. "Apa maumu?"
"Pertanyaan itu harusnya aku yang tanyakan padamu. Apa maumu?" Dia menatapku dengan wajah datarnya. Tapi membuatku gugup setengah mati.
Melihatku hanya diam saja. Dia kembali berbicara. "Kau tidak mengira aku sebodoh itu bisa termakan trik kecilmu itu kan?" Sudut bibirnya terangkat sempurna. Dia mencemoohku. Memprovokasiku.
"Aku melindungi diriku sendiri. Apa yang salah?"
"Jadi menurutmu kau benar?"
"Tentu saja. Tidak ada yang bisa aku harapkan menjadi pelindungku. Jadi aku harus menjadi pelindung diriku sendiri." Jawabku percaya diri.
"Dengan hampir membunuh dirimu sendiri?" Sorot matanya menjadi lebih tajam. Membuatku tanpa sadar menelan ludahku karena gugup.
"Kenapa kau membawaku keduniamu? Bahkan menjadikanku pelacurmu." Akhirnya pertanyaan ini keluar dari mulutku.
Dia hanya diam tidak menjawab. Aku tidak melepaskan tatapanku padanya. Menuntut jawaban. Sudah lebih dari 5 menit kami saling bertatapan. Aku lelah tapi dia tidak terlihat lelah. Sialan.
"Semoga kau menjadi bisu selamanya tuan." Akhirnya aku mengalah dan aku kesal sekali. Dengan langkah lebar aku melangkah masuk ke ruang pakaian dan mengganti handuk kimonoku dengan pakaian yang sudah disiapkan oleh Maya tadi. Dimana Maya sekarang? Kenapa dia tidak juga kembali ke kamar. Pikirku saat sibuk berpakaian.
Setelah berpakaian aku keluar kamar dan melihat dia sekarang duduk manis di kursi santai menatapku tajam. Aku bertanya-tanya apa dia hanya memiliki ekspresi itu? Kapan dia terakhir tersenyum? Aku sendiri bahkan lupa kapan aku tersenyum? Lucu sekali.
Aku sedang berpikir bagaimana membuat pria ini tidur di kamar ini bersamaku malam ini. Jika aku berhasil maka besok akan menjadi hari yang menghebohkan dunia.
"Apa yang ada diotakmu sekarang?" Ucapnya memperhatikanku.
"Aku sedang berpikir bagaimana membuatmu tidur denganku malam ini." Jawabku keceplosan. Mataku membulat saat menyadari aku memberitahunya isi kepalaku. Astaga memalukan sekali.
"Kau tidak sepolos yang aku pikirkan. Jadi kamu juga ingin memiliki anak dariku?"
"Ayolah tuan. Jangan munafik. Kau tentu tahu jelas asal usulku sebelum kau membeliku dari tempat pelacuran itu. Dan kamu masih mengharapkanku untuk bisa berpikir sepolos itu? Kau yang menyeretku ke dalam hidupmu. Kamu sendiri melihat kejadian tadi. Tidak ada satu orang pun yang menolongku. Padahal mereka sangat bisa. Tapi mereka tidak melakukannya. Karena apa? Karena kekuasaan pelacurmu itu jauh diatasku. Kali ini kau menyelamatkanku. Tapi bagaimana dengan kedepannya? Apa kau bisa menjaminnya?" Aku menatapnya menunggu jawaban. Dia hanya diam terus menatapku. Tatapannya tidak setajam tadi lagi.
Dia berdiri dan melepaskan kancing kemeja hitamnya dengan perlahan. Aku masih menunggunya menyelesaikan kancingnya terakhirnya sampai dia melepaskan kemeja itu dari tubuhnya. Jantungku berdetak kencang. Sialan Sunny ternyata nyalimu tidak sebesar itu.
Dia berjalan mendekat padaku. Dengan sekuat tenaga aku menahan kakiku agar tidak terlihat gemetaran. Makin dekat dan makin dekat. Matanya begitu mengintimidasi. Saat jarak kami hanya selangkah kaki aku mundur dengan terburu-buru. Membuatku hampir jatuh untung dia menangkapku. Jika difilm-film maka sekarang adalah adegan dimana sang pria akan mencium wanitanya. Sangat romantis sekali. Aku menutup kedua mataku tidak berani menatap orang dihadapanku yang begitu dekat denganku.
Setetes air jatuh mendarat diwajahku. Membuatku spontan membuka kedua mataku. "Keringkan rambutku." Ucapnya pelan didekat telingaku. Lalu duduk diatas kursi didepan meja rias. Aku hanya melongo dibuatnya.
"Apa kau tidak punya tangan?" Tolakku.
"Kau adalah istriku. Sudah sewajarnya kau mengeringkan rambutku." Istriku? Dia menyebutku istrinya.
"Aku bukan istrimu. Kau salah mengenali istrimu tuan. Aku heran kau memiliki istri secantik itu kenapa harus punya banyak pelacur?" Aku bergumam sendiri tapi kedua tanganku sigap mengambil hair driyer dan mulai mengeringkan rambutnya.
"Kau bukan pelacur." Hanya itu jawabannya.
"Lalu aku apa? Jika aku istrimu kenapa aku tidak melihat cincin dijari manisku? Kenapa kita harus tinggal terpisah? Terlalu banyak pertanyaan dan aku masih bingung dengan duniamu tuan. Dikampung kami menikah adalah hal yang sakral. Setelah menikah semua berkumpul dengan pasangannya dan hidup bahagia membesarkan anak-anak buah hati mere..ka." Aku mengakhiri cerita panjangku saat menyadari pria ini menatapku tajam dari kaca depannya.
"Sudah." Aku mematikan mesin hair driyer dan menyimpannya kembali ketempatnya.
Dia masih duduk disana dan terus menatapku. Saat aku mendengar suara ketukan pintu kamarku. Saat membuka pintu aku dikagetkan dengan kemunculan seorang pria berbadan besar yang begitu tegap dan berwajah tidak ramah. Dibelakangnya aku melihat ada Shienna mengekor dengan wajah terpaksa.
"Nona Sunny, maaf mengganggu istirahat anda. Saya adalah ayah Shienna. Saya mewakilinya meminta maaf kepadamu atas kejadian dikolam tadi. Aku yakin semua pasti hanya salah paham." Ucapnya begitu ramah tapi tegas. Entah kenapa aku merasa dia adalah orang yang baik.
Melihat aku hanya diam saja dia bersuara lagi. "Cepat minta maaf kepada nona Sunny." Perintahnya pada Shienna, putrinya.
Shienna dengan wajah terpaksa maju selangkah. "Sorry." Ucapnya asal-asalan.
"Dengan cara yang benar Shienna." Ucap ayahnya lagi. Shienna menatap ayahnya ingin memprotes tapi tidak jadi saat melihat Anthony berdiri disampingku tanpa atasan. Ayahnya langsung melakukan hormat secara militer.
"Santai saja jendral. Ini bukan dimarkas." Ucap Anthony santai. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celananya. "Apa kalian masih lama? Jika lama lanjutkan saja besok dimarkas." Ucap Anthony santai tapi membuat Shienna ataupun ayahnya langsung ketakutan.
"Sunny aku minta maaf atas kejadian tadi. Aku janji tidak akan mengulanginya. Aku akan menghormatimu dan membantumu disini. Aku mohon maafkan aku." Ucap Shienna terlampau cepat. Dia seperti ketakutan sekali.
Aku menatap Anthony disampingku. Aku bingung harus bagaimana. Melihat aku yang diam saja menatapnya, Anthony memberi tanda kepada Shienna dan ayahnya untuk segera meninggalkan kami. Shienna menatapku lama sebelum mengikuti ayahnya meninggalkan kami.
"Ada apa dimarkas? Kenapa Shienna begitu ketakutan saat kamu menyebutkan markas." Tanyaku mengekori Anthony berjalan mendekati kasur.
"Bukan tempat yang nyaman." Hanya itu jawabannya. Menyebalkan sekali. Rasanya aku ingin membuka tengkorak kepalanya dan melihat apa ada sarafnya yang rusak disana.
Aku jadi penasaran bagaimana bentuk markas itu?
![](https://img.wattpad.com/cover/261328710-288-k69017.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
About ME!
General FictionAku yang diculik dan akan dijual ke tempat pelacuran. Aku tidak berdaya. Hingga suatu ketika aku menemukan cela untuk pergi dari neraka ini. Tapi ternyata lari dari sarang singa aku malah terperangkap di sarang buaya. - Sunny Sekali aku kehilangan...